"Nggak. Prosedur kerjasama perusahaan gue nggak bisa kayak gini." tolak Harris dengan tega meletakkan file begitu saja di atas meja yang membuat Mila merengut.
Dan dugaan Mila benar adanya, nih laki nggak gampang nerima kerjasama, walaupun dengan perusahaan cukup besar selayaknya tempat Mila bekerja.
"Ya tapi lo kan bosnya," Mila mencoba bernego dengan Harris, "jangan samain gue sama calon klien lo yang lain, anggap gue temen lo sendiri. Masa sama temen nggak ada keringanan sama sekali."
Harris mendengus tak setuju, "temen sih temen, urusan kerjaan nggak ada yang namanya temen, sekalipun itu lo orangnya." tegas Harris.
Bagi Harris urusan menjalin kerjasama, apalagi dengan pihak baru yang sebelumnya sama sekali belum bersinggungan, akan sangat beresiko. Harris belum mengenal lebih dalam perusahaan Mila, dan hal itu tentu perlu peninjauan lebih sebelum memutuskan untuk bekerja sama. Tidak langsung tanda tangan di proposal yang Mila ajukan padanya sekarang ini.
"Tapi yang gue tawarkan buat kemajuan perusahaan lo juga."
"Perusahaan gue belum butuh jasa perusahaan lo, Mil. Nanti deh kalau butuh gue hubungin lo langsung." kata Harris mengambil jalan tengah.
Mendengar itu, Mila bukannya lega malah frustasi. Dia tau perusahaan Harris bukan jenis perusahaan kecil yang masih mengandalkan perusahaan seperti tempatnya bekerja. Perusahaan laki-laki itu sudah berdiri kokoh dengan bidang kerjaan yang sudah jelas bisa menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Terbukti dari menterengnya nama perusahaan dia dimana-mana.
"Please, kali ini aja deh lo coba fikirkan tawaran gue." bujuk Mila. Dia harus merendahkan diri dengan memohon pada Harris demi proposal kerjasama ini.
Dengan kening mengernyit dalam Harris menyorot Mila yang wajahnya terlihat frustasi, "lo di desek siapa sih sampe mohon-mohon kayak gini?"
Pasalnya Mila tak pernah melakukan hal ini, terutama pada Harris.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Mila. Dia menunduk dengan tangan memilin ujung baju yang di kenakannya.
Sementara itu, Harris menunggu Mila menjawab pertanyaannya dengan tatapan tak lepas dia arahkan pada perempuan di depannya.
"Kalau gue kasih tau, lo bakal tanda tangan?" Mila mendongak, menatap Harris tepat di kedua matanya dengan tatapan penuh harap.
Harris sempat bergetar dengan tatapan itu, tapi dengan cepat dia berusaha menguasai diri dan menggelengkan kepala tegas, "Nggak juga sih." jawabnya membuat Mila merengut dengan bibir mengerucut.
"Gue nggak mau di pecat," lirih Mila dan kembali menundukkan kepala.
Sebenarnya Mila jijik berakting menyedihkan di depan Harris seperti sekarang, tapi gimana lagi, nih laki nggak mau di ajak kerjasama.
Lagi, kerutan kembali terlihat di kening Harris, "lo nggak bakal di pecat cuma gara-gara hal ini, Mil, percaya sama gue."
"Sesat kalau gue percaya sama lo." ketus Mila dan membuang wajah ke arah lain.
Harris terkekeh dan kemudian berkata, "atau gini deh, lo coba tawarin ini ke perusahaan Dimas, kayaknya perusahaan dia lagi butuh." usul Harris.
"Kalau bisa juga udah gue tawarin dari kapan hari, tapi masalahnya gue butuhnya sama perusahaan lo." Mila menghembuskan nafas lelah dan menghempaskan tubuhnya sampai berbaring di sofa yang dia duduki.
"Maksa banget anjir," kekeh Harris menggeleng-gelengkan kepala tak habis fikir.
"Bodo ah, pusing gue," Mila membalikkan tubuh memunggungi Harris dengan posisi sudah berbaring nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adu Gengsi
ChickLitMila bersumpah, kalau punya pacar, orang pertama yang akan dia recokin adalah Harris. Harris Jonathan Hadiaji, si rusuh yang katanya siap di repotin kalau Mila punya cowok.