Ternyata harapan itu hanyalah fatamorgana yang ku paksa menjadi nyata
~Azriel Xavier Alexander
Happy Reading
Gelap.
Aku mendengar beberapa orang sedang berbicara di sekitarku. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku hanya mendengarnya samar-samar.Perlahan, aku merasakan tangan lembut membuka perban yang menutupi mataku. Aneh rasanya. Ada perasaan senang, tapi sedih juga. Entah kenapa aku merasakan kesedihan, padahal, sebentar lagi aku bisa melihat dunia.
Hampir selesai. Ahhh ... lega sekali rasanya. Akhirnya perban itu terbuka.
Dokter memintaku membuka mata secara perlahan.
Silau, aku merasakan sinar lampu ruangan itu menembus kornea mataku. Aku membuka kedua mataku dengan sempurna. Kepalaku bergerak kesana kemari. Kulihat dokter, dan beberapa orang asing di sekitarku. Siapa mereka? apakah mereka yang selama ini selalu ada bersamaku?
Aku melirik seseorang yang mungkin usianya sekitar 40/50 tahunan yang berdiri di sampingku.
"Azriel, coba tebak, paman siapa?" tanyanya.
Aku mengenal suara itu. Suara paman Bram. "Paman Bram?" tanyaku.
"Benar sekali, wahh kamu sangat hafal suara paman, ya?" ucap Paman Bram dengan raut wajah sumringah.
"Iya, Paman," jawabku.
"Azriel," panggil seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping kiri ku.
"Apakah kamu juga mengenal suara ibu?" lanjutnya.Ibu panti. Pasti ini ibu panti. "Ibu, Emira?" tanyaku memastikan.
"Wah, kamu benar-benar menghafal suara kami, ya?" ucap Ibu Emira.
Aku tersenyum menatap Paman Bram dan Ibu Emira secara bergantian.
Paman Bram menggerakkan tangannya untuk mengelus pucuk kepalaku. "Anak hebat," ucapnya.
Kami berbincang-bincang cukup lama di sana. Sampai saat ini jam menunjukkan pukul 21.00. Paman Bram menyuruhku untuk segera tidur.
"Tidurlah, sayang, besok kita bermain lagi," ucapnya dengan nada lembut.
"Paman," panggilku.
"Iya?"
"Apakah setelah ini, aku akan tetap tinggal di panti?" tanyaku.
Paman Bram tidak menjawab apa-apa. Justru dia menundukkan kepalanya.
"Paman," panggilku lagi.
"Ah, jangan pikirkan itu dulu, sekarang kamu istirahatlah saja," jawab Paman Bram.
Akhirnya, aku menurut. Walaupun rasa penasaran ku sangat tinggi.
Malam itu, aku mendengar suara berisik, seperti orang yang sedang bertengkar.
"Apa kau gila, Emira?"
"Aku hanya tidak mau mereka bertemu dan mengetahui siapa mereka sebenarnya, Bram."
"Tapi apakah kamu tidak memikirkan keadaan dia? Dia masih kecil! Dia masih butuh orang lain untuk merawat dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling Apart (Spin Off Alverissa)
Fiksi Remaja"Kau tau apa yang lebih menyakitkan daripada hidup sebatang kara?" "Memangnya apa?" "Hidup bersama dengan kenangan yang tidak akan pernah bisa terulang lagi, itu sangat menyiksa daripada hidup sendirian." ••• Bagi Azriel Xavier Alexander, hidup seba...