Rabu pagi yang seharusnya free kelas memang menyebalkan, pikirku. Karena tadinya aku ingin sekali menghabiskan pagiku dengan mandi lulur susu, merawat kulitku dengan baik, lalu memandangi matahari terbit dengan segelas kopi hangat dengan ditemani buku novel kesukaanku. Aku ingin sesekali pagiku normal seperti putri kerajaan yang selama ini aku bayangkan. Hidup dengan cantik dan anggun, dikawal banyak orang, sekolah di sekolah ternama seperti sekolahku saat ini, Decelis Academy.
Aku tau, aku memang tidak hidup di zaman kerajaan dimana aku tak bisa menjadi putri begitu saja. Namun di sekolahnya saat ini, Decelis Academy menyediakan beauty princess's class. Dimana di kelas itu para murid perempuan akan mengenakan seragam megah dengan crown yang bertengger di atas kepala merekaㅡmempelajari segala tata krama dan berbagai ilmu untuk bersikap anggun layaknya tuan putri. Tentu ini akan menjadi kelas kesukaanku.
Aku mengernyit tak paham ketika Wilona dan Reva, teman sekamarku yang saat ini tengah membenahi riasan wajahnya terus saja mengeluh mengenai pemindahan jadwal kelas tata krama ini, padahal ini adalah kelas yang menyenangkan. Aku jadi bersemangat kembali. Aku hanya mengedikkan bahu acuhㅡtak mau pusing memikirkannyaㅡdan kembali fokus mencatok rambutku kembali.
"Kak Lun,"
"Hm?"
"Mau pinjem catokannya,"
"Oh, boleh. Nih!" Aku memberikan catokanku kepada Reva.
"Gercep banget lo dandannya, kak."
"Ah, ngga juga. Yaudah, gue duluan ke studio ya? mau absen, biar ngga telat. Nanti kalian nyusul aja."
"Ehm!" Seru keduanya mengiyakan Luna.
Aku bergegas memasang crown perak itu ke atas kepalaku, menenteng tasnya biruku dan bergegas keluar kamar menuju studio photoshoot untuk absen kelas harian.
Di sepanjang lorong per lorong kamar asrama putri Decelis itu, aku sayup-sayup mendengar kegaduhan siswi putri yang tengah bersiap-siap secara buru-buru untuk mengikuti kelas tata krama pagi ini. Aku terkekeh, lucu juga mereka.
Langkah pelan membawaku beranjak dari asrama putri menuju studio absen yang letaknya tak jauh dari kantor guru sekolah. Aku merapikan rambut dan kardiganku kala angin sepoi-sepoi pagi sempat meniupku. Aku memilih berjalan lewat belakang, jalan pintas menuju studio tanpa harus melewati perbatasan asrama putra di depan sana, aku tak berani jika melewati jalan itu sendirian. Langkahku fokus menghadap ke depan sebelum sayup-sayup aku mendengar suara gedebug dari lapangan belakang setelah aku keluar dari lorong panjang itu. Entah apa yang membuatku tiba-tiba membelokkan langkahku ke lapangan itu. Rasa penasaranku begitu tinggi untuk melihat siapa gerangan orang yang sepagi ini sudah berada di lapangan untuk melaksanakan olahraga.
Aku mengintip sedikit, mendapati beberapa anak laki-laki tengah bermain basket disana. Mulutku menganga lebar, anak laki-laki disana terlihat sangat tampan meski aku melihat mereka dari jauh. Aku memutuskan untuk memasuki lapangan outdoor itu, melihat bagaimana sekitar tujuh orang anak laki-laki itu bermain basket. Aku duduk di sebuah bangku yang tersedia disana, sesekali bertepuk tangan kala salah satu dari mereka ada yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Melihat suara sorakan dariku, ke-tujuh pemuda itu menoleh secara bersamaan ke arahku. Wajah mereka tampak bingung. Bagaimana seorang siswi yang memakai crown di kepalanya datang kemari sendirian?
"Haiii? kalian mainnya keren!!" sorakku melambaikan tanganku dari bangku tempat aku duduk. Salah satu dari mereka yang berambut pirang mengucapkan terimakasih sembari membungkuk, kemudian kembali bermain. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, aku mengeluarkan ponselku dan mulai merekam mereka saat bermain. Aku tertawa sesekali saat bola basket sempat mengenai kepala salah satu dari mereka. Aku menurunkan ponselku kembali saat selesai merekam. Aku tak tau jika ada banyak sekali pesan dan telepon masuk di ponselku, sayangnya aku memasang mode hening, sehingga aku tak tau jika ada banyak sekali notif disana. Aku baru menyadarinya saat selesai merekam ke-tujuh laki-laki itu. Lantas aku mematikan mode heningnya saat tiba-tiba telepon dari Reva. Aku memandang ponselkuㅡyang berdering berisikㅡitu dengan jengah. Ku pandangi layar ponsel itu tanpa ada niatan untuk menjawab teleponnya sama sekali.
Karena aku tahu, pasti Jenna dan lainnya sedang mencariku, sementara aku masih ingin disini menonton ke-tujuh anak laki-laki itu bermain basket. Tiba-tiba juga rasa excited-ku untuk mengikuti kelas tata krama hilang begitu saja.
Aku kembali memandangi ke-tujuh anak-anak lelaki itu, tiba-tiba aku merasa hampa entah mengapa. Ponselku ku biarkan berdering begitu saja. Diriku terlalu larut dalam pikiranku sendiri.
"Hey Nona! ponselmu berdering!" ucap salah satu dari mereka. Aku menyadarinya, ku tatap dengan pandangan kosong salah satu pemuda yang baru saja berbicara padaku itu. Tiba-tiba saja ke-tujuhnya mengalihkan pandangannya padaku. Seakan mereka juga merasakan keanehan tiba-tiba yang terjadi padaku
"Iya, gue tau." Jawabku singkat.
・༓☾•☽༓・
"Darimana aja lo?" Baru saja kakiku kembali menginjak pintu belakang koridor asrama putri, Jenna langsung menodongku dengan pertanyaan yang menunjukkan seolah-olah aku baru saja melakukan tindakan kriminal.
"Lo gabisa bolos begini, Lun. Ntar gue sama Lula yang kena omel Miss Olive!" Lanjutnya lagi.
"Gue tadinya juga berniat ke studio photo lebih awal, tapi tadi gue ngga sengaja liat beberapa anak cowo main basket di lapangan belakang. Gue niatnya cuma mau nonton sebentarㅡ"
Jenna memicing, menatap heran ke arahku. "Lapangan belakang? Lo ngga lagi ngigo kan? LAPANGAN BELAKANG KOSONG, UDAH NGGA PERNAH DIPAKE LAGI! BOLOS GA BOLOS AJA, GA USAH NGARANG CERITA LAGI, THERESIA."
"Terserah kalo lo ngga percaya Jen, tapi beneran ada beberapa cowo main diㅡ"
"Sekarang buruan absen." Jenna tampak mencoba sabar, tangan kanannya menunjuk ke arah pintu depan menyuruhku bergegas. Menyebalkan. Dia terus saja memotong kalimatku.
"Gue bisa tunjukin rekamannya kalo lu maㅡ"
"ABSEN DAN MASUK KELAS SEKARANG, LUNA!" Aku memilih menurut saja, daripada harus mendengarnya mengomelㅡhanya akan membuatku pusing. Jenna berjalan mendahuluiku sambil menghentakkan kakinya, mungkin sekesal itu ia padaku.
Sepertinya aku telah merusak mood paginya.
Enjoy! Vote and comment will be appreciated 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Bulan 🌙
TerrorTadinya Luna adalah siswi pindahan yang kini menetap di asrama Decelis semenjak orang tuanya pindah di kota ini. Harapnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin beradaptasi di asrama dengan baik, mendapatkan banyak teman dan ilmu yang bermanfaat. Namun sem...