Hinata mulai putus asa dalam mencari pekerjaan, sudah 1 bulan ini Hinata aktif mencari dan melamar di perusahaan besar dan kecil namun tidak ada panggilan sama sekali. Hinata pernah mencoba beberapa kali walk in interview, pihak perusahaan seperti menunjukan ketertarikan pada Hinata namun tanpa alasan yang jelas proses rekrutmen tidak dilanjutkan.
"Tidak ada sama sekali?"
Hinata menggeleng menanggapi pertanyaan Naruto. Saat ini keduanya sedang berada di kafe, Hinata yang meminta bertemu dengan Naruto. Hinata berniat mengembalikan sapu tangan milik Naruto, dan mengeluarkan keluh kesahnya. Naruto adalah senior Hinata di kampus. Awalnya mereka hanya saling mengenal, namun menjadi dekat ketika bekerja paruh waktu ditempat yang sama.
"Aku berniat pulang."
Kepalanya mulai memikirkan uang untuk membayar apartment, ia merasa tidak enak untuk meminta pada ayahnya walaupun ayahnya selalu menawarkan uang bulanan untuk Hinata. Ayahnya tinggal di pinggir kota Tokyo bersama ibu dan adiknya, sedangkan Hinata memilih menyewa apartemen di Tokyo untuk melanjutkan pendidikan.
"Aku juga memikirkan itu." Sambut Naruto.
"Jangan tersinggung, aku hanya merasa tidak baik jika kau tinggal sendiri di kota ini. Kau ingat orang aneh itu? Dia bisa saja menyakitimu. Akan lebih baik jika ada yang menjagamu." Lanjutnya lagi.
Hinata mengangguk. Benar kata Naruto, Hinata bahkan selalu ketakutan ketika berada di luar. Takut jika orang aneh itu melakukan hal yang lebih nekat padanya. Tapi, jujur saja Hinata mengharapkan saran lain dari Naruto. Jika Hinata akan pulang, Hinata tidak perlu memberitahu Naruto. Tapi sekarang Hinata mengajak bertemu dan memberitahu hal seperti ini, bukankah Naruto harusnya menyadari sesuatu?
"Kau bisa coba mencari pekerjaan di sana."
Hinata mengangguk lagi. Jika Hinata pulang, bagaimana ia akan bertemu dengan Naruto? Mengapa Naruto tidak memikirkan hal seperti itu? Hinata menghembuskan nafas kasar. Selama bekerja di restoran, Naruto selalu membantu Hinata, sebelum ada orang aneh itu, Hinata tidak pernah menemukan kesulitan karena Naruto akan mengatasinya.
Kebaikan-kebaikan yang diterima Hinata membuat bunga-bunga mulai mekar di hatinya. Mereka sudah bekerja bersama selama 7 bulan, selama itu juga Hinata menanti Naruto mengajaknya berkencan. Setiap hari Naruto semakin baik padanya, namun sepertinya Hinata masih belum mendapat kepastian.
"Kau tidak keberatan jika aku pulang?" Tanya Hinata sambil memandang es mojito miliknya.
"Untuk kebaikan mu Hinata. Kita juga masih bisa bertemu bukan? Aku juga bisa bermain ke rumah mu saat weekend."
"O..h ya?" Hinata sumringah. Apa maksud Naruto bermain ke rumah? Apa ia ingin mengenal keluarga Hinata? Naruto pernah mengunjungi apartment Hinata, membawakan buah saat Hinata sedang sakit. Hinata tidak bermaksud mesum, tapi di momen berdua itu, Hinata berharap terjadi hal lebih daripada hanya duduk berdua. Seperti ciuman? Huhhh. Boro boro ciuman, Naruto bahkan tidak menyentuh kulitnya sama sekali.
"Iya. Aku ingin bertemu dengan Hanabi." Pria itu terkekeh sambil menggaruk tengkuknya. Hinata memang suka menceritakan tentang keluargaya kepada Naruto.
"Um.. akan ku pikirkan lagi sambil mencari pekerjaan. Terima kasih Naruto."
Naruto tersenyum sambil menunjukkan giginya. Menurut Hinata, senyuman Naruto adalah senyum paling manis yang pernah ia lihat. Naruto memiliki gigi yang putih dengan ukuran yang sedikit lebih besar dari gigi Hinata. Bibirnya tidak terlalu tebal juga tidak tipis. Dengan senyum selebar itu, matanya akan mengecil dan hanya menyisakan garis. Senyum itu mampu menyulap Hinata, menyuburkan bunga-bunga di hatinya.
"Baiklah, kalau begitu aku harus ke restoran, aku ada shift malam. Ayo ku antar pulang."
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Lagipula dekat dengan rumah ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession
Romance-KakaHina- Respon dari sesuatu yang tidak biasa pasti membuat penasaran bukan? Begitulah yang sedang di alami Kakashi. Ia yang selalu digandrungi wanita, kali ini justru ditolak saat menawarkan one night stand kepada seorang wanita. Itulah awal kisa...