Bab 5 Sekali Lagi, Kesempatan itu Datang

3 1 0
                                    

Nei tetap mengikuti Rain dengan hal-hal yang mulai berkecamuk dalam kepala. Begitu fokus dengan seseorang didepannya, Nei bahkan sampai tidak memperhatikan pijakan tangga yang dia pijak. Kakinya terpeleset, lututnya menyentuh lantai tangga dengan kencang hingga dia mengaduh keras. Nei mengamati lututnya yang nyeri dan mulai berdarah. Dia mengaduh ketika berusaha berdiri. Tidak, ini bukan saatnya. Batin Nei. Dia harus menyusul Rain sekarang. Lagi-lagi ketika mencoba berdiri dia menahan rasa perih pada lututnya.

Beberapa orang mulai menanyakannya namun dijawab gelengan oleh Nei. Dia menoleh menatap kedepan. Rain melihatnya. Mungkin karena teriakannya membuat pemuda itu juga menghentikan langkah. Rain berdiri disana, diam tidak melakukan apapun. Hanya menatap Nei dan sesekali melirik lutut Nei yang berdarah. Pemuda itu seperti tidak mengenali Nei, tatapan matanya berbeda dengan tatapan Rain yang Nei kenal. Sebenarnya apa yang terjadi? Nei mulai berpikir.

Tunggu!!! Nei melirik lututnya. Ini mimpi kan?! Jika ini mimpi seharusnya dia tidak merasakan sakit, Nei kembali meringis ketika mulai berjalan pelan. Dia lagi-lagi melihat kearah Rain, pemuda itu mulai melanjutkan langkahnya yang tertunda untuk menuju kelas. Nei pun lantas mengikuti, dia berhenti didepan jendela dan mengamati Rain yang meletakkan tasnya dimeja lalu bergabung dengan teman-temannya untuk bersenda gurau.

Sebenarnya ada apa ini?? Apa yang sedang terjadi?? Nei jelas-jelas melihat dengan mata kepalanya sendirinya Rain dimakamkan, lalu sekarang dia melihat dengan mata kepalanya sendiri pula kalau Rain ada didepannya. Pemuda itu tampak sehat dan yang pasti dia hidup. Pikirannya berkecamuk. Nei memukul pelan pipinya berkali-kali. Mencubit atau bahkan menarik rambutnya sendiri. Mencoba bangun kalau-kalau ini memang mimpi.

Disela-sela aktivitasnya, sayup-sayup dia mendengar suara.

"Itu perempuan yang tadi kan? Dia ngapain kayak gitu?"

Nei menatap kedalam kelas. Memfokuskan diri pada Rain. Pemuda itu juga menatapnya, dengan kening yang berkerut. Nei mendekatkan diri lebih dekat ke jendela dan ingin memanggil Rain namun suara-suara bising didalam menghentikannya.

"Dia natap lu tuh? Cewek lu ya?"

Merasa pertanyaan itu dilontarkan kepadanya, Rain menggeleng sebagai jawaban.
"Gua juga ga kenal" ucap Rain. Nei yang mendengar itupun langsung menurunkan tangannya dari jendela seketika.

. . . . .

Nei berjalan gontai menuju kelas, ini sudah jam istirahat dan dia baru kembali dari uks untuk mengobati luka dilututnya. Dia sama sekali tidak berniat pergi kekantin walaupun hanya sekadar membeli sesuatu untuk dimakan. Dia harus berpikir untuk menemukan jawaban atas hal yang dia alami sekarang. Nei mendudukkan dirinya dikursi kelas, dia merebahkan kepalanya ke atas meja. Suara pesan masuk dari ponsel membuat Nei merogoh tasnya. Hanya operator. Jengkelnya. Lalu ketika tanpa sengaja menatap tanggal, matanya mendelik.

"AAAAA!!!" Nei berdiri sambil menatap ponsel. Kemudian melihat sekitar yang tampak terkejut dengan teriakannya. Nei meminta maaf lalu kembali duduk.

Apa lagi ini?? Nei membatin.

Dia membuka kalender dan mendapati tanggal 12 dengan tanda merah yang menandakan kalau hari ini adalah tanggal 12. Nei ingat saat dia pergi kerumah Rain, tepatnya kemarin, setelah pemakaman itu, ponselnya menunjukkan tanggal 21. Dan seharusnya hari ini tanggal 22 tapi kenapa malah berbeda. Itu tandanya dia kembali ke seminggu sebelum kecelakaan Rain. Nei menertawakan dirinya.

"Nei sepertinya kamu sakit deh" gumamnya pada dirinya sendiri.

Tapi jika dipikir-pikir, jika benar hari ini tanggal 12 itu berarti dia dan Rain masih belum berteman. Dan itu cukup jadi jawaban dari alasan Rain yang tidak mengenalinya. Tapi tidak mungin, tidak mungkin dia kembali ke masalalu.
Tapi mungkin saja! Tidak ada yang tidak mungkin. Jika benar dia kembali ke masalalu, bukankah berarti ini kesempatan. Kesempatan agar dia bisa menyelamatkan Rain dari kecelakaan mengerikan itu.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang