Time Machine (Oneshoot)

313 50 4
                                    

Happy reading~
.
.
.

Minggu pertama...

Namaku Uchiha Sasuke. Lima hari lalu, aku keluar dari rumah sakit setelah mengalami koma dan dirawat selama beberapa hari akibat kecelakaan mobil yang kualami bersama istriku. Syukurlah hanya aku yang terluka, dia baik-baik saja, calon anak kami juga. Bahkan ketika aku sadar dari koma dia berada di sana menungguku bersama kedua orang tuaku.

Sejak diperbolehkan pulang, orang tuaku meminta- lebih tepatnya memaksa agar sementara aku tinggal di rumah mereka. Jadi mau tidak mau aku menurut, membawa istriku turut serta. Kupikir mungkin orang tuaku ingin menjaga anak, menantu, serta calon cucu mereka di situasi yang cukup sulit ini.

Ngomong-ngomong, istriku namanya Hinata, dulu Hyuuga sekarang Uchiha. Uchiha Hinata, istriku tercinta. Aku dan dia menikah karena dijodohkan orang tua. Klise memang. Seperti kebanyakan orang-orang yang dijodohkan di luar sana, perjodohan ini terjadi karena orang tua kami berteman akrab sejak lama. Nasib kami pun sama.

Awalnya aku tidak begitu menerima Hinata karena trauma terhadap mantan pacarku dulu. Bisa dibilang aku jadi tidak percaya pada perempuan mana pun selain Ibuku. Namun belakangan ingatanku soal pernikahan kami cukup samar, aku hanya ingat seringkali kurang mempedulikannya. Lalu kecelakaan ini terjadi, aku mengalami mimpi buruk selama koma, lantas ketika terbangun aku memutuskan untuk mencintai serta tidak ingin kehilangan Hinata.

Yang agak berubah di sini justru orang tuaku. Mereka menjadi agak... dingin terhadap Hinata. Sejak kami pindah, aku sering melihat mereka mengabaikan Hinata alias tidak mengajak istriku bicara kecuali aku menegur mereka. Aku ingin bertanya kenapa, tapi Hinata kelihatan baik-baik saja dan tetap bahagia jadi aku tidak ingin menghancurkan itu semua. Mungkin ada sedikit perdebatan yang terjadi di antara mereka selama aku koma, dan mereka tidak ingin mengatakannya karena aku masih dalam masa pemulihan.

Pagi ini, sebelum datang ke meja makan, aku menyempatkan diri untuk mengobrol dulu dengan Hinata di kamar kami. Menanyakan apa dia baik-baik saja, karena Hinata tidak lagi terlihat mengalami morning sickness di kehamilan yang memasuki usia dua bulan.

“Kau tidak lagi mual-mual? Sebelum kecelakaan seingatku kau seringkali muntah-muntah.”

“Sudah tidak mual kok, sepertinya anak kita sangat pengertian.” Hinata tersenyum senang sembari mengusap perutnya yang masih rata. Sungguh ia tampak sangat cantik di mataku.

“Ya sudah ayo sarapan. Kau mau makan apa?”

“Aku ingin makan buah.”

“Lagi?”

“Um!”

“Apa tidak ingin yang lain? Sudah seminggu kau selalu sarapan buah.”

“Tidak boleh?”

“Boleh! Tentu saja boleh, Sayang..” aku mengusap pipinya, kuharap dia tidak salah paham, “Jangan lupa minum susu hamilmu juga.”

“Siap, akan kuminum!” Hinata melakukan pose hormat dan aku semakin dibuat jatuh cinta akan gerakan sederhana itu.

“Manisnya istriku~ kalau begitu ayo, Kaasan dan Tousan pasti sudah menunggu kita di meja makan.”

Menggandeng tangannya, kami mendatangi meja makan. Kulihat Tousan sedang memegang tablet, mungkin membaca berita pagi ini sebelum berangkat ke kantor. Sementara Kaasan, beliau sedang menata bubur dan sup daging sebagai menu sarapan kami. Bagianku sudah tersedia, lalu untuk Hinata... tidak ada bubur di sana melainkan sepiring buah-buahan segar yang sudah dikupas dan dipotong-potong, juga segelas susu hangat. Seperti biasa.

SasuHina CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang