Surat

798 90 9
                                    

Ku beri kau waktu satu minggu.
Serahkan mate kalian padaku.

Minho meremat kertas yang ada dalam genggamannya. Hyunjin, Jeongin, Felix, dan Changbin hanya bisa diam menatap Minho. Jisung terbaring lemah di atas ranjang akibat perbuatan Seungmin.

"Ketika Jisung membaik, aku akan melepaskan kekuatan itu," ujar Minho.

Dia tidak ingin siapapun kembali menjadi korban.

Cukup dirinya, Jisung, Changbin, dan juga Felix.

Hyunjin mendekat ke arah Minho dan menepuk bahu Minho perlahan.

"Aku percaya padamu hyung," ujar Hyunjin.

---

Hari demi hari, Jisung pulih dengan kekuatan sihir penyembuh dari Jeongin. Laki-laki itu bahkan bisa mengikuti ujian terakhirnya yang dilaksanakan di kampus.

Terkadang Minho berpikir, apakah ketahanan tubuh mate nya begitu bagus sehingga dia bisa pulih dengan cepat?

Minho dan Jisung kembali ke kastil sekembalinya mereka dari kampus. Kini, Minho jauh dua kali lebih protektif kepada Jisung. Dan dia juga harus menjaga mood si tupai agar tetap baik-baik saja. Kejadian kemarin cukup untuk membuatnya trauma.

Ini sudah berjalan hari kedua.

Minho memasuki kamarnya dan langsung memeluk Jisung dari belakang. Ia mendekap Jisung erat seakan-akan mate nya itu bisa hilang dari hadapannya saat ini.

Jisung yang terkejut hanya bisa mendorong Minho, namun nampaknya, usaha kecil itu sia-sia ketika dia mendengar yang lebih tua berbicara dengan suara serak.

"Jangan pergi...

Jangan tinggalkan aku seperti kemarin,

Aku ingin menjagamu. Percayalah padaku,"

Telapak tangan Jisung berhenti di atas lengan yang lebih tua. Dia menepuk dan mengusap perlahan lengan Minho.

"Maaf. Aku hanya merasa seperti tidak dibutuhkan di sana," ujar Jisung.

Minho kecup leher Jisung, menghirup aroma manis sang mate yang menggugah seleranya. Jisung reflek memberikan akses yang memudahkan vampir itu untuk mengeksplor lehernya.

"Jangan pernah berpikir seperti itu lagi. Ingatlah aku yang selalu menginginkanmu setiap saat untuk ada bersamaku," ujar Minho.

"Walaupun aku tidak sama seperti yang lainnya? Kau tahu, aku tidak istimewa pak," ujar Jisung.

Kini Minho paham apa yang menyebabkan matenya pergi meninggalkan kamar Felix waktu itu. Jisung merasa tidak aman. Jisung merasa tidak pantas berada di tengah-tengah mereka karena dirinya hanya manusia biasa. Minho mempererat pelukannya pada tubuh kecil Jisung.

"Panggil hyung saja, Jisung," ujar Minho memohon.

Ditariknya pemuda tupai itu ke atas ranjang. Minho kembali mendekapnya seperti tadi. Minho ingin sekali mencurahkan isi hatinya pada Jisung, tapi dia tidak ingin terlihat lemah di depan lelaki itu.

Maka dari itu, Minho sejak awal hanya mendekap Jisung untuk menahan emosinya. Semua kejadian belakangan ini cukup membuatnya gila. Belum lagi surat ancaman dari Seungmin.

"Ada apa, hyung? Mau cerita?" tanya Jisung.

Respon gelengan dapat Jisung rasakan di bahunya. Melihat Minho yang memeluknya erat membuat laki-laki itu bertanya-tanya.

Apakah beban Minho benar-benar berat saat ini?

Apa yang bisa ia lakukan untuk membantunya?

Jisung memaksa Minho untuk melonggarkan pelukannya. Ia berbalik menatap sang dominan yang sedang melamun dengan wajah kusut. Dicuri kecup bibir tebal itu, membuat sang vampir terperangah.

"Kau--"

"Ya, aku menciummu, Tuan Vampir. Ada apa dengan wajah kusutmu itu? Jika kau memintaku untuk percaya padamu, maka bisakah aku memintamu untuk percaya padaku?" tanya Jisung.

Manik mata Minho nampak enggan menatap Jisung. Sebegitu mudahnya kah dirinya nampak lemah di depan matenya?

Jisung berdecak dan berkata, "Jika kau tidak bisa percaya padaku, aku juga tidak bisa percaya padamu. Impas kan?"

Minho kembali menatap Jisung dengan tatapan tidak percaya, "Jangan..."

Kini Jisung yang berganti memeluk tubuh besar itu. Dengan berani, ia hirup aroma maskulin yang menguar dari perpotongan leher sang dominan.

"Aku percaya jika kau akan menjagaku hyung. Sekarang ceritakan padaku apa masalahmu," ujar Jisung.

Minho akhirnya meluapkan seluruh emosinya. Bagaimana dirinya harus menjaga kastil ini, memikirkan bagaimana surat ancaman Seungmin, serta memikirkan bagaimana nasib mereka berenam.

"Puncak masalahnya...ada padaku,"

Jisung mengalungkan kedua tangannya ke leher sang dominan, berusaha memeluk sedekat yang ia bisa. Minho merespon gerakan Jisung sambil mengusap surai Jisung dari belakang dengan lembut.

"Aku...aku harus melepaskan kekuatan warisan untuk menjaga kalian. Kekuatan itu sangat besar, bahkan bisa mengambil jati diri vampir itu sendiri. Aku takut, jika nanti aku melepaskannya, aku akan berubah menjadi orang lain, atau lebih parah, mungkin aku tidak bisa mengenalmu lagi," jelas Minho.

Jisung memundurkan kepalanya untuk menatap Minho. Dapat dia lihat, mata vampir itu berkaca-kaca, sangat ketakutan. Ia tempelkan dahinya dengan dahi sang dominan, menghembuskan nafasnya perlahan.

"Kau tahu? Aku percaya kau tidak akan melupakanku. Aku mencintaimu, hyung," ujar Jisung.

Tanpa menunggu respon yang lebih tua, Jisung lumat bibir si vampir yang masih berusaha memproses apa yang terjadi. Lumatan itu akhirnya terbalas setelah beberapa detik, bersamaan dengan tangan Minho yang semakin menekan tengkuk Jisung untuk memperdalam ciuman mereka.

Ciuman itu terlepas. Menyisakan nafas putus-putus yang keluar karena kekurangan oksigen. Minho menangkup wajah Jisung dengan kedua tangannya. Diusapnya pipi yang mulai memerah itu perlahan dengan tangan dinginnya. Jisung merespon dengan mengecup perlahan telapak tangan sang mate.

"Aku juga mencintaimu, Han Jisung,"

---

"Bagaimana? Apa kau berhasil membuatnya membangkitkan kekuatannya?"

Hyunjin berlutut di hadapan Seungmin dengan kepala menunduk, "Akan kupastikan."

"Cepatlah, aku tidak suka menunggu. Ingat, keluarga penyihir itu...ada di tanganku," Seungmin membalikkan badannya menuju kastilnya. "Panggilkan Channie untukku,"

Beberapa pengawal mengikutinya dari belakang. Setelah sosok itu hilang dari pandangan, barulah Hyunjin mengangkat wajahnya dan berdiri.

"Bagaimana rasanya mengkhianati keluarga yang sudah merawatmu bertahun-tahun?"

Seorang vampir, dengan mulusnya berkata seperti itu di hadapan Hyunjin. Hyunjin memilih pergi daripada harus berhadapan dengan vampir itu.

"Cih, membosankan,"

Hyunjin keluar dari kastil Seungmin dengan perasaan tak menentu. Tidak munafik ketika dirinya merasa janggal harus mengkhianati keluarga Lee seperti ini. Mau bagaimana pun, keluarga mereka yang sudah membantunya dari kesendirian saat ini.

Di sisi lain, keluarga matenya diancam oleh Seungmin. Hyunjin membayangkan wajah nenek Jeongin ketika pergi bersamanya waktu itu di pagi hari. Dia tidak ingin wanita itu merasakan kekejaman Seungmin untuk kedua kalinya.

Astaga.

Kepalanya benar-benar pusing saat ini. Ingin rasanya dirinya membelah diri. Biarkanlah dia nanti yang melawan dirinya sendiri nanti, kalau seandainya bisa.

Namun sayang, dirinya sudah kepalang basah berkhianat pada Minho dan Felix.

Hyunjin memijat kepalanya. Dia harus segera kembali ke kastil sebelum orang-orang di kastil mencurigainya.

"Maafkan aku hyung, Felix,"

---

Catatan Penulis :

Keinginan untuk menampol wajah Hyunjin : STONKS

Mine - Minsung, Changlix, HyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang