Bab 8

239 31 3
                                    

Disclaimer

Harry Potter@JkRowling
Apologize@Dayaaanadiv

Cerita ini murni karya saya sendiri, saya hanya meminjam nama dan pemeran dari kepemilikan JK Rowling
.
.
.

Tidak ada yang tau tentang perasaan Harry selain dirinya. Dia masih dilanda pikiran karena ucapan ayahnya, dia jelas mengerti maksudnya.

Apalagi dengan kedekatan sang ayah terhadap keluarga Riddle.

Harry menggigit pipi bagian dalam dan tangannya tidak berhenti mengelupas bibirnya. Hal itu dilakukan jika dia sedang dalam keadaan tidak baik.

Harry tidak berharap ini, dia dekat dengan Tom karena menganggap dia adalah pria yang baik, tetapi itu membuat ayahnya semakin yakin untuk menjodohkan nya pada Tom.

Hal ini sudah di bahas pagi tadi saat sarapan. Ayah Harry yang memulai sedangkan Harry dan Ibu nya hanya diam menurut. Ada sedikit pertentangan antara ayahnya dan James.

James berfikir bahwa ayahnya akan puas saat dirinya menurut dan Harry akan sedikit bebas, namun ia slaah besar. Sang ayah tetaplah pria yang menuntut dan egois.

Harry berbaring di kasurnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Pikiran Harry malah melayang memikirkan Draco. Sahabat nya itu sudah mempunyai beberapa kandidat yang akan menjadi pendamping hidupnya, hanya saja mereka belum benar benar terikat.

Pertama kali Harry mendengar bahwa Draco sudah dipilihkan beberapa wanita, Hati Harry berdenyut sakit dan menolak fakta.

Itulah saat dimana Harry dan kepekaan nya itu sadar bahwa dia menyukai Draco, Hanya saja dia terlalu takut untuk mengungkapkan nya. Dia takut bahwa persahabatan keduanya hancur.

Harry cemburu saat Astoria memberikan kado pada Draco. Harry tidak pernah memberikan nya pada Draco, dia selalu membuang pemberian Astoria.

Awalnya Harry tenang karena melihat kedekatan ayahnya dengan paman Lucius, mungkin keduanya bisa saling dekat dan membantu Harry untuk lebih dekat dengan Draco.

Hanya saja dugaan Harry melenceng jauh. Dirinya mengusak wajahnya kasar dan membuang selimut.

Berisik dari tempatnya, melempar beberapa barang yang berada di samping nya. Untuk kesekian kalinya Harry menangis sendirian.

Meringkuk di samping kasur dan menelungkupkan wajahnya di lipatan lututnya.

Harry menangis sesenggukan. Wajahnya sudah memerah dan penuh air mata. Matanya terlihat sembab karena menangis.

Sekitar dua puluh menit Harry menghentikan tangisannya dan meraih ponsel di atas nakas di samping tempat tidurnya.

Menghubungi seseorang yang selalu ada di saat dia sedang membutuhkan nya.

"Halo? "

"Draco, bisa jemput aku? " Harry berkata dengan suara serak. Tanpa banyak bicara Draco mematikan ponselnya setelah memberi tanggapan.

"Aku segera kesana."

Harry kembali melempar ponsel nya itu, dan berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap.
.
.
.
Draco tidak tau apa yang terjadi pada Harry. Saat setelah Harry mengantar Tom pulang, ekspresi nya benar benar tidka bersahabat pada siapa pun.

Dia ingin bertanya, hanya saja dia tau bahwa Harry sedang dalam suasana hati yang sedang buruk. Jadi Draco lebih memilih untuk mengurungkan niatnya.

Disinilah Draco berada, di kediaman Potter. Suasana nya sepi seperti biasanya. Seperti tidak ada kehidupan, dan hanya ada beberapa pelayang yang berlalu lalang.

Tanpa mengetuk Draco membuka kamar Harry buru buru. Dilihatnya kekacauan yang di perbuat Harry, barang barang berserakan di mana mana.

"Rry?" Draco memanggil dan mencari keberadaan Harry.

Dirinya menghela nafas saat Harry keluar dari kamar mandi dengan pakaian kasual nya. Draco menyadari keadaan wajah Harry yang habis menangis itu. Dihampiri nya sahabat nya lalu di peluk erat.

Harry yang awalnya tidak ingin menangis malah mengeluarkan air matanya di depan Draco.

Bibir Draco mengucapkan segala ucapa lembut dan menenangkan untuk Harry dengan tangannya yang tidak berhenti mengelus rambut Harry.

"It's okay, aku disini. Kau boleh menangis sesukamu."

Harry semakin tersedu dan mengeratkan pelukannya pada Draco. Hati Draco berdenyut sakit melihat kesayangannya menangis. Dia mengepalkan tangannya. Dia akan mencari tau siapa penyebab dari tangis pilu Harry kali ini.

Draco tidak akan bertanya, dia akan mencari tahu sendiri.
.
.
.
Di kediaman Riddle terlihat Tom yang dengan mengobrol ringan dengan ibunya. Senyum keceriaan benar benar muncul di bibir keduanya.

"Bunda tidak mengerti, kenapa pria itu mudah sekali langsung pecaya." Ibu Tom memulai pembicaraan.

Tom menyesap teh buatan ibunya itu dan menghela nafas nya.

"Ikuti saja bagaimana arus ini mengarah, bun. Aku yakin ayah tidak pernah salah dalam memilih jalan."

Ibunya mengangguk dan mengusak kepala Tom sayang. Dirinya mencium pipi putra nya yang sudah hampir dewasa itu.
.
.
.
Draco melihat Harry yang sedang memakan Eskrim nya rakus.

Kepala Harry yang tertutup hoodie membuat siapa saja mengira bahwa Draco membawa anak kecil.

Draco memandang Harry heran, setelah sesi tangis tadi sahabatnya itu langsung memalak nya untuk membilak sebuah ekstrim jumbo di toko langganan.

Kepala Harry yang tertutup hoodie itu juga ide Harry, dia terlalu malu menunjukkan mata sembab yang disebabkan oleh tangisannya tadi.

Draco bersyukur melihat Harry yang memakan eskrim nya lahap, dilihatnya seorang wanita yang tiba tiba menghampiri mereka.

"Hai kak Draco, senang melihatmu disini."

Wanita itu tersenyum ceria. Harry mendongak untuk melihat lebih jelas. Air muka Harry berubah menjadi kesal saat Astoria datang tanpa di undang dan mengganggu acaranya yang sedang berduaan dengan Draco.

Draco hanya membalas gumaman saja sebagai tanggapan.

"Bagaimana hadiah yang ku berikan kemarin? apa kau suka kak?"

Draco menaikkan alisnya mendengar penuturan Astoria.

"Hadiah?"

"Iya, aku menitipkan nya pada Kak Harry."

Harry mendadak pucat mendengar ucapan Astoria, bagaimana jika Draco tau bahwa Harry selalu membuang semua pemberian wanita yang mencoba mendekat Draco.

.
.
.
Jangan lupa Vote

APOLOGIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang