Part 4

1.1K 123 136
                                    

"Meski hanya kemesraan settingan yang sifatnya fatamorgana tapi jujur aku terlampau bahagia."

_Habiba Annara


Gus Albi menuju ke kamar. Tatapannya tak menoleh sama sekali pada Nana. Berbeda dengan Nana yang tak berkedip menatapnya.

Tampan tapi dingin

Nana mengagumi ketampanan Gus Albi. Sangat sulit mata cantiknya mengalihkan pandangan dari Gus Albi.

Tiba-tiba Gus Albi melepas kemejanya membuat Nana kaget dan menutup mata menggunakan tangan.

"Astaghfirullah," gumam Nana.

Mendengar itu, Gus Albi menoleh ke arah Nana. "Jangan ngintip!" Ujarnya.

Nana menganga mendengar ucapan Gus Albi. Kini ia tidak paham sebenarnya apa yang di inginkan Gus Albi. Tiba-tiba membuka baju di hadapan Nana seakan ingin memamerkan bagian atas tubuhnya tapi tiba-tiba melarang Nana agar tidak mengintip.

"Aku jadi bingung deh. Padahal kan Mas yang tiba-tiba buka baju," ucap Nana mengungkapkan kebingungannya. Masih menutup mata dengan tangan namun sesekali mengintip lewat celah jari karena penasaran.

Jadi gitu bentuk tubuh Mas Albi. Eh aku dosa nggak ya, ngintip-ngintip?

Gus Albi tidak menyahut. Ia fokus mencari kaos pendek di lemari. Ia terlihat kebingungan mencari kaosnya karena yang biasa menata adalah Nana. Ingin meminta bantuan pun juga gengsi.

"Aku bantu cari Mas?" Kata Nana menawarkan.

Gus Albi terdiam tanpa menyahut. Ingin mengiyakan tapi tidak berani. Beruntung Nana langsung bergerak mencarikan tanpa menunggu jawaban Gus Albi.

Gus Albi menepikan tubuh dari lemari ketika Nana bangkit dan menuju ke arah lemari.

Jujur saja, jantung Nana serasa ingin meloncat berdekatan dengan Gus Albi, apalagi posisi Gus Albi yang tidak memakai baju. Ia benar-benar sulit konsentrasi.

Aroma tubuh Gus Albi dapat tercium dan deru nafas Gus Albi juga terdengar sangat lembut.

"Cepetan!" Kata Gus Albi dingin.

Mendengar itu, Nana pun mempercepat diri mengambil kaos pendek untuk Gus Albi kemudian segera menyerahkannya dengan tangan bergetar.

"Gitu aja lelet," ujar Gus Albi dingin. Ia merebut kaos itu cukup kasar.

Menyakitkan untuk di dengar, namun Nana masih bisa bertahan dari air mata karena saya cintanya pada sang suami.

"Mas, kalau sama istri jangan bicara kasar, nanti kuwalat Lo," peringat Nana sembari bergurau.

Gus Albi tidak menyahut. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke atas sofa dan merebahkan tubuh di sana.

"Mas, apa nggak bosen tidur di sofa?" Tanya Nana.

Gus Albi memejamkan mata dan terdiam. Tidak berniat menjawab pertanyaan Nana yang sifatnya basa-basi menurutnya.

"Kalau Mas bosen, kita bisa tukeran kok," kata Nana kembali. Tidak perduli Gus Albi tidak mau meresponnya, ia tetap ingin berbicara pada suaminya.

"Mas nggak perlu sungkan kalau pengen ganti tempat tidur. Aku beneran nggak masalah," kata Nana kembali.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, Nana pun berjalan menuju ke arah pintu dan membukanya.

"Alhamdulillah belum tidur," kata Bu Nyai Halwa sambil tersenyum.

"A-ada apa Ma?" Tanya Nana gugup.

"Kamu lagi sibuk sama Albi ya? Maaf ya Umma ganggu," sahut Bu Nyai Halwa.

Lauhul Mahfudz Habiba (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang