"Selamat datang di rumahku."
Ten memandangi seisi apartemen Johnny yang cukup luas untuk satu orang. Terletak di area privat, gedung-gedung baru menjulang tinggi dengan sangat kokoh, kebanyakan orang-orang kelas atas yang tinggal di sini. Salah satunya Johnny yang memilih lantai 27 sebagai tempat tinggalnya.
Seisi apartemen seolah diisi warna-warna gelap meski tidak sepenuhnya. Terdapat sebuah lukisan besar berfigura yang tidak digantung melainkan diletakkan menyender pada dinding begitu saja. Tampak rapi dan bersih, aroma kayu manis yang mendominasinya.
Ten berdiri dekat sofa. Johnny meletakkan barang belanjaan mereka seperti makanan penutup di atas meja makan. Menghampiri Ten kemudian membantunya melepas tas selempang serta luarannya.
"Terima kasih." Ujar Ten tersenyum simpul.
"Kamu bisa berkeliling jika penasaran, anggap saja seperti rumahmu sendiri."
Johnny melepas jasnya lalu menyampirkannya di punggung kursi makan. Ia melipat bagian lengan kemeja hitamnya hingga siku lalu memakai apron berwarna senada. Johnny akan menyiapkan makan malam untuk mereka berdua selagi Ten menyusuri ruangan demi ruangan.
Yah, sama seperti apartemen pada umumnya. Ada sebuah ruangan dengan kamar mandi pribadi alias kamar utama milik Johnny, ruangan kerja sekaligus ruang baca, kamar mandi tamu, juga dua kamar kosong. Tidak begitu menarik tetapi Ten merasa lebih leluasa karena ia sudah terbiasa dengan apartemen studionya yang kecil.
"Ini kamarmu?" Tanya Ten sedikit meninggikan suaranya. Johnny menoleh, "ya, masuklah jika kamu mau."
Ten membuka pintu berwarna gelap itu lalu ia disuguhkan dengan kamar utama. Kasur berukuran besar itu dibalut kain berwarna hitam dan abu-abu. Di sisi kanan pintu masuk ada meja berisi beberapa barang, di sebelah kiri terdapat ruang ganti pakaian sekaligus kamar mandi. Sangat rapi, seolah tidak pernah disentuh siapapun.
Jendela tinggi itu ditutup setengah oleh tirai tipis berwarna gading. Sangat nyaman, seisi kota bisa ia lihat dari sini.
Ten sempat melangkah masuk ke dalam ruang ganti. Memandangi setelan-setelan jas berwarna gelap, juga pakaian sehari-hari yang tergantung rapi.
Laki-laki itu meraih salah satu kemeja milik Johnny, warnanya hitam terletak di sudut kasur, terlihat bekas dipakai.Mengerjap pelan lalu menghirup aroma dari kemeja tersebut. Sangat harum, campuran antara aroma kayu manis serta vanila. Sepasang matanya terpejam, entah kenapa ia merasa tenang dan aman. Ia menyukai aroma ini.
"Ten?"
Sontak laki-laki itupun membuka sepasang matanya dan meletakkan kembali kemeja itu ke tempat asal setelah mendengar Johnny memanggilnya. Ten berbalik, berjalan menghampiri Johnny di pintu kamar.
Keduanya beralih ke dapur. Mulai menyiapkan bahan-bahan masakan lantas mengolahnya. Jarum jam terus berputar, candaan, obrolan, serta perlakuan manis dari sang dominan.
Ten memilih menyiapkan pasta udang dengan saus krim putih. Sesekali menoleh ke arah Johnny yang sibuk membuat sajian lain, Ten tidak menyangka sebelumnya jika Johnny bisa memasak, ya meski tidak begitu mahir.
"Kamu suka pasta udang?" Tanya Ten.
"Aku suka semuanya."
Ten terkekeh pelan lalu menyajikan pasta itu ke piring. Aromanya membuat Johnny mendekat, mengerjap memandangi Ten menyajikannya dengan begitu mahir.
"It's called shrimp alfredo pasta." Ujar Ten lalu meletakannya di atas meja makan. Melepas apronnya kemudian membasuh tangan. Keduanya pun duduk berdampingan, mulai menikmati sajian demi sajian.
KAMU SEDANG MEMBACA
amóre || JohnnyTen
Fanfica•mó•re :// Love Johnny mencintai apapun yang ada di dalam diri Ten. Apapun kondisinya, Johnny tidak peduli. Ten Lee, 26. Dia berpisah dari kekasihnya begitu kehamilannya terungkap, hal itu disusul dengan dirinya yang dipecat dari kantor dimana ia...