"Gimana?"
Bodoh, kenapa malah kata itu yang keluar?
"Katanya tadi harus pakai honorifik? jadi aku panggil Kak. Salah lagi?"
"Anu nggak, maksudnya... nggak usah panggil Kak juga nggak apa sih sebenernya..."
"Perempuan tuh sulit dimengerti, ya?" aku hanya bisa meringis.
Sesaat, suasana di ruangan itu begitu hening hingga hanya terdengar suara dari halaman-halaman buku yang dibalikkan dengan hati-hati. Suara itu berpadu dengan deru mesin pendingin ruangan yang konstan, mengisi keheningan di antara kami dengan nada monoton. Setiap detik yang berlalu terasa seolah melambat, menambah intensitas keheningan yang menyelimuti kami. Aku merasakan seolah-olah kami berada dalam dunia yang terpisah dari hiruk pikuk kehidupan di luar. Akhirnya, setelah jeda yang seakan abadi, dia kembali menoleh kepadaku, matanya mencari-cari sesuatu di wajahku, seakan ingin menyampaikan sesuatu yang tak kunjung terucap dari mulutnya.
Aku menyadarinya dan menoleh, "ya? kenapa?"
"Itu.. semalam ada kegaduhan, ya?" aku mengerutkan kening.
"Iya sih, ada, tapi kok lo tau? padahal itu kejadiannya di asrama loh?"
"Ada, aku curi-curi dengar dari seseorang saja. Jadi memang benar?"
Aku mengangguk. "Temen gue kamar sebelah, katanya nengok 'sesuatu' di kamar mandi kamarnya. Dia teriaklah histeris gitu sampe bikin heboh satu asrama, tapi untungnya semua bisa dikondisikan kembali kok. Nggak tau deh, kayaknya dia emang kecapekan aja."
"Luna juga?"
"Sorry?"
"Luna juga liat sesuatu, nggak?" aku sempat kembali memutar otakㅡingin mengiyakanㅡnamun takut jika perkataanku akan membuat Satya takut juga nantinya.
"Enggak sih," jawabku.
"Bohong, ya?" sejenak aku terdiam, seolah tak sanggup barang bernafas sekalipun.
Kayak abis kepergok nyuri barang.
"Ng.. itu.."
"Nggak apa, jujur aja. Luna lihat juga, kan? seperti apa dia?"
"Bentar, kenapa pembahasannya jadi begini, sih?!" ada sedikit rasa terganggu saat ia menanyakan hal seperti ini padaku, jujur saja.
"Luna tidak nyaman?"
Aku menghela nafas, meletakkan pembatas buku pada halaman terakhir yang ku baca, lantas aku menutup bukuku. "Cewek, jelek pokoknya. Yang terakhir gue lihat sih di cermin, dia ada di belakang gue. Gue nggak cerita ke siapapun, takut mereka parno nanti. Apalagi rata-rata temen sekamar gue skeptis banget sama hal-hal begituan." Ada jeda beberapa saat setelah Satya mendengarkan penjelasanku barusan.
"Lain kali nggak usah dilirik atau diliat, ya? kalo ketemu, Luna melengos aja. Takutnya dia makin caper. Biasanya 'mereka' emang suka keterlaluan kalo tau manusia bisa ngeliat mereka."
"Begitu kah? emang gue nggak ada minat buat ngelirik lama sih, buat apa juga? ngeri yang ada mah."
"Kalau.. Luna mau tau, Luna itu punya energi khusus yang bikin mereka penasaran dan pengen deketin Luna. Kamu punya semacam magnet buat narik mereka mendekat, jadi saran aku hati-hati, ya? Luna juga.. kadang bisa 'liat', kan? bedain ya yang mana manusia asli, dan mana yang enggak. Kadang emang wujud mereka bisa menipu."
Mulutku semakin terkunci rapat, tak tau harus bereaksi apa atas yang aku dengar dari Satya barusan. Secara tiba-tiba sekali dia membahas hantu?
"Ah.. iya, aku bakal hati-hati kok, makasih ya?" pada akhirnya kalimat itulah yang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Bulan 🌙
TerrorTadinya Luna adalah siswi pindahan yang kini menetap di asrama Decelis semenjak orang tuanya pindah di kota ini. Harapnya tak muluk-muluk, ia hanya ingin beradaptasi di asrama dengan baik, mendapatkan banyak teman dan ilmu yang bermanfaat. Namun sem...