Bagian 12. Teror Dimulai

1 0 0
                                    

INI kali kedua aku harus bangun kesiangan. Bedanya kali ini, ada bunda yang membangunkanku terlebih dahulu untuk sholat subuh sebelum kembali bergelung dengan bantal, guling serta selimut tebal di atas kasur. Dan inilah puncaknya, aku terbangun seiring dengan matahari yang yang telah beranjak naik melewati batas jendela kamar. Menyesuaikan diri dengan cahaya di dalam kamar, kukerjapkan mata beberapa kali hingga rasa pening sedikit terobati.

Kling ... klingggg ...

Tanganku terulur mengambil ponsel yang berada di atas nakas.

Aditya Dika

Pagi shunshine ...

Happy weekend, ada agenda apa hari ini?

Aditya Dika

Honey, belum bangun ya? Aku syuting dulu ya. Hari ini banyak scane sama Joe lohh!!!

Aditya Dika

Baby, kalau udah bangun langsung balas WA aku ya???

Aditya Dika

Princess, belum bangun juga???

Aditya Dika

Pasti capek ya? Makanya belum bangun juga. Ya sudah, sleep tight honey...

Aditya Dika

Hay, sleeping beuty, masih belum bangun juga???

Kak adit rajin amat sih, ia mengirimiku pesan sepuluh menit sekali secara berkala. Dan apa-apan, Ia memanggilku dengan banyak panggilan. Honey, baby, sunshine, princess. Kenapa tidak sekalian saja sun, moon, star dan earth. Pengetahuanku tentang kak Adit bertambah satu pagi ini. Selain pekerja keras dan peduli pada pendidikan, ia juga bisa bersikap lebay.

"Kakak, mau tidur sampai kapan? Sampai matahari kembali terbenam?" Gedoran pintu itu membuat sensasi kepakan ribuan kupu-kupu di dalam perut mati seketika. Kaget dan kalut menyerbu mematikan perasaan senang dan riang. Lebih baik segera beranjak menuju kamar mandi, daripada melihat bunda masuk ke dalam kamar sambil mencak-mencak tak karuan.

"Kaaa ..."

Aku terkikik di dalam kamar mandi, pasti bunda tidak jadi mengeluarkan suara delapan oktavnya melihat aku yang sudah tidak lagi di atas kasur. Ah bunda, putrimu sedang jatuh cinta... begini ya bun, rasanya jatuh cinta? Gelisah, senang tak karuan.

***

"Kamu tuh kak, kalau begini caranya, bunda nggak akan kasih izin keluar malam-malam lagi." Baru saja menapakkan kaki di ujung tangga, sudah disemprot saja sama bunda. Kudekati meja makan dan membuka tudung saji. Bunda masih asyik di dapur membuatkan Rossele jus Strowbery.

"Bilangnya jam dua belas malam, tapi kenyataannya jam dua dini hari baru pulang." Kuurungkan menjawab, karena teringat jika seorang ibu tidak suka diinterupsi omongannya. Bisa jadi, masalah yg sudah-sudah kembali dibahas.

"Punya janji harus ditepati. Jangan jadi manusia pengecut yang tidak bisa memegang janji."

"Udah lah bun, Bunda dari tadi ngomong panjang lebar belum tentu juga ada hasilnya. Kakak aja baru bangun tuh. Paling nyawanya juga belum ngumpul."

Adrian nyebelin! Ngapain ngebela kalau pada akhirnya menjatuhkan juga? Aku bersikap anteng seperti ini juga agar emosi bunda cepat teredam. Karena aku yakin, semakin aku menyangkal ucapan bunda, pasti emosi bunda semakin naik ke permukaan.

Di lain sisi, ucapan bunda yang begitu menohok membuatku semakin tak bersuara. Aku tahu, aku salah. Aku sudah ngelanggar janjiku pada ayah juga Joe. Entah bagaimana bisa aku menerima kak Adit tanpa banyak pertimbangan, padahal sebelumnya ayah maupun Joe sudah mewanti-wanti agar aku tidak pacaran dulu sebelum lulus sekolah.

My PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang