Bagian 13. Who?

1 0 0
                                    

"YA ayah, Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam. Kamu belum tidur, Nak? kata Bunda besok mulai les pagi kan?"

Bahkan di saat ayah berada di luar kota pun, beliau masih tetap memperhatikan sekolahku. Kurasa aliran darahku menghangat. Senang sekaligus merasa bersalah. Bagaimana mungkin aku tidak bisa menjaga amanah dari ayah.

"Ayah sih telepon, tadinya kakak udah mau tidur." Aku berpura–pura merajuk. Dalam hati ingin sekali rasanya merengkuh ayah, dan menangis dalam dekapannya. Maafkan aku yah... aku janji meskipun berpacaran dengan kak Adit, aku tidak akan mengabaikan sekolah.

Kudengar ayah tertekeh di sana. "Besok berangat sama abang?" Aku menganguk,

"Kak?"

"Ia ayah, kan tadi kakak udah ngangguk."

"hehh, difikir ayah ada di depan kamu. Kan kita ngobrolnya di telepone kak!"

"Ya siapa tau kan ayah bisa melihat kakak dari sana."

"Ngaco. Memangnya video call."

Kami berdua sama-sama tertawa. "Tidur kak, ayah pulang besok sore."

"Siap boss!" seperti biasa kutegakkan tubuh, mengangkat tangan di pelipis seolah ayah bisa melihatku. Ayah aku sayang ayah, maafin aku yah. Kuputus panggilan beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka dan kaki, bersiap untuk tidur cantik.

Selepas dari kamar mandi, ponselku kembali berkedip, kuangkat sebelum berdering keras. Mengulum senyum ketika melihat nama pemanggil.

"Selamat malam, dengan si cantik Adsila di sini, ada yang bisa Sila bantu?" gurauku menirukan suara operator costumer care.

"Bisa minta tolong, bilang sama gadisku kalau aku merindukannya."

Aku mencebik mendengar suara kekehannya yang tertahan. "Maaf operatornya sedang sibuk, batas pengaduan keluhan telah berakhir. Selamat malam."

"Ciye ngambek. Pengen liat deh seperti apa sih wajah ngambeknya pacarku ini. pasti bikin gemes deh,"

Saat ini aku telah terbiasa dengan sifat kak Adit yang slengekan, dulu sebelum mengenal dia lebih dekat, kak Adit selalu terlihat stay cool. Eh taunya sekarang? mungkin benar kata pepatah yang berbunyi "Don't judge book by a cover". Semakin aku mengenal kak Adit, semakin kentara sifat aslinya. Yang kadang alaynya nggak mau kalah dari abege, slengean, dan masih banyak hal ajaib lainnya, tapi aku tetap suka dia. Apa pun dan bagaimana pun keadaannya.

"Yang ngajakin bercanda siapa? yang ngambek siapa? Ya sudah aku tutup saja deh teleponenya."

"Ih siapa yang ngambek?" tanpa sadar, kehentak-hentakkan kaki menendang udara. Bantal yang menjadi sandaranku di kepala ranjang merosot. Mungkin setelah ini aku harus konsultasi sama mas Andre, kejiwaanku sepertinya patut dipertanyakan. Kebetulan mas Andre adalah mahasiswa psikologi. Aku merasa geli sendiri dengan tingkahku yang annoying gini.

"Dari tadi diem aja sih."

"Kak Adit tuh," tuduhku tak mau kalah.

"Loh kok aku?"

"Habis kak Adit nyebelin."

"Kok nyebelin sih?"

My PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang