[1.4] Nothing To Do

209 12 2
                                    

PS. semua yang ada di cerita ini dari tokoh hingga alur hanya karangan author. maaf jika ada kalimat menyinggung suatu pihak.

Warn! mengandung kata atau scene vulgar. yang berusia di bawah 17 tahun harap dilarang membaca.

"nona Giselle?"

Jieon menyapa Giselle yang berdiri tepat di luar tempat kursus. Pantas saja pintu masih tertutup ternyata dirinya datang terlalu cepat. Keduanya duduk di ruang tunggu dekat jendela besar di samping pintu masuk, Jieon memberikan segelas teh hangat pada Giselle.

"tidak usah serepot ini, umm, kak Jieon?", Giselle bingung harus memanggil Jieon dengan sebutan apa.

Wajah itu tidak menunjukan tanda penuaan meskipun umurnya sudah kepala tiga. Dibanding dengan tante Giselle yang sudah memperlihatkan sedikit keriput di matanya, Jieon tetap terlihat muda. Giselle menyesap teh hangat buatan Jieon menebak jenis teh apa yang diseduhkan padanya melalui aroma yang tercium.

"panggil saja aku Jieon, lagian umur kita tidak jauh kan? hanya beda 10 tahun".

Keduanya sibuk berbincang mengenai pekerjaan masing-masing. Giselle sempat berkata dia bertemu Mark di acara seminar kemarin dan berbicara banyak tentang ketertarikannya terhadap sastra. Jieon hafal dengan hobi Mark mencoba hal baru menjadi rutinitas setiap hari pria itu hingga dimana hobinya menjadi tambahan ilmu baginya.

Pas sekali Mark yang sedang diomongi oleh Jieon dan Giselle menampakan wujudnya dari arah gudang. Lengan kemeja yang digulung hingga sikut, dua kancing teratas tidak di kaitkan, rambut yang acak-acakan serta jangan lupakan kacamata tipis menambah kesan tampan dan mapan di wajahnya. Giselle terus menatap Mark sedangkan yang di tatap tidak sadar sudah ada orang di dalam tempatnya bekerja.

"Mark kamu tidak pulang lagi?", Jieon menghampiri Mark yang sibuk mencari sesuatu. Wajahnya tampak sangat panik seolah apa yang dia cari sangat berharga.

"ah bibi, hai nona Giselle. aku tidak pulang, Chenle memberiku pesanan baju"

"terus kamu cari apa? benang tambahan?", Jieon membantu Mark padahal tidak tahu sama sekali barang apa yang ponakannya ini cari.

Giselle hanya bisa menatap keduanya. Dia tidak berani menawarkan diri untuk bantu mencari karena Mark tidak mengatakan barang apa yang sedang dicarinya. Satu per satu murid kursus datang. Mark menghentikan acara mencari barang yang dia cari sedaritadi kembali masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang tidak biasanya. Lelah dan ada kecemasan dari matanya.

Benar saja selama mengajar hari ini pria Kanada itu tidak fokus. Dia beberapa kali kehilangan momen fokusnya hingga salah satu murid bertanya pun Mark menjawab seperti orang melindur. Karenanya kelas berakhir dengan cepat, Mark kesal dengan dirinya sendiri terduduk diam di bangku pengajar. Giselle melirik beberapa kali sang mentor hingga mengumpulkan keberanian jika dirinya mendekat ke arah Mark.

"um, Mark?", tidak ada sahutan dari Mark. Pria itu merunduk tidak memperlihatkan wajahnya.

"maaf hari ini aku membuat kesalahan sebagai mentor, aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa mengendalikannya entah kenapa".

Apa yang dikatakan Mark barusan Giselle paham. Tangan Mark bergetar tanda kecemasan dalam dirinya kambuh hingga susah mengontrol diri. Giselle mengambil sapu tangan di saku celananya, mengelap telapak tangan Mark yang berkeringat. Mark tidak memberikan respon apapun, dia berharap kecemasannya berhenti dan ajaibnya benar terhenti ketika Giselle menyapu keringat di telapaknya tanpa meminta izin.

(TO BE CONTINUED) AMARANTH | MARKSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang