Hari H

456 52 2
                                    

Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.

Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡











Junghwan menatap kosong bayangan dirinya, dia gak tahu kenapa lagi perasaan nya. Harusnya dia bahagia kan? Toh Jeongwoo udah nerima semuanya dan hari ini, mereka benar-benar akan bersatu dalam satu ikatan keluarga.

Iyap, ikatan yang awalnya ingin mereka miliki tapi harus direlakan. Karena Junghwan tahu, sesulit apa mamanya saat membantu dia bangkit.

Anggap aja Junghwan egois, tapi selama itu memberikan kebahagiaan untuk sang mama, maka tak apa. Caci dan maki saja dirinya, karena bagi Junghwan, Junkyu adalah alasan dia hidup dan kuat sampai kapanpun.

"Adek?"

Junghwan berbalik, menatap senang sang mama yang berpenampilan sangat tampan. Karena Junghwan juga ikut turun tangan dalam persiapan, maka dia udah tahu semuanya akan berjalan seperti apa jika memang lancar.

"Mama ganteng banget ih."

Junkyu terkekeh. "Kamu apa lagi." Balas Junkyu, tangannya menyampirka helaian rambut Junghwan yang mulai panjang.

"Gak gerahkan?"

"Enggak kok maa."

"Kalo gerah nanti minta kipas kecil aja yah"

"Tenang, adek bawa ini kok." Junghwan nunjukin ikatan rambut yang dia jadikan gelang, tapi ketutup lengan jas.

"Waahh, siap sedia yah?"

"Hahaha harus dong."

Junkyu senyum, dia tahu alasan Junghwan memanjangkan rambutnya. Walaupun sedikit tak rela kala anaknya menanggung semua sakitnya sendiri, tapi yah mau bagaimana lagi?

Toh, yang lebih tahu sakit nya dimana kan si pemilik luka, jadi biar Junghwan obatin sendiri aja, biar pas ngasih obatnya.

"Siap-siap yuk, om Jihoon udah masuk."

---

Jihoon jalan, setiap langkah nya ditemani satu langkah hampa milik sang anak.

Tidak seperti Junghwan yang terkesan sangat excited dengan acara ini, Jeongwoo lebih terlihat tidak tertarik.

Bukan berarti dia masih gak setuju, ini urusannya soal perasaan, jadi gak gampang buat dijabarkan.

Toh, Jihoon juga gak masalah kala anaknya menolak untuk berpakaian formal. Jadi dia biarkan Jeongwoo, mengekpresikan dirinya sendiri.

Lelaki dengan rambut yang mulai menutupi alis itu tidak memberikan respon apapun, hanya jalan sembari menggandeng tangan sang papa.

Setelah sampai ditempat nya, Jihoon memegang bahu Jeongwoo.

"Jagoan papa, makasih yah nak."

Jeongwoo natap dalam manik lelaki didepannya, sebelum dia ngangguk singkat terus menerima pelukan hangat sang papa.

Rasanya campur aduk, sakit, kecewa, marah dan sedih, jadi Jeongwoo gak tahu harus mengekspresikan yang mana.

GALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang