amóre. choi jia

1.5K 178 5
                                    

"Kamu bisa tidur di sini."

Johnny memandangi kasur lantai yang sudah Ten susun dengan rapi. Terdapat dua lapis kasur lantai, bantal plushies berbentuk kepala bulat dan juga sebuah selimut yang baru Ten keluarkan dari laci bawah kasur. Di sebelah kasur lantai itu ada kasur khusus bayi yang Johnny beli tempo hari, masih terbungkus rapi dan diletakkan di sudut ruangan.

"Maaf, setidaknya kamu bisa berbaring sejenak." Ten menggaruk tengkuk, "atau kamu mau tidur di kasur? Aku akan tidur di bawah."

"Tidak apa. Ini nyaman."

Lantas Ten pun mulai merangkak naik ke atas kasur, Johnny memperhatikan gerak-geriknya. Sepertinya pinggang Ten terasa begitu berat, ringisan kecil di wajah cantik itu mengganggu Johnny. Johnny pun duduk di pinggiran kasur, tangan kirinya mulai memijat sebelah kaki Ten dengan lembut.

Ah, rasanya nyaman. Ten menyukainya.

"Kamu tidak pakai kaos kaki? Suhu mulai dingin, Ten." Ujar Johnny mengusap punggung kaki telanjang pujaan hatinya, "akan aku ambilkan."

"Di bagian bawah lemari, tolong ya." Ten berujar dengan nada sedikit rendah, ia merasa tidak pantas saat Johnny mulai memakaikan kaos kaki di sepasang kakinya. Lantas Johnny kembali memberi pijatan lembut di tungkai berlapiskan celana tidur itu.

"Johnny," Ten memanggil Johnny membuat pria itu mendongak, berdehem pertanda ia mendengar panggilan Ten, "bisakah kamu membantuku?"

"Ya, ada apa?"

"Punggungku panas sekali rasanya, bisakah kamu mengusapnya sebentar?"

"Sure." Johnny tersenyum simpul. Ten mulai berbaring miring, memunggungi Johnny. Memeluk sebuah plushies lantas memejamkan mata saat Johnny mulai mengusap-usap punggungnya yang panas dengan telapak tangan lebarnya. Ah, ini jauh lebih baik dibanding harus terus menahannya.

Perlahan rasa kantuknya mulai menghampiri. Pelukan di boneka lembut itu mulai mengendur, usapan di punggungnya ikut berkurang. Sentuhan-sentuhan halus Johnny berikan padanya, mengusap surainya lembut sebelum beranjak. Ia menarik selimut, menutupi setengah tubuh Ten lalu menoleh ke arah meja makan.

Ponselnya masih tergeletak di sana. Sedari tadi memunculkan getaran-getaran selama beberapa saat, pertanda seseorang sibuk menghubunginya berulang kali.

Sederet nomor telepon dengan tulisan Jia Choi sebagai kontaknya, Johnny mengerjap sebentar lalu membuka pesan yang baru saja Jia berikan.

Jia mengirim banyak sekali pesan sehingga membuat ruang percakapan mereka terlihat ramai. Johnny membaca beberapa pesan saja, ia tahu jika Jia kini sedang berada di kantor untuk menemuinya, dan menanyakan keberadaan Johnny terus menerus.

Johnny membalasnya singkat.
Ia berkata bahwa ia hanya ingin mencari udara segar dan meminta Jia untuk pulang. Setelah itu Johnny pun menonaktifkan ponselnya lantas mulai membaringkan diri di kasur lantai. Ah, lumayan nyaman untuk tubuh besarnya meski punggungnya seolah langsung menyentuh lantai.



.
.
.
.
.
.



Perempuan itu meremat ponselnya. Johnny bilang jika malam ini ia akan menginap di hotel dan meminta Jia untuk pergi dari kantornya? Jia tidak bisa percaya hal itu.

Sejak Jia datang ke Seoul, Johnny selalu saja menyibukkan diri hingga dirinya benar-benar tidak bisa diganggu. Ia tidak ingin bertemu dengan Jia lebih lama, ia hanya ingin bersama Ten.

Jia merasa dirinya diasingkan.
Seolah Johnny tidak menghargai keberadaannya di sini. Jia ingin menghabiskan waktu bersama Johnny sambil mempersiapkan pernikahan mereka, namun melihat Johnny yang sesibuk itu membuat Jia cukup kesal juga.

amóre || JohnnyTenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang