Epilog

119 22 19
                                    

Jimin.

.

Aku mengilas balik ke hari aku menikahinya.

Itu salah satu hari paling indah dalam hidupku.

Aku ingat berdiri di sebelah Taehyung dan Jin hyung di ujung lorong tengah gereja. Kami menunggu Yeorin berjalan melewati pintu ketika Jin hyung mendekatkan wajah dan membisikkan sesuatu padaku.

“Kau satu-satunya pria yang mendekati standar yang kutetapkan untuknya, Jimin. Aku bahagia kau orangnya.” katanya.

Aku juga bahagia aku orangnya.

Kejadiannya lebih dari dua tahun lalu, dan setiap hari setelah hari itu, aku jatuh cinta pada Yeorin sedikit lagi.

Atau lebih tepatnya, terbang.

Tetapi, aku tidak menangis pada hari aku menikahinya.

Air matanya menetes pada hari itu, tapi air mataku tidak.

Aku yakin air mataku takkan menetes.

Tidak dengan cara yang kubayangkan.


Delapan bulan lalu kami diberitahu bahwa kami akan memiliki bayi.

Kami tidak berusaha memiliki bayi, tapi juga tidak berusaha menghalanginya.

“Jika terjadi, jalani saja,” kata Yeorin.

Dan ternyata terjadi.

Ketika tahu, kami gembira.

Yeorin menangis.

Air matanya menetes, tapi air mataku tidak.

Karena meskipun gembira, aku juga takut.

Aku trauma pada perasaan takut yang menyertai ketika kita terlalu mencintai seseorang.


Takut pada semua hal buruk yang bisa terjadi.

Aku takut kenanganku akan mengambil alih sejak hari aku menjadi ayah lagi.

Tapi ini, sudah terjadi.

Dan aku masih takut.

Ngeri.

“Perempuan,” dokter memberitahu.

Perempuan.

Kami baru mendapatkan bayi perempuan.

Aku baru saja menjadi ayah lagi.

Yeorin baru saja menjadi ibu.

Rasakan sesuatu, Jimin.

Yeorin mendongak padaku.

Aku tahu dia bisa melihat ketakutan di mataku. Aku juga tahu betapa dia sangat kesakitan saat ini, tapi dia masih bisa tersenyum.

Bad LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang