TMC2. Bermain

21 4 0
                                    

Seorang laki-laki berkacamata mengayuh sepedanya dengan penuh semangat dan senyuman yang merekah melintasi sisi jalan raya menuju taman Pawana yang terletak di tengah kota.

Bhaskar meletakkan sepedanya dan menghampiri salah satu stan minuman yang berbaris sebelum memasuki taman.

Sementara itu di sekolah, Theresia baru saja keluar dari gerbang hendak menuju suatu tempat yang berlawanan arah dengan rumahnya. Bahunya tiba-tiba terasa berat dengan sebutan nama memuakkan yang masuk dalam gendang telinga.

Theresia sudah tahu pelakunya siapa. Siapa lagi jika bukan saudara tirinya, Linsi. Gadis yang berbeda setahun dengan dirinya. Apalagi sifatnya yang sangat bertolakan.

“Hai, Babu! Mau ke mana? Ayo! Pulang, gua udah lapar. Nungguin lo keluar lama banget, apalagi lo kalau jalan kayak siput.” Linsi melepaskan tasnya dan melemparkan tas berat itu ke Theresia, “bawain sekalian, pundak gua sakit.”

Theresia tidak terima ini, ia melempar balik tas tersebut dan hendak melenggang pergi namun tangannya ditarik dengan kasar oleh Linsi.

“Mau ke mana lo? Mau pergi hindarin tugas lo di rumah?” Linsi mencengkeram pergelangan Theresia hingga tercipta kemerahan.

“Lepasin! Ada sesuatu yang perlu gua lakuin, gua bukan babu lo yang selalu nurut sama perintah majikannya.” Sekuat tenaga Theresia memberontak, tapi semuanya sia-sia.

Linsi yang semakin kesal langsung menarik tangan adiknya yang membuat Theresia kesakitan di pergelangan tangannya. Kondisi sekolah yang sepi juga mendukungnya untuk melakukan aksi buruknya terhadap adiknya. Mau tidak mau Theresia harus menurut dengan kakaknya yang kejam.

“Lepasin gua!” bentak Theresia.

Tiada jawaban dari Linsi, gadis itu justru semakin kencang menarik tangan adiknya. “Tutup mulut lo, nurut sama apa yang gua mau, biar lo nggak kesakitan kayak gini,” kata Linsi sembari melanjutkan jalannya.

Tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Bahkan Theresia sudah mengeluarkan air matanya karena merasakan kesakitan. Di sepanjang perjalanan, Linsi terus menarik tangan adiknya dengan raut wajah kesal.

Menggunakan gang sempit yang sering digunakan untuk jalan pintas agar cepat sampai di sebuah kompleks perumahan, tidak ada rumah di gang tersebut karena rumah warga sekitar lah yang justru membelakangi jalan itu.

Saat keluar dari gang, Theresia membenarkan rambutnya setelah Linsi melepaskan tarikannya. Ia merapikan pakaiannya dan mengusap wajahnya yang terdapat sisa air mata.

Karena Linsi sedang asyik bercermin menatap wajahnya dan merapikan rambutnya juga. Theresia mengambil kesempatan dengan mengendap-endap pergi sementara kakaknya tidak merasakan hal itu. Ia berlari kencang meninggalkan Linsi yang langsung tersadar saat suara derap langkah kaki cepat menjauh.

“MAU KE MANA LO!”

Beberapa orang yang melintas seperti seorang wanita dengan menggandeng seorang bocah di sampingnya hanya menghela napas panjang serta geleng-geleng kepala melihat kelakuan kedua saudara tersebut. Mereka sudah tahu jika keluarga itu sangat jarang tidak ada pertengkaran ataupun rumah dalam keadaan tenang.

Mereka yang tahu mengenai keluarga Theresia hanya bisa berharap gadis itu tetap kuat dengan keluarga yang layaknya sebuah penyiksaan, bukan sebagai tempat singgah. Bahkan beberapa dari mereka juga tidak menyukai sifat dan sikap seluruh anggota keluarga Linsi kecuali si bungsu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THERESIA MY CARNATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang