Mengejar Matahari

31 10 1
                                    

Selamat malam, sudah penasara tentang kelanjutan ceritanya? Yuk langsung baca. Jangan lupa like dan komen terlebih dahulu yaa.

===

Jika Bromo bisa bercerita

Dia akan menceritakan kisah kita

Saat dingin dan hangat menjadi satu

Juga kenangan yang tak bisa ditiru

===

"Dingin banget, ya?" ucap Adel sambil menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Sudah hampir jam dua pagi, entah sudah berapa jam dia duduk beristirahat di tempat itu. Warung kecil yang menyediakan mi instan dan minuman hangat. Dia meletakkan kepalanya di atas tasnya, lalu memejamkan matanya lagi. Seperti kata Surya yang menyuruhnya untuk tidur agar stamina terjaga karena mereka tidak camping di tempat itu.

Gadis tersebut lupa tidak membawa sarung tangan, sebuah kesalahan jika pergi ke tempat seperti ini. Dia pikir, jaket biasa saja sudah cukup menghangatkan, ternyata salah. Jaket yang dia gunakan masih bisa membuat hawa dingin masuk ke dalam kulit.

"Salah sendiri lu gak bawa sarung tangan. Seharusnya kan lu persiapan dulu, apa aja yang dibawa. Nih gue tebak, pasti yang ada di dalam tas lu itu cuma makeup dan makanan." Surya memperhatikan Adelia tanpa berniat membantu sama sekali.

Pengalamannya dalam berpetualang ke alam, jauh berbeda dengan lelaki di depannya. Apa yang dikatakan Surya benar, dia bahkan tak memiliki persiapan apa pun. Dia pikir, hawa di Bromo tidak sedingin ini. Gadis itu mulai waspada, jangan sampai alergi dingin kambuh di sini. Bisa bahaya kalau dia mulai menggaruki tubuh karena gatal.

Adel menundukkan kepala, sampai akhirnya sepasang sarung tangan kini sudah ada di pangkuannya. Dalam posisi duduknya, dia dapat melihat bagaimana Surya yang langsung berjalan pergi, tanpa sarung tangan.

"Kamu pake apa?" tanya Adelia setengah berteriak.

"Pake aja. Gue udah terlatih kalo soal dingin," ucap Surya tanpa menoleh sedikit pun.

Adel tersenyum tipis, entah kenapa perhatian-perhatian kecil yang diberikan oleh Surya bisa membuat hati Adel menghangat. Perhatian kecil yang tak pernah diakui oleh Surya karena egonya yang tinggi. Lelaki keras kepala yang bahkan tak bisa manis pada orang lain. Mungkin di satu saat, lelaki itu terlihat baik, tapi di saat yang lain menjadi sosok yang jauh berbeda.

Dengan cepat, gadis itu langsung memakai sarung tangan yang diberikan oleh Surya, sampai tubuhnya terasa lebih hangat. Tak mungkin jika Surya akan memberikan jaketnya untuk dipakai oleh Adel, nanti dia akan memakai apa? Lagipula Adel tak setega itu untuk membiarkan Surya kedinginan.

"Yuk ke atas. Kita kejar matahari terbit!" ucap Surya sambil berjalan mendekat, mengajak Adelia untuk mengikutinya naik.

"Udah selesai istirahatnya?" tanya Adel, lalu menguap beberapa kali.

"Mau tidur sampe kapan? Kita ke atas dulu, di sana ada mushola yang bisa digunakan buat sholat. Kita nanti istirahat di sana sebelum melihat matahari terbit." Surya memasang mesker menutupi sebagian wajahnya, lalu meletakkan helm ke atas kepala, "lagian kamu bisa sholat Tahajud di sana nanti."

Ucapan Surya seolah membangunkan Adelia dari rasa mengantuk yang dari tadi menggelayut. Seperti baru saja melakukan sholat Isya dan dia kini harus sholat Tahajud. Dia menyesal karena sudah membatalkan wudu karena di Bromo, tidak hanya udara yang dingin, tapi airnya juga. Mungkin dia harus menjaga wudu setelah sholat Tahajud nanti.

"Iya, ayo berangkat!" ucap Adelia sambil membetulkan masker dan helm pink miliknya.

Bromo, sebuah tempat yang membuat Adelia harus bersin berkali-kali karena dingin. Tak hanya itu, dia pun harus merelakan ingusnya keluar tanpa disadari. Untung saja dia selalu membawa tisu ke mana-mana, juga masker untuk menutupi hidung. Tak bisa dibayangkan jika Surya harus melihat kondisinya yang seperti orang mau pilek.

Motor melaju, meninggalkan asap yang berbaur dengan udara. Langit masih hitam, bintang-bintang bersinar dengan terang, bulan pun tak malu menunjukkan cahayanya. Walau sekeliling didominasi dengan warna hitam, tapi sudah ada beberapa motor dan mobil jeep yang sudah berkumpul untuk naik ke atas, seperti mereka.

Malam Jumat, bukan weekend, Bromo tidak seramai biasanya. Namun, hal itu cukup menenangkan hati Adelia karena kali ini mereka tidak sendirian. Tidak seperti saat di Pantai Bantol, hanya ada mereka berdua. Lagipula saat ini mereka akan langsung pulang, tidak menginap ataupun menghabiskan waktu lebih lama di sini.

Setelah sampai di mushola, Adel menyelesaikan sholat Tahajud, lalu murojaah dengan melihat aplikasi Al-Quran yang selalu ada di ponselnya. Gadis itu benar-benar menepati omongan untuk menjaga wudu sampai azan Subuh berkumandang, belum sanggup jika harus ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Airnya benar-benar dingin. Gadis itu tak tahu, Surya ikut sholat Subuh secara berjamaah atau tidak. Saat keluar mushola, dia sudah melihat Surya sudah ada di depan.

"Ayo buruan! Kita harus berjalan cepat kurang lebih sepuluh menit untuk bisa melihat matahari terbit!" ucap Surya saat melihat Adelia sudah berada di depan mushola.

===

Kira-kira mereka bisa melihat matahari terbit bersama atau tidak ya? Hihi

Matahari Untuk AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang