Duapuluh

84 15 44
                                    

Jimin.

.

Sepuluh tahun sebelumnya…

.

“Pusarmu menonjol,” kataku padanya.

Aku menyusurkan jemari di perutnya yang telanjang, kemudian menciumnya.

“Menggemaskan.”

Aku menempelkan telinga ke kulitnya dan memejam.

“Aku yakin dia kesepian di dalam sana,” kataku. “Apa jagoanku kesepian di dalam sana?”

Yoora tertawa. “Kau terus menganggap dia laki-laki. Bagaimana kalau dia perempuan?”

Kukatakan pada Yoora apa pun jenis kelamin anak ini, cintaku padanya akan sama besar. Aku bahkan sudah mencintai putraku. Atau putriku.

Orangtua kami ke luar kota, kami kembali bermain rumah-rumahan, hanya saja kali ini kami tidak sekadar pura-pura bermain, kali ini serius.

“Apa yang terjadi jika ayahmu benar-benar melamar ibuku?” tanya Yoora.

Aku menyuruhnya jangan khawatir. Kukatakan pada Yoora, ayahku takkan melamar ibunya. Ayahku pasti bertanya dulu padaku sebelum melakukan itu. Aku sangat mengenal ayahku.

“Kita harus memberitahu mereka,” kataku pada Yoora.

Yoora mengangguk. Dia sadar kami harus memberitahu mereka. Sekarang sudah tiga bulan. Dua bulan lagi kami lulus.

Perutnya yang membuncit mulai kelihatan.

Pusar Yoora menonjol. Menggemaskan.

“Kita harus memberitahu mereka besok,” kataku.

Yoora setuju.

Aku menjauh dari perut Yoora dan berbaring di sebelahnya, lalu menariknya merapat padaku. Aku menyentuh wajahnya.

“Aku mencintaimu, Yoora-ya,” kataku.

Sekarang Yoora tidak takut lagi. Dia mengatakan dia juga mencintaiku.

“Kau melakukan tugasmu dengan baik,” kataku.

Yoora tidak mengerti yang kukatakan, jadi aku tersenyum lebar dan menyentuh perutnya.

“Kau melakukan tugasmu dengan baik membesarkan dia. Aku cukup yakin kau akan membesarkan bayi terhebat yang pernah dibesarkan perempuan mana pun.”

Yoora tertawa mendengar kekonyolanku.

Kau sangat mencintaiku, Yoora.

Aku menatap Yoora — menatap gadis yang kupilih untuk menyerahkan hatiku — dan bertanya dalam hati bagaimana aku bisa seberuntung ini.

Aku bertanya dalam hati mengapa Yoora mencintaiku sebesar aku mencintainya.

Aku bertanya dalam hati apa yang akan dikatakan ayahku setelah tahu yang terjadi pada kami.

Aku bertanya dalam hati apakah ibunya akan membenciku. Aku bertanya dalam hati apakah itu membuat dia ingin membawa Yoora pulang ke Busan.

Aku bertanya dalam hati bagaimana aku bisa meyakinkan ayahku dan ibunya bahwa kami mampu mengatasi masalah ini.

“Kita akan memberi dia nama apa?” tanyaku.

Yoora bersemangat ketika aku menanyakan ini. Dia sudah membahas tentang nama. Kata Yoora, jika bayi ini perempuan, dia ingin memberinya nama Eunbi.

“Bagaimana jika dia laki-laki?” tanyaku.


“Silakan kau memilih nama untuk laki-laki,” kata Yoora.

Aku mengatakan padanya permintaan itu membuatku tertekan, karena anak itu harus menyandang nama pemberianku seumur hidupnya.

Yoora berkata, “Kalau begitu, sebaiknya kau memilih nama yang bagus.”

Aku sebaiknya memilih nama yang bagus.

“Nama yang memiliki arti khusus untukmu,” kata Yoora.

Nama yang memiliki arti khusus untukku.

Kukatakan aku punya nama yang sempurna untuk bayi itu.

Yoora ingin tahu apa nama pilihanku. Kukatakan aku tidak ingin memberitahu dulu. Aku akan memberitahu setelah bayiku berhak menyandang nama itu.

Setelah bayi itu lahir.

Yoora berkata aku sinting. Dia berkata tidak sudi melahirkan bayi kami hingga dia tahu nama bayi itu.

Aku tertawa. Kukatakan padanya, dia tidak punya pilihan.

Yoora bilang aku sinting.

Kau mencintai kesintinganku, Yoora.

.
.
.
To be continued.

Calon bapak, sehat-sehat ya pak.

Ngasih kabar cuma bentar, mana aku salfok sama kata-kata dia pas mau minum 😩 terlalu berharap lebih tapi aku sadar diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ngasih kabar cuma bentar, mana aku salfok sama kata-kata dia pas mau minum 😩 terlalu berharap lebih tapi aku sadar diri.

Bad LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang