Empatbelas

87 13 7
                                    

Jimin.

.

Sepuluh tahun sebelumnya…

.

“Apa menurutmu alasan kita tidak boleh melakukan ini justru menjadi alasan kita suka melakukannya?” tanya Yoora.

Maksud Yoora adalah berciuman.

Kami sering sekali berciuman.

Pada setiap kesempatan yang kami dapatkan, bahkan pada kesempatan yang tidak kami dapatkan.

“Maksudmu tidak boleh karena orangtua kita berpacaran?”

Yoora menjawab ya. Suaranya berbisik, karena saat ini ciumanku merayap naik di lehernya.

Aku suka bisa membuat Yoora kehabisan napas.

“Ingat pertama kali aku bertemu denganmu, Yoo?”

Yoora mengerang mengucapkan sesuatu yang berarti ya.

“Dan apakah kau ingat ketika aku mengantarmu ke kelas?”

Sekali lagi Yoora memberiku jawaban ya, tapi bukan dalam bentuk kata.

“Hari itu aku ingin menciummu.” Aku kembali menggerakkan bibirku ke bibirnya dan menatap matanya. “Apakah hari itu kau ingin menciumku?”

Yoora menjawab ya, dan di matanya aku melihat pikirannya mengembara ke hari itu.

Ke hari ketika dia menjadi segalanya bagiku.

“Hari itu kita tidak tahu tentang hubungan orangtua kita,” jelasku. “Meskipun begitu, kita tetap ingin melakukan ini. Jadi, menurutku, bukan itu sebabnya kita menyukai ini sekarang.”


Yoora tersenyum.

“Kau lihat?” bisikku sambil menyapukan bibir dengan lembut ke bibir Yoora untuk menunjukkan padanya betapa menyenangkan rasanya.

Yoora mengangkat kepala dari bantal dan menopang tubuh dengan siku.

“Bagaimana kalau kita berciuman hanya dalam artian umum?” dia bertanya. “Bagaimana jika ciuman ini tidak ada kaitannya denganku atau denganmu secara khusus?”

Yoora selalu melakukan ini. Aku menyarankan dia sebaiknya menjadi pengacara, karena dia suka memancing adu argumen.

Tetapi, aku suka jika Yoora melakukannya, jadi kuikuti saja permainannya.

“Pertanyaan bagus,” sahutku. “Aku memang suka berciuman. Aku tidak mengenal orang yang tidak suka berciuman. Tapi ada perbedaan antara ini dan sekadar suka berciuman.”

Yoora menatapku dengan penasaran. “Apa perbedaannya?”

Aku menurunkan bibir ke bibirnya lagi.

“Kau,” bisikku. “Aku suka menciummu.”

Itu berhasil menjawab pertanyaan Yoora, karena dia tidak bicara lagi dan mendekatkan bibirnya ke bibirku.

Aku suka Yoora mempertanyakan segala sesuatu.

Karena itu membuatku melihat situasi dengan cara berbeda.

Sejak dulu aku menikmati mencium gadis-gadis yang kucium di masa lalu, tapi itu semata karena aku tertarik pada mereka, tidak harus karena ciuman itu secara khusus berkaitan dengan mereka.

Ketika mencium gadis lain, aku merasakan kenikmatan. Itu alasan orang suka berciuman, karena rasanya nikmat.

Tetapi, ketika kau mencium seseorang karena orang itu alasannya, perbedaannya bukan terletak pada kenikmatan.

Perbedaannya terletak pada perasaan nyeri ketika kau tidak mencium orang itu.

Aku tidak merasakan nyeri ketika tidak mencium lagi gadis-gadis yang pernah kucium di masa lalu.

Aku hanya merasakan nyeri ketika tidak mencium Yoora.

Mungkin ini menjelaskan alasan jatuh cinta rasanya menyakitkan.

Aku suka menciummu, Yoora.

.
.
.
To be continued.

Aku ingin di cium juga 😁

Aku ingin di cium juga 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bad LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang