Sembilan

273 18 2
                                    

Sesuai dengan perjanjian kemarin, hari ini Vanilia akan menemani dosennya pergi ke suatu acara. Kemarin, gadis itu sempat menanyakan perihal rundown acara, tetapi pria itu hanya mengedipkan salah satu matanya dan meminta Vanilia untuk menunggu instruksi.

Vanilia hanya mengangguk mengiyakan. Toh dia memang harus mengikuti perintah saja, bukan?

Pagi ini sebuah paket datang berukuran sedang ke kos yang membuat Vanilia jantungan. Pasalnya, Nureka tidak menginformasikan apa pun kepadanya terlebih dahulu. Kalau saja pria itu melakukannya, Vanilia bisa bersiap untuk menunggu di depan pagar agar tidak ketahuan dengan teman kosnya yang lain.

Sepertinya Vanilia masih beruntung. Nila sedang tidak berada di kost. Fio mungkin masih tidur di kamarnya di lantai dua sedangkan salah satu teman kosnya bernama Mulan yang paling kepo di antara mereka sedang berlibur ke Labuan Bajo.

Begitu menerima paket tersebut Vanilia langsung ngacir masuk ke dalam kos dan mengunci pintunya. Ia terengah-engah saking kencangnya berlari, padahal tidak ada satu pun anak kos-an lain yang melihat. Bahkan Vanilia sempat mengecek arah CCTV saat menerima paket. Ia hanya takut dicurigai melakukan hal yang aneh, padahal jika dilihat apa yang ia lakukan saat ini memang tidak ada yang aneh.

Mungkin ini efek ketakutan Vanilia jika ia ketahuan. Ia hanya tidak ingin menambah masalah. Toh, perjanjian pura-pura ini hanya sampai tiga bulan.

"Waooww!!!" decak kagum Vanilia begitu membuka paket itu.

Dering ponselnya bergetar saat Vanilia hendak mengambil barang dari dalam paket tersebut. Ia melirik ke arah layar dan mendapati Nureka memanggil.

"Iya Pak," jawab Vanilia langsung tanpa basa-basi.

"Kamu bisa gak sih, gak manggil saya dengan sebutan Bapak? Saya tidak setua itu. Umur saya baru tiga puluh."

Terdengar suara decakan setelahnya. Vanilia hanya terkekeh tanpa suara. Kalau bersuara, ia takut kena omel yang berujung pengurangan nilai atau tugas tambahan. Memang serumit ini berhubungan dengan dosen sendiri, tapi Vanilia nggak punya pilihan lagi.

"Kamu sudah terima paket dari saya?" tanya Nureka memecah keheningan.

"Sudah, Pak," jawab Vanilia. "Saya harus memakai gaun ini?" Nada suaranya terdengar kurang yakin. Gadis itu juga menggaruk keningnya yang tidak gatal.

Sebuah gaun berwarna merah maroon dengan panjang sampai mata kaki dan model V-neck di bagian atasnya sukses membuat Vanilia menganga. Seumur hidupnya dia tidak pernah mengenakan pakaian seperti ini. Jangannya baju, ke pesta saja tidak pernah. Mungkin ini akan jadi debut pertamanya.

"Itu gaun yang paling normal untuk kamu."

Entah itu jawaban jujur atau sarkas yang harus Vanilia terima dari mulut Nureka, yang jelas perutnya mendadak mulas memikirkan nanti malam.

"Berarti pestanya jadi, ya, Pak?" Vanilia menanyakan lagi. Siapa tahu saja jadwal pesta diundur atau bila perlu dibatalkan.

"Kalau batal saya nggak mungkin kirim gaun itu sama kamu selengkap itu. Seharian ini kamu mesti belajar pake heels. Saya yakin kamu gak pernah make begituan. Sekali-sekali kalau ke kampus itu kayak temanmu yang lain. Pakai wedges atau heels. Jangan sepatu kets melulu."

Vanilia tidak kesal sama sekali saat melihat benda yang dibicarakan Nureka itu di dalam kotak. Sumpah! Mungkin karena seringnya ia mendengar perkataan seperti itu dari Theo atau teman yang lain, menjadikan telinganya sudah kebal. Selama ini ia memang lebih sering mengenakan sepatu tersebut, selain karena kenyamanan juga karena hanya itu yang ia punya selain sandal jepit.

Love With Benefit ( TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang