amóre. partner?

1.5K 172 16
                                    

Mungkin jika seseorang tidak membuka pintu ruangan kerjanya, Johnny tidak akan mengalihkan pandangan dari kertas-kertas itu. Pria berusia 27 tahun itu mendongak, mengerutkan kening begitu melihat seorang perempuan berjalan ke arahnya. Suara ketukan antara sepatu tinggi itu dan lantai, mengisi suasana henting kantor milik Johnny Seo itu.

Johnny beranjak, membenarkan posisi jasnya untuk dikancing satu.

"Sejak tadi malam aku terus menghubungimu dan mencarimu, dimana kamu sebenarnya?" Jia bertanya, bibir merahnya tampak sedikir bergetar.

"Aku mencari udara segar di luar dan aku sudah mengabarimu, Jia." Jawab Johnny dengan nada biasa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia enggan membahas hal ini.

"Orang tuamu bilang kamu berada di apartemen, apakah benar?"

Sontak Johnny kembali mengerutkan kening, "kamu datang ke rumahku tengah malam?"

"Jawab aku, J. Kamu punya apartemen? Kamu sudah berpisah atap dengan orang tuamu?"

"Itu hanya apartemen biasa, aku jarang mengunjunginya."

Johnny terpaksa berbohong untuk mengakhiri obrolan intens ini. Tidak ada lagi yang perlu dibahas sebenarnya. Lagipula Johnny merasa sedikit terganggu dan risih karena Jia terus membuntutinya, bahkan Jia mengunjungi kedua orang tuanya di tengah malam. Johnny kurang suka akan hal itu.

Sangat lancang dan tidak sopan.

Orang tuanya adalah tipikal orang yang harus membuat janji jika ingin bertemu dengan orang di luar keluarga. Bahkan waktunya dibatasi, dari jam sepuluh pagi hingga jam delapan malam saja. Sisanya mereka tidak ingin diganggu.

"Really?" Jia meletakkan tasnya di atas meja kerja Johnny lalu meraih lengan pria itu, "aku calon istrimu, J. Sebaiknya kamu lebih terbuka kepadaku."

Johnny menoleh, sedikit merundum untuk bertatapan dengan Jia meski perempuan itu sudah memakai alas kaki yang tinggi, "tidak semuanya perlu aku bicarakan, Jia. Dan kita belum resmi bertunangan."

Baiklah, Jia mulai geram.

"Apa kamu tidak ingat apa yang orang tua kita katakan?" Jia berdiri di depan Johnny lalu membenarkan posisi dasi di kerah kemeja pria tinggi itu, "kita harus lebih sering bertukar pikiran dan saling mendekatkan diri. Kita tidak menggelar acara pertunangan, kita akan langsung menikah di atas altar. Kita sudah memesan pakaian bukan?"

"Jia, it's not that easy. Kita butuh waktu."

"Sejauh ini bukankah cukup?"

Johnny menggeleng, "ini tidak cukup bagiku, aku masih ingin berkutat dengan pekerjaan juga karirku, kuharap kamu bisa mengerti."

Jia menjatuhkan rahang.
Apakah ia tidak salah dengar?
Johnny meragukan waktu yang sudah mereka lalui selama ini?

Gaun pernikahan, setelan jas, bahkan acara dan tempat. Semuanya sudah beres ditentukan, hanya mengunggu tanggal saja (kemungkinan bulan depan). Johnny berujar seolah semuanya belum mereka siapkan, Jia merasa marah, kesal, dan ia tidak ingin Johnny pergi darinya.

Johnny melepaskan tangan Jia dari kerah pakaiannya, lalu melangkah menjauh. Jia pun berbalik tubuh, "ķamu sudah gila, Johnny Seo? Apakah kamu ingin menggantung perasaanku begitu saja?"

"I wish i could do that."

Dan pintu tertutup.
Jia mengepalkan kedua tangan dan menjerit kecil. Ia benci ini, ia tidak ingin Johnny melaluinya begitu saja, ia ingin Johnny menjadi miliknya!

Apakah...
Apakah ada orang lain yang mencoba merebut Johnny darinya? Jika ada, siapa ia? Bagaimana bisa ia berani melakukannya?

Tidak, Johnny tidak akan pergi darinya. Jia yakin itu.

amóre || JohnnyTenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang