Delapan

103 19 9
                                    

Jimin.

Sepuluh tahun yang lalu.

.

“Aku ke rumah Taehyung malam ini,” aku memberitahunya.

Ayahku tidak peduli. Dia akan berkencan dengan Sooyoung.

Pikirannya tertuju pada Sooyoung.

Segalanya ayahku sekarang adalah Sooyoung.

Segalanya ayahku dulu adalah ibu. Kadang, segala ayahku adalah ibu dan Jimin.

Sekarang, segalanya ayahku adalah Sooyoung.

Tidak apa, karena dulu segalanya aku adalah ayahku dan ibu.

Sekarang tidak lagi.

Aku mengirim pesan pada Yoora untuk bertanya apakah dia bisa menemuiku di suatu tempat. Yoora menjawab ibunya baru berangkat menuju rumahku. Kata Yoora, aku boleh datang ke rumahnya untuk menjemputnya.

Setelah tiba di rumah Yoora, aku tidak tahu apakah sebaiknya aku turun dari mobil. Aku tidak tahu apakah Yoora ingin aku turun dari mobil.

Aku pun turun.

Aku berjalan ke pintu rumah Yoora dan mengetuk. Aku tidak tahu harus berkata apa ketika Yoora membuka pintu. Sebagian diriku ingin berkata aku menyesal, bahwa tidak seharusnya aku menciumnya.

Sebagian lain diriku ingin mengajukan banyak sekali pertanyaan padanya hingga aku tahu segala sesuatu tentang dia.

Sebagian besar diriku ingin menciumnya lagi, terutama sekarang karena pintu terbuka dan dia berdiri tepat di depanku.

“Mau masuk sebentar?” tanya Yoora. “Ibuku baru pulang paling sedikit beberapa jam lagi.”

Aku mengangguk.

Aku penasaran apakah Yoora menyukai anggukanku sebesar aku menyukai anggukannya.

Yoora menutup pintu setelah aku masuk. Aku memandang berkeliling. Apartemen mereka kecil. Aku tak pernah tinggal di tempat sekecil ini.

Kurasa aku menyukainya. Semakin kecil ukuran rumah, anggota keluarga semakin terpaksa saling menyayangi. Mereka tidak memiliki ruang kosong berlebih untuk tidak saling menyayangi. Itu membuatku berharap Ayah dan aku tinggal di rumah yang lebih kecil.

Tempat kami terpaksa berinteraksi.

Tempat kami bisa berhenti berpura-pura ibuku tidak meninggalkan terlalu banyak ruangan kosong di rumah kami setelah dia meninggal.

Yoora berjalan ke dapur. Dia bertanya apakah aku ingin minum sesuatu.

Aku mengikuti Yoora dan bertanya dia punya minuman apa. Yoora menjawab dia punya hampir semua jenis minuman kecuali susu, teh, soda, kopi, jus, dan minuman beralkohol.

“Kuharap kau suka air biasa,” imbuhnya.

Lalu dia menertawakan dirinya sendiri. Aku ikut tertawa bersamanya.

“Air pilihan sempurna. Aku merencanakannya sebagai pilihan pertamaku.”

Yoora mengambilkan segelas air untuk kami masing-masing.

Kami lalu bersandar di konter yang berseberangan.

Kami bertatapan.

Aku tidak seharusnya mencium Yoora kemarin malam.

“Aku tidak seharusnya menciummu, Yoora.”

“Aku tidak seharusnya membiarkanmu menciumku,” balas Yoora.

Kami bertatapan beberapa lama lagi. Aku bertanya dalam hati apakah Yoora akan membiarkanku menciumnya lagi. Aku bertanya dalam hati apakah sebaiknya aku pergi saja.

Bad LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang