Malam itu, setelah seharian yang panjang di sekolah di sertai sedikit 'hadiah' yang ku dapatkan dari kepala sekolah, akhirnya aku merasa lega ketika bisa kembali pualng ke asrama. Kepenatan yang kurasakan sejak pagi seakan-akan sirna begitu aku melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan yang menjadi rumah kami di sekolah ini. Cahaya lampu temaram yang menggantung di langit-langit koridor asrama menyambutku dengan lembut, menciptakan suasana yang tenang dan penuh kenangan. Aku menuju sudut kamar yang telah menjadi tempat favoritku untuk merenung. Di meja belajar kecil yang berada di sana, buku-buku pelajaran berjejer rapi, sementara selembar catatan terbuka menunggu untuk dikerjakan. Namun, malam ini, aku lebih memilih untuk merenungi atas segala yang terjadi hari ini.
Aku mendapatkan teman-teman baru.
Duduk di kursi kayu yang nyaman, aku merasa angin malam dingin dari jendela yang sedikit terbuka menyentuh wajahku dengan lembut. Jendela dengan kaca transparan membuat langit malam terbuka luas di depan mataku, dipenuhi oleh gemerlap bintang-bintang yang bersinar begitu cerah. Bulan purnama mengambang di tengah langit, memberikan cahaya yang membawa kedamaian. Sementara itu, di sudut lain kamar ini, ketiga teman sekamarku sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang sibuk menyelesaikan tugas, sibuk mendengarkan musik, membaca novel, dan yang satu lagi terlihat sibuk melipat baju jemurannya yang telah kering. Meskipun mereka ada di sekitarku, aku merasa seperti ada dalam duniaku sendiri, terpisah dari keramaian. Hanya aku dan pikiranku.
"Hari ini gue dapet temen baru," ujarku memecah keheningan. Reva melepaskan headphone-nya dan membiarkannya menggantung di lehernyaㅡmenghentikan kegiatan mendengarkan musik ost anime kesukaaannya. "What?" Aku yakin Reva mendengar jelas tadi, namun ia seakan ingin aku mengulangi perkataanku barusan.
"Gue dapet temen baru, anak basket."
"Iya? Cowo kah? Hayooo gebetan baru??" Goda Wilona di sudut lain tanpa menghentikan kegiatan menulis jawaban tugasnya.
"Hush, mana ada!"
"Kak Luna mah anti cowo, Na. Mana ada gebetan gebetan." Sahut Lizzia kemudian. Aku melirik sinis dirinya yang langsung dibalas gelak tawa oleh si empu.
"Ngga tau sih anak basket atau bukan, tapi mereka... Ganteng ganteng banget!"
"Ganteng ganteng? Tunggu, Kak! Berarti ngga cuma satu orang aja dong?" Tanya Lula.
"Ya, mereka ada tujuh."
"HAH?!" Bahkan terkejut pun mereka kompak. Wilona yang sedari tadi fokus pun kini mengalihkan pandangannya kepadaku dengan tatapan bertanya-tanya.
"Temen baru lo, Kak? Serius? Tujuh orang? COWOK?!?!"
"Wow, sungguh tidak bisa dipercaya. Kenalin ke gue satu lah.." Aku masih menatap tak suka ke arah Lizzia lagi. Anaknya emang suka ceplas-ceplos.
"Inget aturan asrama, lu!" Reva menoyor kepala Lizziaㅡyang kebetulan tengah duduk di lantai karpet berbuluㅡdekat dari jangkauannya.
Memang benar. Saat aku menginjakkan kaki ke dalam lingkungan asrama, aku merasa seakan-akan aku masuk ke dalam dunia yang penuh dengan aturan dan regulasi yang ketat. Salah satu peraturan yang selalu menghantui pikiran setiap siswa adalah larangan berpacaran. Entah itu pagi, siang, atau malam, aturan ini selalu menggantung di atas kepala kami, seperti pedang Damocles yang siap jatuh kapan saja. Setiap kali aku memandang sekeliling asrama, aku melihat wajah-wajah yang penuh dengan rasa penasaran dan keinginan untuk mengejar cinta, tetapi aturan ini seolah-olah menjadi tembok yang tak terkalahkan yang menghalangi kita. Namun, jika aku melihat lebih dalam, aku mulai mengerti mengapa aturan ini ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Bulan 🌙
HorrorTadinya Luna adalah siswi pindahan yang kini menetap di asrama Decelis semenjak orang tuanya pindah di kota ini. Harapnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin beradaptasi di asrama dengan baik, mendapatkan banyak teman dan ilmu yang bermanfaat. Namun sem...