Quindici

2.2K 278 41
                                    

Dengan ragu Junghwan berjalan menuju anak yang duduk termangu di atas ranjang rumah sakit, Ibunya berkata bahwa anak ini yang menghancurkan keluarga mereka.

Darimana ia mendapat kesimpulan itu? Bukankah Ayah yang baru saja membunuh hampir seluruh anggota keluarganya?

Orang tua serta kakaknya kini sudah tiada, Ayah hanya akan mendapat hukuman beberapa tahun di penjara, sedangkan anak ini akan sendirian selamanya.

"Hai, aku Junghwan."

Junghwan jelas tidak mendapat jawaban.

"Harusnya hari ini aku ada latihan taekwondo, tapi karena yang lain gak berhenti ngejek, aku akhirnya lari ke sini."

Junghwan masih tidak mendapat jawaban.

"Kepalamu, sakit ya?" Ucapnya sambil menunjuk kepala Doyoung yang dibebat perban.

Tapi lagi-lagi, pertanyaan yang Junghwan lontarkan masih tidak menarik perhatiannya.

Anak berumur delapan tahun itu menghela napas, ia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang, memandang wajah Doyoung yang menatap kosong ke arah pintu masuk.

Doyoung terus menunggu keluarganya muncul dari balik pintu, dan Junghwan tahu bahwa keinginan itu tidak akan terwujud.

"Aku janji, kalo udah besar nanti aku bakal obatin lukamu." Tutur Junghwan lagi, mengucap janji yang bahkan Doyoung tidak peduli. "Aku gak akan latihan taekwondo lagi, anak yang lain juga gak mau aku ada di sana, katanya mereka gak mau main sama anak penjahat."

"Maafin Ayahku, ya? Ayahku jahat karena udah bikin kepalamu sakit, ya? Kalo nanti kamu sembuh, kamu mau kan maafin Ayahku?"

Doyoung menangis tanpa suara, bukan karena luka yang ada di kepala, melainkan karena ucapan anak laki-laki di sebelahnya terdengar menyakitkan karena diikuti air mata. Malam itu tanpa Ayah Junghwan sadari, kecelakaan yang ia buat bukan hanya menghancurkan hidup keluarga lain, tapi juga keluarganya sendiri.


***

"You know it wasn't his fault, right?" Ucap Junkyu sambil sesekali mengusap punggung sempit adiknya.

Jantungnya hampir lepas dari tempat begitu Doyoung menelepon dan memintanya untuk menjemput, ia pikir saat bersama Junghwan adalah masa yang membuat adiknya bahagia, tapi pagi itu Doyoung justru meminta dirinya untuk membawanya menjauh dari asrama.

Ia cukup terkejut begitu mengetahui fakta bahwa Ayah Junghwan adalah tersangka atas kecelakaan yang menimpa keluarga mereka, namun sisi lain dirinya sudah memprediksi bahwa pasti ada hal yang membuat Doyoung dan Junghwan seakan memiliki koneksi.

"Aku tau..." Jawab Doyoung setelah mengatur napas, "Tapi kenapa harus Junghwan?" Lanjutnya sembari mengusap kasar wajahnya yang basah.

"Maybe because you guys were meant to be?"

"There's no thing like fate or such in this world."

Junkyu terkekeh pelan sebelum bersandar ke punggung sofa yang ia duduki, "Takdir yang bawa Papa sama Mama buat nemuin mobil kita jauh sebelum ambulans dateng, kalo gak ada mereka, kamu pikir gimana nasib kamu sekarang?"

Doyoung memalingkan wajah, ia memang tidak pernah dapat melawan ucapan kakaknya.

"Mungkin kalo malam itu mobil kita sampe tujuan, bisa aja kamu ketemu Junghwan juga, somewhere in Nami island." Kalimat Junkyu diakhiri dengan kedua tangan yang membentuk setengah bulatan di udara.

Metà [Hwanbby] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang