9. Ethereal melodies

48 7 0
                                    

Ketika bel istirahat berbunyi, aku segera meninggalkan dengan langkah cepat. Suasana di koridor terasa begitu hening, hanya terdengar suara langkah kakiku yang mendesing di lantai. Pada hari itu, pikiranku dipenuhi oleh kegelisahan yang sulit diungkapkan. Setelah perdebatan panjangku tadi dengan Alana, isi kepalaku mendadak penuh, aku butuh sesuatu yang setidaknya bisa mendinginkan kepalaku kembali.

Pilihan langkahku jatuh pada ruang musik. Yang aku tahu, disana selalu sepi, jarang ada siswa yang masuk kesana kecuali waktu kelas musik dimulai atau memang sedang dalam kepentingan mendesak. Maka disinilah aku berada. Setidaknya, aku bisa menyendiri sambil bermain piano atau alat musik yang lain. Aku mencapai pintu masuk ruang musik dan membukanya dengan hati-hati. Ruangan itu gelap, hanya disinari oleh cahaya samar dari jendela yang tertutup tirai. Suasana sangat hening, dan aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Aku bergerak untuk membuka beberapa tirai, ketika cahaya dari jendela menyinari sebagian ruangan, mataku terfokus pada sosok yang duduk di sudut ruangan sembari memegang sebuah gitar.

Mataku membola dengan sedikit senyuman.

"Jayden?" ia menoleh ke belakang dengan raut wajah terkejut.

"Luna.."

"Hai? sendiri aja? gelap-gelapan lagi. Betah banget?" aku memang introvert, namun aku akui aku tak pernah canggung memulai obrolan terlebih dahulu. "Oh my god, gue belum pernah bicara sama lo kan ya? selama ini gue cuma pernah ngobol berdua sama Satya. Sibuk banget ya kalian?" ia terdiam selama beberapa saat, aku kini mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Tidak juga. Ya.. mungkin sedikit."

"Ah, lo suka menyendiri di ruang musik juga? atau abis ini, lo ada kelas musik?"

"Hobi."

Oh, apakah semua teman Satya selalu irit bicara seperti ini?

Aku duduk dengan gelisah, tak tau topik atau pertanyaan apalagi yang ingin aku lontarkan. Pandangan mataku terfokus pada Jayden yang sedang sibuk dengan gitar di pangkuannya. Udara terasa tegang, aku hanya bisa meremas remas ujung kardiganku. Rupanya gerakan kecilku itu tertangkap oleh mata elangnya. Ya, fitur wajah Jayden memang aku akui sangat tegas seperti elang.

"Udah lama lo belajar gitar?" tanyaku dengan nada ramah, berusaha menembus tembok keheningan yang mengelilingi kami. Jayden mengangguk singkat, tatapan mata yang tetap terpaku pada senarnya. Kegelisahan di dadaku semakin dalam. Apakah aku terlalu memaksakan diri? Ataukah Jayden memang lebih suka sendiri? Meski demikian, tekadku tidak goyah. Aku ingin memecah kebuntuan ini. Aku memutuskan untuk mencoba pendekatan yang berbeda. Mungkin, jika aku dapat memahami lebih dalam tentang dunia Jayden, kita bisa menemukan titik temu.

"Oh ya, ada lagu favorit yang mau lo mainin ngga? gue pengen denger kalau ada, permainan lo bagus banget gue denger-denger," kataku dengan yakin.

Setelah sejenak terdiam, Jayden akhirnya menatapku. "Ada," ujarnya dengan senyuman tipis yang menular. "There's one song that i like so much. One day, I really want to present it in front of everyone." Dengan penuh antusiasme, ia mulai bercerita tentang lagu itu, berbagi cerita di balik setiap melodi dan lirik yang membuatnya terhubung. Kini aku tau, Jayden akan seantusias ini jika membahas masalah musik. Aku akan mencatat ini rapi-rapi.

"If that so, just perform when there are school events later, show your talents, everyone will surely be impressed!"

"Yeah, but i can't anymore."

"What? but why?!"

"Kesempatanku untuk mengikuti semacam event sepert itu sudah habis," ujarnya tanpa menatapku.

"Kan tinggal daftar, Den." Dia hanya menggeleng perlahan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku menunggu, berharap dia akan memberikan penjelasan, tapi yang ada hanya keterdiaman. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Tak ada alasan yang diberikan. Ku putuskan untuk tidak bertanya lebih jauh.

Bisikan Bulan 🌙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang