Sakya masuk ke dalam Apartement dan yang pertama ia lihat adalah wajah khawatir Salsa. Sakya benci raut wajah itu, seakan dirinya tak jauh beda seperti orang-orang yang tengah mengemis perhatian.
"Abis ke mana?" tanya Salsa dengan raut wajah khawatir.
Menyebalkan, apa gadis di hadapannya ini harus terus memperlihatkan raut wajah khawatir seperti itu-padanya?
Bukannya menjawab, Sakya malah mencekram kedua pipi Salsa dan menekanya hingga membuat Salsa meringis menahan sakit.
"Khawatirin diri lo sendiri, jangan khawatirin gua," sinis Sakya dan berlalu pergi menuju dapur, tidak peduli dengan apa yang baru saja ia lakukan pada gadis itu.
"Sakya!" panggil Salsa, mengekor Sakya hingga berada di dapur.
"L-lo baik-baik aja?" tanya Salsa dengan penuh hati-hati. Dirinya tak ingin membuat Sakya kembali emosi.
Sakya menghela napas kasar, dirinya merasa kesal pada Salsa. Astaga! apa gadis itu tuli? Ia baru saja menyuruhnya untuk tidak menghawatirkannya.
Sakya berbalik, melipat kedua tangannya sambil menatap jengah pada Salsa. "Lo budek?" tanya Sakya, ia benar-benar kasar dan tidak memperdulikan perasaan Salsa.
Bahkan, Sakya seolah lupa jika ia telah membuat Salsa tak sadarkan diri dan membuat pipi putih Salsa menjadi memar karna ulahnya.
"Sakya, tangan lo kenapa?" Salsa menarik paksa lengan Sakya, raut wajahnya semakin terlihat khawatir saat melihat tangan Sakya yang memerah.
"Ck. Gak usah peduliin gua," titah Sakya yang benar-benar muak dengan raut wajah khawatir Salsa yang terlihat menyebalkan.
Sakya benci raut wajah itu! benar-benar seperti tengah mengejeknya.
"Duduk!" titah Salsa dengan tatapan yang berubah tajam.
"Gua bilang-"
"Duduk Sakya!" ulang Salsa dengan tegas.
Sakya memutar bola matanya malas sambil menghela napas.
"Terserah," ucapnya dan duduk di kursi-menurut pada Salsa.
Salsa mengambil kotak p3k yang berada di atas kulkas, kemudian duduk pada kursi yang berada di samping Sakya.
"Sini tangan lo," pinta Salsa, menatap Sakya dengan tatapan yang masih tidak berubah.
Apa saat ini Salsa tidak takut pada Sakya?
"Gua-"
"Tangan lo Sakya!" Salsa gemas sendiri pada keras kepala yang dimiliki oleh kekasihnya ini.
Ah, Kekasih? Benarkah?
"Nih." Sakya menyodorkan tangannya pada Salsa, membuang muka dengan raut wajah sebal.
Salsa mulai mengoleskan salep pereda nyeri pada telapak tangan Sakya yang memerah.
Sedangkan Sakya seketika memejamkan matanya saat rasa dingin dari salep yang dioles pada telapak tangannya terasa.
"Ini kena air panas, kan?" tanya Salsa, mengambil perban dan mulai menutupi luka bakar Sakya dengan perban.
Sakya membuka kembali kedua matanya, menatap Salsa yang tengah menutupi lukanya dengan perban.
"Kopi," jawab Sakya dengan singkat.
Salsa menoleh pada Sakya, "kenapa bisa?" tanya Salsa dengan raut wajah terkejut.
"Kenapa gak bisa?" Sakya kembali bertanya, membuat Salsa berusaha untuk tetap sabar.
"Apa lo sama sekali gak mau terbuka sama gua, Sak?" tanya Salsa, meletakan kembali salep dan perban ke dalam kotak p3k.
"Gua balik," saut Sakya, berdiri dari duduknya dan beranjak meninggalkan Salsa.
"Penghangat ruangannya ikut rusak. tolong jangan pergi, Sak. Gua takut kedinginan," pinta Salsa dengan suara yang terdengar memohon.
Langkah Sakya mendadak terhenti, membuatnya membenci kedua kakinya sendiri. Untuk apa ia berhenti? Mengapa dirinya tak terus berjalan dan meninggalkan Salsa saja? Masa bodo pada keadaan Salsa yang memang bukan urusannya.
"Sakya ..." panggil Salsa.
"Ck. Dasar lemah!" ucap Sakya dengan kesal, kemudian berlalu pergi menuju kamar Salsa.
•••
Sakya meletakan dua gelas berisi coklat dan kopi panas pada meja, mendudukan bokongnya di samping Salsa yang tenggelam dalam tebalnya balutan selimut.
Gadis di sampingnya ini benar-benar menyusahkan untuknya. Mengapa harus mempunyai tubuh yang lemah dan takut pada kedinginan coba? Bagaimana jika gadis ini terlempar ke kutub utara? Bisa dipastikan Salsa akan langsung mati dalam beberapa detik.
"Waktu gua pingsan, gua ketemu sama Nyokap lo," ucap Salsa dengan suara gemetar, tubuhnya mulai mengigil karna kedinginan.
Sakya menatap Salsa dengan tatapan terkejut, raut wajahnya menujukan jika ia ingin tau tentang Mamahnya yang bertemu dengan Salsa.
"Dia cerita banyak tentang lo," kata Salsa yang tetap terkekeh meski pun ia merasa benar-benar dingin.
Padahal sedang tidak turun hujan, tapi udara malam ini benar-benar dibenci oleh tubuh Salsa.
"Terus?" tanya Sakya.
"Dia bilang ... lo keras kepala. Lo egois. Lo keras dan lo kasar-"
"Nyokap gua beneran ketemu sama lo atau itu cuman akal-akalan lo doang buat ngeluarin unek-unek lo?" sela Sakya dengan raut wajah yang berubah datar.
Salsa terkekeh pelan, "tapi ... nyokap lo bilang, kalo lo yang sebenarnya itu kebalikan dari itu semua. Lo baik, lo lembut, lo penyayang dan lo selalu-"
"Gak guna lo bilang kaya gitu! Gua gak percaya kalo nyokap gua ngedatengin mimpi lo!" Sakya kembali memotong ucapan Salsa.
"Lo yang sekarang itu karna lo lagi cari apa yang selama ini hilang dari lo. Lo butuh orang yang sayang dan cinta sama lo dengan tulus. Lo butuh orang buat khawatir dan cemas sama keadaan lo. Lo butuh orang yang bawel dan lo-"
"Omong kosong! Berenti ngomong atau lo gua tinggal," ancam Sakya dengan tegas.
Salsa tersenyum. "Makasih," ucap pelan Salsa dan mulai memejamkan matanya.
Sakya menghela napas, ia menyandarkan tubuhnya pada sofa dan menatap jam dinding dengan tatapan kosong.
"I love you. Sakya ..."
Sakya menoleh ke samping, pada Salsa yang telah tertidur pulas.
"Lo salah orang buat lo cintai, Sal." gumam Sakya pelan.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐚𝐤𝐲𝐚: 𝐈'𝐦 (𝐧𝐨𝐭) 𝐨𝐤𝐚𝐲!✔
Teen Fiction❝𝐇𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐧𝐮𝐡 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐩𝐞𝐫𝐤𝐚𝐭𝐚𝐚𝐧.❝ ▪︎▪︎▪︎ Sakya hanyalah seorang anak yang dibenci oleh suatu hal yang tak seharusnya dilimpahkan kepadanya. Dibenci hanya karena ketida...