Bagian Enam

408 63 8
                                    

____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____

Mirna, Hanni dan Desir sampai di depan rumahku pada pukul 16:04 sore. Ini pertama kalinya mereka berkunjung ke sini, aku sebenarnya sedikit takut dengan first impression mereka tentang aku dan apapun yang akan mereka lihat ditempat ini.

Namun pikiran itu perlahan menghilang saat Desir dan Hanni keluar dari Mobil yang sedang Mirna parkir di halaman rumahku, keduanya merekahkan senyum dan terlebih dulu Desir menghampiriku untuk seperti biasa memberi pelukan hangatnya.

Aku hanya tersenyum dan tetap mencoba membiasakan diri untuk menerima pelukannya mulai saat ini.

Setelah memarkirkan mobilnya dengan baik, Mirna keluar dan membawa dua buah plastik yang cukup besar aku berkedip untuk mencerna apa yang ia bawa.

Hanni memperlihatkan deretan giginya, dan mengambil salah satu plastik yang dibawa oleh Mirna.

"Kita bawa banyak banget makanan, rencananya mau masak-masak. Boleh, kan?"

Aku memasang wajah bingung bukan karna aku menolak, tapi mereka tidak mengatakan ini sebelumnya.

"Masak-masak?"

"Iya, boleh ya, Ritme? Aku juga bawa banyak banget sawi karna mama aku baru panen sayur hidroponiknya. -oh iya, kita juga bawa Snack-snack buat kamu loh!"

Ungkap Desir dengan wajah sumringah, melihat matanya yang berbinar tentu saja membuat aku tidak bisa kembali berkutik.

"Kalian baik banget loh... Gak apa-apa banget sebenarnya mau masak-masak disini, lagian juga gak ada siapa-siapa."

Ucapku, sedikit meringis menyadari fakta.

"Tapi mulai sekarang kita bakal sering kesini, kita kan udah jadi siapa-siapanya Ritme!"

Ucapan Desir selalu berhasil menghangatkan hatiku, Mirna dan Hanni pun mengangguk setuju dengan perkataan Desir barusan.

"Iya, biasanya kita paling sering nongkrong dirumah Desir, kan. -jadi sekarang bisa pindah pindah tempat juga gitu.."

Tambah Mirna, Hanni mengangguk.

"Yaudah ayo masuk aja nanti aku beli gasnya dulu."

Tawarku, Desir memasang wajah tidak enak.

"Ya ampun, Gas kamu habis? Aku beliin ya!?"

Aku tertawa kecil, mengeluarkan sisa uang pecahan lima puluh ribu rupiah dari dalam saku celanaku.

"Gak apa-apa, untuk gas doang aku ada uang kok!"

"Tapi kita kan gak bilang-bilang mau masak-masak disini, terus juga kita tamu. Kita patungan aja beli gas mau gak?"

Tawar Hanni karna merasa tidak enak, aku menggeleng dan meyakinkan ketiganya bahwa ini bukan masalah besar.

"Dimana warungnya? Mau dianterin pake mobil gak?"

Ucap Mirna, mereka terlalu berjaga-jaga padahal aku bukan orang yang perhitungan.

"Gak usah Mir, didepan doang kok... jalan sebentar sampe, nanti abangnya juga kesini sekalian minta pasangin."

Mirna mengangguk. "Oh yaudah oke.."

"Kalian masuk aja dulu, ya... aku sebentar doang sekalian mau beli minum buat kalian dulu."

Hanni tersenyum mengangguk, lalu mengandeng Mirna untuk masuk. Sedangkan Desir kini berdiri di sampingku dan menggenggam jemariku.

"Aku ikut, ya Ritme!"

Aku hanya mengangguk, memperbolehkan Desir mengantarku sampai ke warung depan. Mungkin ini hanya beberapa langkah, tapi sangat berkesan karna gadis itu sudah menumpahkan banyak ceritanya.

"Tau gak, Ritme.. mama aku kan baru panen, tadinya aku mau masak dulu dirumah kaya capcay gitu sekalian buat makan makan disini. Cuma aku mikir kayaknya lebih asik kalau kita masaknya barengan, apalagi ini pertama kali kita kerumah kamu, kan? Tapi nanti kamu harus kerumah aku, ya! Cobain masakan mama, enaakk banget.. asli Mirna sama Hanni aja sering kerumah aku karna setiap kesana mereka selalu dimasakin mama.."

"Oh, ya?"

Aku tidak bisa menjawab banyak, ku pasang saja wajah sumringah untuk menghargai cerita Desir yang tampak sangat bahagia. Setiap kata yang diucapkannya mempunyai ekspresi tersendiri, terlebih dia sangat cantik, siapa saja mungkin akan betah melihat wajahnya di saat-saat seperti ini.

Sesampainya, aku langsung memanggil anak lelaki pemilik warung dan mengambil beberapa botol minuman dingin di dalam kulkas. Kemudian aku juga tak lupa meminta bantuan dari anak lelaki itu untuk memasang tabung gas dirumahku.

Desir yang berdiri disampingku, tiba-tiba mengeluarkan pecahan uang dua ribu rupiah dan sudah memegang plastik jajanan di tangan kirinya, ia memberikan uang itu kepadaku dan aku menolaknya.

"Udah aku bayar.."

"Hah? Serius?"

"Iya, -kak sama chiki ini ya satu.." ucapku pada sang anak pemilik warung.

"Makasih.." Desir tersenyum, kedua matanya tertutup sekejap dan membuatnya terlihat semakin cantik.

Setelah mengambil uang kembalian dan plastik berisikan beberapa botol minuman dingin, aku berjalan pulang dengan Desir yang senantiasa menyatukan siku kami. Ia tidak bicara karna sedang asik memakan cemilannya, namun sepersekian detik kemudian aku dibuat terkejut dengan teriakannya.

"AAAAAA! LUCUUU!!"

Desir melepas gandengan tangannya dan berdiri dihadapanku, Ia membuka hadiah kecil dari Chiki yang baru saja ia makan. -Sebuah cincin mainan berwarna hijau. Aku terhenti saat Desir mengangkat telapak tanganku, ia tersenyum manis kemudian memasangkan cincin tersebut di jari manisku.

Kami saling menatap untuk beberapa saat, sebelum Desir berbalik dan lanjut berjalan di hadapanku.

Semilir angin menghebus anak rambutku yang masih berdiri terdiam di tempat, netraku kini terfokus oleh cincin hijau yang telah melingkar di jari manisku. Entah kenapa, jantungku terasa berdebar saat melihatnya.

Aku mengangkat wajahku dan melihat punggung Desir yang berjalan menjauh, Denial dengan pikiran terburuk bahwa kami sebenarnya mungkin tertarik satu sama lain.

Atau mungkin hanya aku? Hufftt.....

Aku menghela napas gusar dan memejamkan mataku sesaat, mungkin aku terlalu berlebihan karna tidak pernah mendapat prilaku semanis ini dari siapapun sebelumnya. Entahlah..


RITME; DESIR'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang