Empat

253 19 0
                                    

Vanilia mengurung diri di kamar kos selama dua hari tanpa ingin menemui siapapun dan baginya itu sudah cukup. Beruntung orang di sekelilingnya mengerti dengan keadaan Vanilia yang tidak mau diganggu. Selama dua hari itu pula ia menangis tanpa henti.

Sore ini ia memutuskan untuk berangkat kerja part time lagi seperti biasa setelah izin tidak masuk kerja. Beruntung, bosnya mengizinkan tanpa banyak bertanya. Vanilia hanya tidak ingin fokusnya pecah karena masih bersedih. Ia takut menggagalkan pekerjaan dan membebani semua orang di sana.

Vanilia menatap pantulan dirinya di cermin. Penampilannya masih berantakan. Lingkaran hitam terlihat. Matanya yang bengkak dan memerah juga belum sepenuhnya hilang.

Nila bilang harusnya ia tidak boleh membuang air matanya cuma-cuma untuk pulu-pulu macam Theo. Lelaki seperti itu tidak pantas menerima semua itu. Vanilia ingin sekali melakukan apa yang Nila katakan. Otaknya juga meronta-ronta, meneriaki hati agar jangan bersedih lagi, mengingatkan dia pada setiap kata-kata Theo yang membuatnya sakit dan terluka. Sayangnya, hati Vanilia menolak. Kesedihan itu tetap menggelayut.

Tangan Vanilia bergegas menghapus air mata yang luruh di wajahnya. Ibunya pernah bilang kalau kesedihan dan air mata adalah hal yang wajar. Dua hal itu menjadi bukti kalau kita adalah manusia. Tidak masalah bersedih. Tidak mengapa jika kita menangis. Hanya saja jangan membiarkan semua itu terlalu lama.

Maka dari itu, Vanilia berjanji tidak ingin bersedih berlarut-larut. Ia harus bangkit. Lupakan sudah soal cinta-cintaan itu. Mulai sekarang ia menetapkan hati untuk tidak percaya lagi dengan cinta serta pria mana pun apalagi pria tampan.

Fokus utamanya adalah menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Dan yang terpenting sekarang ialah bagaimana caranya agar mendapatkan uang tiga juta dalam waktu cepat. Lima hari lagi batas pembayaran uang semesteran dan Vanilia belum memiliki uang.

Tidak ingin membuang waktu lagi Vanilia segera pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap kerja.

***

Nureka melepaskan kacamata lalu memijat pangkal hidungnya perlahan setelah menyerahkan nilai semester untuk mata kuliah Kimia Organik yang ia empu kepada pihak fakultas lima belas menit yang lalu.

Akibat salah satu mahasiswi, sebut saja namanya Vanilia yang mendapatkan nilai C pada mata kuliah yang ia ajarkan menyebabkan keterlambatan penyerahan nilai. Sebenarnya gadis itu tidak mempermasalahkan nilai C yang ia peroleh, sebab sepanjang perkuliahan Nureka menyadari kalau Vanilia memang tidak terlalu menguasai. Namun, tidak untuk Nureka. Nuraninya seperti mendobrak dan menolak kalau ada mahasiswa mendapatkan nilai C dimata kuliah yang ia ajarkan.

Apakah ia terlalu aneh berpendapat seperti itu? Kalau iya, biarkan saja! Nureka tidak peduli.

Nureka cukup menikmati pekerjaan barunya menjadi dosen selama enam bulan kebelakang ini. Hidupnya terasa lebih berwarna, sebab mengajar adalah keinginannya sejak dulu. Nureka senang berinteraksi dengan mahasiswa.

Dadanya membuncah hebat penuh semangat saat mendapati anak didiknya mengerti dengan materi yang ia ajarkan. Kadang kala rasa frustasi juga menjalar ketika ada mahasiswa yang tidak mengerti dengan perkuliahannya dan itu membuatnya jadi tertantang untuk menemukan metode mengajar yang lain.

Jika diibaratkan dengan permen, nano-nano yang ramai rasanya sangat cocok menggambarkan Nureka saat ini.

Jam dinding di ruangan dosen telah menunjukkan pukul empat sore. Harusnya dua jam yang lalu Nureka telah angkat kaki dari sini. Namun, jabatan baru sebagai pembimbing akademik yang baru saja dipercayakan kepadanya memaksa Nureka untuk tetap tinggal di belakang mejanya sembari membimbing, mengarahkan atau membubuhkan tanda tangannya di lembaran KRS mahasiswa.

Love With Benefit ( TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang