Asing

1.2K 109 2
                                    

"Eh?"

---

Felix pingsan, mate nya pingsan, begitu pun mate milik Hyunjin. Dan jangan lupakan satu orang yang sudah melihat itu semua, sang pemilik toko yang juga langsung dibuat pingsan oleh Hyunjin.

"Kita harus menghapus memori mereka. Ini bukan waktu yang tepat untuk mereka tau lebih jauh, hyung," ujar Hyunjin.

"Baiklah. Kau bisa teleportasi bukan?" tanya Minho.

Hyunjin terkekeh sambil menaikkan kedua sudut bibirnya, "Kau mau apa hyung? Badanku akan terbelah kalau tidak melakukan teleportasi sempurna," ujar Hyunjin.

Minho menggertakkan giginya. Yang bisa melakukan teleportasi hanya dirinya dan Felix. Sedangkan Felix masih pingsan.

"Memotong memori tiga orang itu cukup menguras tenagaku kalau kau lupa," gerutu Minho.

"Aku akan mencarikanmu darah di rumah sakit nanti!" seru Hyunjin sambil mengerlingkan matanya.

"Gila!" ujar Minho kepada Hyunjin.

Minho nampak berpikir keras di situasi yang sempit ini. Sihir yang mereka terapkan tidak bisa bertahan lama, karena orang-orang di luar cafe ini pasti akan curiga.

"Siapa mate mu? Jeongin? Aku akan memotong memorinya lebih dulu. Bawa dia ke ruang staff, jangan lupa kuasmu tetap tinggalkan. Kita akan membuat seolah-olah mereka melakukan hari ini selama dua kali. Aku akan membawa Felix ke kastil. Pemilik toko akan ku letakkan tidak jauh dari cafe. Lalu untuk Jisung..."

Minho mengusap lembut pipi Jisung yang masih terpejam. Secara tidak sadar, taring Minho memanjang dengan sendirinya.

"Hyung..." panggil Hyunjin.

"Hm?" respon Minho.

"Taringmu..." ujar Hyunjin.

Minho membuka mulutnya tidak nyaman. Dirinya memiliki keinginan untuk mengoyak leher matenya, mencecap manis darahnya, dan memilikinya.

Minho kembali pada kewarasannya. Akhirnya, setelah ia memotong memori milik Jisung, termasuk jati dirinya di perpustakaan tadi siang, ia meletakkan Jisung kembali di kursi cafe, mendudukkannya di tempat semula.

Minho terduduk di kursi cafe dengan kepala mendongak. Tenaganya yang ia hemat selama bertahun-tahun lamanya, terkuras begitu saja.

Minho berhasil melakukan semua rencananya. Ia menepuk tangannya satu kali, dan semua sudah kembali seperti awal mereka masuk ke dalam cafe tersebut.

15 menit kemudian...

Semua kembali seperti awal.

"Ice americano atas nama Lee Minho!"

Minho yang masih lemas tak berdaya di atas kursi, melirik ke arah Hyunjin yang sedang melukis di dinding. Hyunjin yang melihat kode dari Minho langsung turun dari tangga kecilnya dan berjalan menuju kounter untuk mengambil pesanan milik Minho.

"Atas nama Lee Minho ya?" tanya Hyunjin pada Jeongin.

"Uh- oh, iya hyung," ujar Jeongin gelagapan.

Hyunjin mengambil gelas berisi kopi hitam itu sambil mengerlingkan matanya ke arah Jeongin. Jeongin hanya tersenyum mengangguk ketika melihat sikap Hyunjin. Jeongin melihat gerak-gerik Hyunjin ke seorang lelaki yang nampaknya sangat akrab dengannya? Mungkin saudaranya, batin Jeongin.

Sesampainya di meja Minho, Hyunjin meletakkan kopi itu sambil menggoda kakaknya yang terlihat lelah itu, "IcE ameriCAno atas nama LeE MinHO~"

Mata merah Minho melirik tajam ke arah Hyunjin. Tanpa bersuara, Minho mengucapkan sesuatu yang membuat Hyunjin memasang raut wajah mengejek ke arah kakaknya itu.

Mine - Minsung, Changlix, HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang