Lamaran Untuk Adelia

47 9 1
                                    

Assalamualaikum semuanya, selamat malam. Penasaran dong bab ini akan membahas tentang apa? Iyaaa. Bab ini menceritakan tentang lamaran untuk Ning Adelia. Daripada penasaran, langsung cus dibaca yaaa. Eits, jangan lupa tap love dan kasih komen juga ya.

====

Jika memang ditakdirkan untuk berjodoh,

maka tak ada yang tak mungkin di dunia ini.

Apalagi jika 'kun' milik Allah sudah terucap.

Manusia yang kecil ini tak akan bisa menolaknya.

===

"Apa Abah tidak salah dengar, Gus?" tanya Kyai Abdullah saat mendengar ucapan dari mulut Gus Syam.

"Nggeh, Pak Kyai. InsyaAllah Syam sudah siap menjadi imam untuk Ning Adelia." Syam menatap lelaki sepuh di depannya dengan penuh keyakinan. Lelaki itu tidak ingin jika Kyai Abdullah merasa bahwa Syam hanya bermain-main. Padahal di hatinya memang ada nama Adel, sejak dulu.

Kyai Abdullah menarik napas panjang, setengah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Padahal baru tadi malam lelaki itu mengatakan akan menikahkan putri terakhirnya, ternyata pagi ini sudah ada yang datang untuk melamar. Gus Syam Abdurrahman, seorang calon penerus dari Pesantren At-Taqwa.

"Saya tahu, Pak Kyai memang tidak terlalu yakin dengan saya. Apalagi saat Pak Kyai akan menyerahkan putri yang paling dicintai kepada orang lain." Gus Syam menghentikan ucapannya, menarik napas panjang untuk menata jantungnya yang berdegup lebih kencang. "Namun, cinta saya pada Ning Adelia, seperti cinta Nabi Muhammad pada Siti Khadijah, cinta yang tulus dan murni. InsyaAllah, apa pun masalah yang akan saya hadapi nanti tentang Ning Adel, saya siap. Saya pun siap membimbingnya menjadi istri yang baik dan mencari ridho Allah. Saya siap menyempurnakan setengah agama saya dengan Ning Adelia, agar kita bisa sama-sama berkumpul di sana nanti."

Lelaki sepuh yang tengah bercengkerama dengan calon menantunya itu menganggukkan kepala beberapa kali, mencoba memahami rasa muda yang telah bergelora. Sepertinya kedatangan Gus Syam pagi ini menjadi sebuah jawaban atas kegamangan di hatinya tentang tingkah Adelia yang tak pernah bisa diatur.

"Saya tidak bisa memberi jawaban. Hanya Adel yang bisa memberi jawaban karena dialah yang akan menjalani pernikahan ini," ucap Kyai Abdullah setelah berpikir panjang. "Saya akan panggilkan Adel dulu."

Kyai Abdullah berdiri dari duduknya, menuju ke kamar Adel. Diketuknya pintu kamar Adel perlahan, ditunggu beberapa saat, tapi tidak ada jawaban. Lelaki itu menarik napas panjang, mungkin Adel masih belum mau keluar kamar.

"Ning Adelia, ada tamu yang mau menemui kamu," ucap Kyai Abdullah akhirnya. "Assalamualaikum."

Tidak ada jawaban, hati Kyai Abdullah mulai resah. Sang istri tengah berada di pasar saat ini ditemani olah santriwati. Jelas Adel tidak ikut ke pasar karena tidak terlihat naik mobil. Sementara tidak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar.

"Assalamualaikum, ya humairah," ucap Kyai Abdullah lagi, memanggil nama Adel.

Humairah adalah panggilan kesayangan Kyai Abdullah untuk Ning Adelia. Lelaki itu selalu bisa meluluhkan hati Adel jika memanggil dengan nama itu. Semarah apa pun Adel dalam diamnya, jika ada yang mengucap salam, gadis itu selalu menjawabnya.

"Adelia!" panggil Kyai Abdullah dengan sedikit kencang, membuat Syam yang ada di ruang tamu langsung terkejut dan merasa gelisah.

Dengan cepat, Kyai Abdullah membuka pintu kamar. Tidak terkunci. Namun, saat matanya mulai memindai seisi kamar, tidak ditemukannya sosok sang putri. Bahkan kamar itu terlihat seperti tidak sedang ditiduri. Lelaki itu menuju ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar, membukanya. Tidak ada tanda-tanda bahwa kamar mandi tersebut digunakan semalam.

Perasaan tak enak langsung menyergap, langsung saja kakinya melangkah ke arah garasi. Dugaannya benar, Rebecca kesayangan sang putri tidak ada di tempat. Jika soal kabur dari pesantren, Adel memang jagonya.

"Astaghfirullah, Adelia," ucap Pak Kyai sambil memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.

"Ning Adel kenapa, Pak Kyai?" tanya Gus Syam yang kini sudah berada di samping calon mertuanya. Lelaki itu langsung menyusul setelah melihat bagaimana kebingungan Pak Kyai.

"Adel kabur lagi," ucap Kyai Abdullah pelan.

"Astaghfirullah." Hanya satu kata yang bisa diucapkan oleh Gus Syam.

Kyai Abdullah langsung meminta Gus Syam untuk mengikutinya, kembali ke ruang tamu. Dengan penuh rasa malu, lelaki yang dihormati dan disegani di masyarakat itu mulai menjelaskan seperti apa putrinya. Dia tidak ingin jika sampai Gus Syam salah memilih calon istri. Setidaknya, Gus Syam harus tahu semuanya.

Gus Syam yang mendapatkan cerita tentang Adel pun tersenyum, "Saya sudah tahu, Pak Kyai. Semua tentang Ning Adel, kebaikan dan keburukannya, insyaAllah saya terima. Walaupun Ning Adel bersikap seperti itu, saya yakin dia juga bisa menjaga dirinya, juga menjaga nama baik keluarga. Jika saya menikah dengan Ning Adelia, saya akan menemaninya ke mana pun dan menjaganya seperti menjaga nyawa saya."

"Masya Allah. Sepertinya Allah memang mengirimkan lelaki sebaik Gus Syam untuk menjadi suaminya Adelia. Saya setuju jika Adel dibimbing oleh njenengan, Gus." Wajah Kyai Abdullah berbinar bahagia, tak menyangka jika akan ada lelaki baik yang menerima Adel apa adanya. "Kapan pernikahan akan dilaksanakan?"

Gus Syam tersenyum lembut, merasa sudah mendapatkan lampu hijau dari calon mertuanya. "Bukankah lebih baik kita menunggu keputusan Ning Adelia juga?"

"Sepertinya tidak perlu. InsyaAllah keputusan ini yang terbaik untuk Adel. Abah ingin ada yang bisa menjaganya, menemani dan membimbingnya. Jika untuk ketaatan, insyaAllah Adel wanita yang baik. Tapi ya itu, Gus. Adelia tidak bisa diatur dan seenaknya sendiri. Apalagi jika ingin pergi keluar pesantren, jika tidak diperbolehkan, bisa kabur seperti hari ini."

Kyai Abdullah memberi keputusan sepihak. Sebagai seorang ayah, pasti dia pun ingin yang terbaik untuk anaknya. Lelaki itu tak yakin akan ada yang menerima Adelia tulus seperti Gus Syam. Apalagi Kyai Abdullah juga tahu seperti apa calon menantu dan keluarganya.

"Jika Pak Kyai sudah setuju. InsyaAllah saya bisa secepatnya. Mohon maaf, Pak Kyai, kepergian Ning Adelia hari ini membuat saya yakin untuk bisa menjaganya, pergi dengannya. Namun, jika tidak ada ikatan di antara kami, saya takut zina, memandang wanita yang bukan mahram dan bahkan berdekatannya dengannya."

Tawa terdengar dari mulut Kyai Abdullah, merasa bahagia dan tak salah dalam memilih lelaki untuk Adelia. Mana ada lelaki yang benar-benar menjaga pandangannya seperti Gus Syam? Apalagi di zaman seperti ini.

"Kapan pun njenengan mau datang bersama Kyai Hasan dan Nyai Wardah, saya dan keluarga siap untuk menyambut."

===

Gimana???? Ning Adelia tiba-tiba aja mau nikah? Kok bisa??? Cus ke part selanjutnya besok yaaa.

Matahari Untuk AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang