Waktu sudah menunjukkan pukul 23:46 gadis itu masih bersandar di balkon kamarnya, menangkup kedua kaki dan memegangi sebucket bunga yang ia dapatkan kemarin sore. Matanya masih tak lepas menatap langit malam, beberapa bintang yang masih bertahan untuk bersinar saat tengah malam. Memegangi kelopak-kelopak bunga mawar yang menyatu dalam setiap tangkainya, air matanya yang juga belum berhenti menetes sampai habis dan berkali-kali ia mengusapnya. Mengingat bahwa kemarin ia menemui kekasihnya yang sedang memeluk wanita lain, terlalu sakit untuk mengingatnya setelah hatinya benar-benar hancur.
"Kak Nhai?" panggil seorang gadis mungil dari balik pintu. Nhaira segera menghapus air matanya dan bangkit mendekati gadis itu.
"Shella? Kamu gak tidur?" tanya Nhaira.
"Enggak, aku mau tidur sama kak Nhaira?" jawabnya dengan wajah yang terlihat ngantuk. "Kakak nangis, ya?" tanyanya. Nhaira hanya menunduk dan mengusap matanya. "Kakak jangan nangis," gadis kecil itu mengusap air mata Nhaira dan memeluknya "Shella gak mau lihat Kak Nhai sedih, kalau kak Nhai sedih Shella juga sedih," ujarnya.
"Kakak enggak apa-apa," jawab Nhaira berbohong seraya tersenyum menatap adik kecilnya. "Sekarang kita tidur ya," Nhaira merenggangkan pelukannya dan menarik lengan Shella ke arah tempat tidurnya.
***
"Kamu baik, Nhai?" tanya Mama. Nhaira hanya mengangguk.
"Muka kamu pucet, loh. Kamu jangan sekolah, nanti tambah capek," Papa Nhaira yang yang baru duduk di ruang makan itu memerhatikan wajah anak gadisnya.
"Mama gak mau kamu tambah sakit. Kamu sakit bukan gara-gara Shella tidur di kamar kamu, kan?" tanya Mama.
"Enggak lah ma, Nhai semalem cuma kurang tidur sama gak enak badan. Paling cuma kecapekan," jawabnya.
"Lagipula Tante Vin, Om Ray, Ana, sama Kyera mau pindah didekat sini, tapi mereka beberapa hari tinggal disini dulu." ujar Mama.
"Kapan pindahnya?" tanya Nhaira.
"Nanti siang jam 8," jawab Randy yang tiba-tiba ikut nyambung.
"Itu masih pagi bego," ralat Nhaira. "Mama kenapa gak kasih tau Nhai kalo Tante Vin pindah kesini? Pasti ngasih taunya mendadak." tanya Nhaira sedikit kesal.
"Gimana mama mau kasih tau kamu kalau kamunya gak mau keluar kamar." jawab Mama.
"Yaudah, hari ini Nhai gak sekolah. Tapi, Papa kirim surat sakit Nhai, ya?" pintanya.
"Biar gue aja, nanti Papa telat ke kantor gara-gara lo," pinta Randy. Nhaira hanya menunjukkan wajah kesalnya pada Randy.
"Kalo gitu, Papa berangkat kerja dulu ya," Papa keluar rumah setelah Mama, Nhaira, Randy, dan Shella salam sama Papa.
"Kak Nhai udah gak sedih lagi?" tanya Sella yang masih mengunyah sarapannya.
"Sedih kenapa?" tanya Mama.
"Semalem waktu Shella ke kamar Kak Nhai, Kak Nhai lagi nangis." jawab Shella dengan polosnya.
"Nangis? Ada apa sama kamu?" tanya Mama bingung.
"Gak apa, semalem kepala aku cuma pusing aja." jawabnya sedikit lesu.
"Emang kalau pusing itu harus duduk sambil pegang bunga ya, ma?" tanya Shella. Anak kecil memang sulit untuk dibohongi
"Ha? Pegang bunga? Kamu ngomong apa sih, Shel?" Mama semakin bingung.
"Semalem Kak Nhai lagi nangis di balkon sambil pegang bunga." jawab Shella.
"Shella," gumam Nhaira kesal.
"Kamu kenapa? Jawab jujur sama mama." pinta Mama.
"Gak apa-apa. Udah ya, Nhai balik ke kamar dulu mau ganti baju." gadis itu segera pergi ke kamarnya. Randy tertawa sangat girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
RomanceWARNING!!! Ceritanya nggak jelassss, belum di revisi. Ketika aku merasakan sakit, kau yang datang untukku dan membuatku merasa senang. Tapi, kenapa kau pergi terlalu cepat? Copyright-2015 by fizoella