🌹'37|Sakya.

443 34 0
                                    

Sakya yang baru saja masuk ke dalam kelasnya itu sudah dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang tengah duduk pada kursi yang selama hampir enam minggu itu kosong.

Langkahnya mendadak berhenti dengan netra yang tidak teralihkan dari sosok yang tidak jauh dari posisinya berdiri.

Hatinya mendadak penuh. Rasa gelisah mendadak menjadi lega, seolah bahagianya yang sempat kosong kini telah sepenuhnya terisi.

Tak jauh dari posisinya, Taksa—kembarannya yang hampir enam minggu menghilang, kini kembali dan terlihat baik-baik saja. Bahkan terlihat jauh lebih baik, terlihat dari tubuh Taksa yang kini terlihat berisi, tidak seperti dulu.

Sakya menghela napas pelan. Mendekat pada Taksa yang belum menyadari keberadaanya—pemuda itu tengah fokus membaca buku.

"Gua kira lo mati," sinis Sakya dengan wajah datarnya.

Taksa yang kembali mendengar suara kembarannya itu refleks mengangkat wajahnya, netranya bertemu dengan netra Sakya yang terlihat—ah, Taksa senang melihat netra kembarannya yang terlihat berbeda dari biasanya.

Taksa menutup bukunya, berdiri hingga berhadapan dengan Sakya.

"Apa kabar?" tanya Taksa, tersenyum kecil pada Sakya dengan raut wajah begitu bahagia—Tidak seperti Sakya yang terlihat datar dan dingin.

"Selama hampir enam minggu ini, lo baik-baik aja, kan?" tambah Taksa, menatap lekat pada kembarannya yang masih mempertahankan wajah dingin dan datarnya itu.

Seharusnya Sakya yang bertanya seperti itu padanya, kan? Seharusnya Sakya yang mencemaskannya, kan? Tapi tidak apa, melihat kembaran terlihat baik-baik saja dan—terlihat sedikit berbeda itu sudah membuat Taksa lega.

"Kenapa gak mati?"

Taksa terkekeh pelan setelag mendengar pertanyaan sadis dari Sakya. Meski wajah Sakya terlihat datar, tapi Taksa sama sekali tidak menganggap serius ucapan Sakya barusan, bahkan Taksa tidak memperdulikannya.

Selama ini Sakya tak pernah serius untuk ucapannya itu. Bahkan kini, Taksa bisa melihat dengan jelas perbedaan raut wajah serta sorot mata Sakya saat mengatakan itu.

"Mau sampai kapan lo kaya gini? Apa lo gak mau balik kaya dulu?" tanya Taksa, semakin menatap lekat pada netra kembarannya dengan seulas senyum pada sudut bibirnya—terlihat sangat tulus.

Sakya terdiam. Ia hanya bisa menatap tajam kembarannya tanpa bisa mengeluarkan kata-kata pedasnya lagi.

"Papah gak ganggu lo lagi, kan?" tanya Taksa yang sukses membuat tubuh Sakya menegang.

Sakya tau ke mana arah pembicaran kembarannya saat ini, bahkan kini ia tau alasan di balik kembarannya menanyakan itu.

"Gua ... minta maaf." Taksa menundukan kepalanya, merasa bersalah saat kepingan kejadian dirinya yang bertengkar dengan Ardan kembali terputar di kepalanya.

"Maaf. Selama ini gua tolol karna gak peka sama keinginan lo." Taksa kembali mengangkat kepalanya, menatap Sakya yang sama sekali tidak bereaksi apa pun, bahkan raut wajahnya pun tidak berubah sama sekali.

"Lo udah peka kalo selama ini gua bener-bener pengen lo mati?" tanya Sakya sambil tersenyum miring.

Taksa terkekeh pelan mendengarnya, ia masukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan kembali menatap Sakya dengan penuh keseriusan.

"Maaf udah jadi alasan lo menderita selama ini. Maaf untuk gua yang gak selalu ada di samping lo untuk jagain lo selama lo hancur dan menderita karna ulah Papah. Maaf karna gak bisa jadi pelindung setiap Papah mukul lo. Maaf karna gak pernah kasih lo pelukan saat lo sedih dan kesakitan. Maaf karna selama ini gua gak ikut hancur bareng lo, gak ikut menderita dengan rasa sakit dan luka yang selama ini lo rasain—" Taksa menghentikan ucapannya saat ia merasakan sesuatu yang berbeda dari pandangan Sakya yang terlihat tajam itu.

𝐒𝐚𝐤𝐲𝐚: 𝐈'𝐦 (𝐧𝐨𝐭) 𝐨𝐤𝐚𝐲!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang