Kenapa Mila betah berteman dengan Harris? Ya karena tuh orang walaupun pelit, medit, cap jahe, dan resenya naudzubillah, tapi kalau konsul urusan kerjaan nggak kaleng-kaleng ilmunya. Itung-itung punya tutor pribadi, jadi Mila nggak bego-bego amat dan nggak salah jalan.
"Astaga Mila. Perasaan gue udah sering bilang kalau lo nggak bisa nyamain strategi pasar tiap produk. Ngeyel banget sih jadi orang." Harris melayangkan tatapan kesal dengan alis mengerut tajam kearah Mila.
Mila memutar bola matanya saat omelan yang entah kesekian kalinya di lontarkan Harris. Apalagi bundelan file yang udah susah payah Mila susun di corat-coret dan di ganti dengan tulisan dia. Beuh, gendek banget. Tapi nggak bisa komplen juga dan yang Mila lakuin saat ini pasrah aja dengan tubuh dia kempaskan ke sandaran sofa. Memilih menatap langit-langit ruangan dengan hati ngedumel.
"Ya kan tinggal di coba dulu apa salahnya?" elak Mila yang sebenernya nggak mau di salahin sama Harris dan terlihat bego banget di matanya. Pasti jadi bahan ledekan, yakin deh.
"Apanya yang di coba?" dengus Harris, "kalau tetep maksain, budget buat promosi bakal membengkak dan nggak akan sebanding sama incomenya nanti." Harris menatap jengah perempuan disampingnya ini yang malah sibuk bermain hp.
"Lo dengerin gue nggak sih?" kesal Harris dan membanting pensil di tangan begitu saja ke atas meja dengan cukup kasar.
Mila melirik Harris yang ikut menyandarkan tubuhnya di sofa seperti yang Mila lakukan.
"Kenapa sih, marah-marah mulu perasaan dari tadi?" heran Mila yang kemudian menarik bundelan file yang tadi di corat-coret Harris dan membacanya sekilas, mendengus dengan menahan gondok karena coretan disana sini dan kembali menghempaskan tubuh pada sofa.
"Gue nggak suka kalau lagi ngomong lo malah main hape." terang Harris menatap lurus tanpa mau menoleh ke arah Mila.
"Siapa yang main hape sih, orang gue lagi bales WA Mami lo nih—" Mila menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan room chatt dengan Mami Tari.
Harris meringis dan menggaruk rambutnya yang Mila yakin nggak gatal sama sekali.
"Makanya jangan suudzon mulu sama gue." tutur Mila dan meletakkan hapenya di atas meja, dekat dengan bundelan file yang kemudian dia bawa ke pangkuan.
"Mau ngapain Mami hubungin lo?" tanya Harris mengalihkan pembicaraan yang mulai menyudutkannya.
Harris tau dia salah karena langsung menuduh Mila mengabaikannya, tapi dia nggak mau dipojokkan dan terlihat bego di depan Mila.
Mila menoleh ke arah Harris dan menatap laki-laki itu cukup lama yang membuat Harris mengalihkan pandangan.
"Mastiin si manja ini udah makan belum." kata Mila sembari mengusap rambut Harris dengan santai tanpa beban menggunakan sbeelh sebelah tangannya, karena yang satunya digunakan untuk menahan bundelan kertas di pangkuan.
Bedanya, Harris justru tersentak dengan perbuatan Mila. Hal seperti ini selalu mengusiknya, dan membuat dia sedikit salah tingkah. Tapi, Harris berusaha menutupi apa yang dia rasakan dari Mila. Cukup dirinya yang tau dan Harris juga nggak berniat mengungkapkannya.
"Apaan sih." ketus Harris menepis pelan tangan Mila demi menutupi sedikit kesalah tingkahannya.
"Dih." Mila mendelik dengan respon Harris.
Sedangkan Harris menatap Mila dari samping yang tengah membaca file di pangkuannya dengan wajah serius.
"Ini gimana sih? Lo sengaja kan nyoret semua yang udah gue buat?" tuduh Mila yang mukanya udah mulai kesal.
Harris mengerjap dan kemudian berdehem dari keterpakuannya menatap profil Mila dari samping.
"Tuh kan malah nuduh gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adu Gengsi
ChickLitMila bersumpah, kalau punya pacar, orang pertama yang akan dia recokin adalah Harris. Harris Jonathan Hadiaji, si rusuh yang katanya siap di repotin kalau Mila punya cowok.