"Kak Lun, hampir hujan! Jemuran lo!"
Tadinya aku tengah duduk dengan nyaman di kursiku, mataku terfokus pada layar. Jari-jariku menari di atas keyboard dengan keahlian yang sudah terlatih, menghadirkan kata-kata yang akan merangkai makalah sastra yang tak kunjung selesai aku kerjakan. Kamar asrama yang tenang memberikan latar belakang yang sempurna untuk pemikiranku yang tengah berkembang. Tiba-tiba seruan Lizzia terdengar, hingga bisingnya berhasil merusak konsentrasiku begitu saja dalam sesaat. Aku menolehkan pandanganㅡmembuka lebar jendela di depankuㅡdan benar saja, langit dipenuhi awan mendung, berlapis-lapis seperti gumpalan kapas yang lembut. Awan-awan itu bergelayut begitu rendah, seakan-akan mereka merindukan sentuhan bumi, dan aku pun merasakan kerinduan yang sama.
Aku kembali sibuk dengan laptop untuk menekan tombol save. Perasaan lega mengalir melalui diriku saat aku melihat tanda centang kecil yang muncul di layar. File makalah itu telah tersimpan dengan sukses. Meskipun belum selesai tuntas aku mengerjakannya, aku tak mau file itu sampai hilang atau terhapus saat aku meninggalkan laptopku dalam keadaan terbuka seperti ini.
Lantas aku bangkit dari kursi dan bergerak dengan cepat keluar dari kamar asrama. Sekarang, tanggung jawab selanjutnya menantiku. Tanggung jawabku pada cucianku yang tengah ku jemur, jangan sampai air hujan kembali membasahi mereka yang telah kering. Karena diantaranya ada seragam yang besok Senin harus dipakai. Aku mempercepat langkahku, menyusuri koridor yang sepi menuju atap asrama. Cuaca hari itu tidak dapat dipercaya. Matahari telah bersinar terang sepanjang pagi, tetapi sekarang mendung mendekat dan mendominasi langit, seolah memberi tahu bahwa hujan tak akan lama lagi datang.
Sesampainya di atap, nafasku tersengal, dan aku langsung bergegas menuju tempatku biasa, tempat jemuran dipegang erat oleh tali jemuran. Sambil berusaha secepat mungkin menggenggam jemuran itu, aku merasa butiran-butiran hujan kecil mulai jatuh dengan pelan. Tapi itu tidak cukup untuk menghentikanku. Aku menggeliatkan jemuran dari tali, memasukkannya ke keranjang dan bersiap-siap untuk berlari turun saat aku merasa semakin banyak tetesan hujan mendarat di tubuhku.
Namun, kegelapan dari awan mendung ditambah lampu dari arah tangga dan lorong asrama yang belum dinyalakan, tak memungkinkanku melihat dengan jelas. Aku mengecilkan pandangan mataku, tak menyadari keberadaan seseorang yang sedang mendekat. Tanpa peringatan, tubuhku menabrak keras sesuatu yang juga bergerak cepat. Saat aku berbalik, aku menyadari bahwa aku telah menabrak siswi dari kamar lain yang juga tengah berlari ke arah jemurannya. Mata kami bertemu dalam kebingungan, aku merasa bersalah. Dengan malu, aku menunduk dan meminta maaf sembari merapikan rambutku yang kacau akibat benturan tadi. Dia sangat cantik demi apapun.
Aku terdiam sesaat dengan keranjang berisi jemuranku di tangan. Gadis itu hanya tersenyum dan kembali bergegas memunguti jemuran miliknya. Aku mengerutkan dahiku sejenak selagi aku melangkahkan kakiku menuruni tangga dengan hati-hatiㅡtak ingin kejadian tak diinginkan sepeti tari terjadi lagi. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya, dia dari kamar mana ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Bulan 🌙
HorrorTadinya Luna adalah siswi pindahan yang kini menetap di asrama Decelis semenjak orang tuanya pindah di kota ini. Harapnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin beradaptasi di asrama dengan baik, mendapatkan banyak teman dan ilmu yang bermanfaat. Namun sem...