Chapter 8

385 33 0
                                    

--Happy reading--

🌼🌼🌼

Ingatan akan ciuman pertamanya dengan Luna memberikan semangat untuk Draco di hari-hari berikutnya. Kastil kini hampir kosong, hanya tersisa murid-murid yang memilih tetap tinggal. Draco menghabiskan hari-harinya bekerja di Hogs Head, dan malam harinya di kantor Profesor Wells menikmati hadiah Natalnya, mendengarkan musik sekaligus menghabiskan waktu dengan berselancar di internet, tapi ia menyadari bahwa ia sangat merindukan Luna. Namun tak peduli bagaimana ia mencoba untuk melewati hari-harinya agar berlalu dengan cepat, hari-hari itu sepertinya berjalan sangat lambat tanpa ampun. Ia benar-benar merindukan Luna. Mereka benar-benar tak punya banyak waktu untuk berbicara berdua setelah ciuman pertama mereka, jadi Draco benar-benar tidak tahu bagaimana persisnya hubungan mereka sekarang. Apakah mereka bersama sebagai pasangan atau hanya salah satu dari mereka yang terjebak dalam momen semacam itu. Ia berharap dengan segenap jiwanya bahwa yang pertama adalah jawaban yang benar. Luna telah masuk ke dalam mimpinya selama berbulan-bulan sekarang, selalu menayangkan adegan-adegan intim yang ingin Draco coba hidupkan selama jam-jam terjaganya. Ia menganggap itu sangat seksi hingga ia tidak bisa menahan diri; yang ia inginkan hanyalah memeluk Luna dan menunjukkan secara fisik apa yang ada di hatinya.

Pikiran-pikiran ini mengganggu Draco hingga pagi hari tiba, suatu hal yang jarang terjadi padanya. Ini adalah hari Natal dan ia tidak harus bekerja hari ini, jadi ia hanya akan menghabiskan waktu santainya di sekitar kastil. Kesendirian tidak terlalu mengganggunya, sebenarnya hanya ada satu orang yang ia harapkan dapat bersamanya untuk menghabiskan hari ini, tapi ia tahu itu tidak mungkin terjadi. Luna masih berada di rumah bersama sang ayah dan masih perlu waktu seminggu lagi sampai Draco bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Ugh, ia tidak bisa berpikir bagaimana ia bisa bertahan seminggu kedepan.

Draco bangkit dari tempat tidur dan memutuskan untuk jogging lebih awal sebelum sarapan. Ia berlari kecil mengelilingi halaman kastil. Mencoba mengatasi beberapa rasa frustrasinya, salah satunya adalah hasrat fisiknya pada Luna. Ini tidak banyak membantu, tapi cukup membuatnya merasa sedikit lebih baik.

Draco baru saja selesai berolahraga dan akan menuju kamarnya ketika ia melihat sosok familiar berdiri di lorong menuju ruang rekreasinya. Sosok mungil dan cantik dengan rambut pirang sepinggang. Ia tidak bisa mempercayai matanya, apakah ini mimpi? Kalau benar begitu, ia berharap mimpi ini akan bertahan lama sebelum ia terbangun. Namun itu bukan mimpi, Luna benar-benar berdiri di pintu masuk asramanya, menunggunya. Gadis itu tampak tak menyadari Draco yang mendekat dari belakangnya.

Draco berjalan perlahan, menikmati pemandangan sosok itu sepenuhnya. Luna berada dalam jangkauan lengannya sekarang, dan dengan sedikit gugup, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh bahu Luna dengan ringan, menyebabkan gadis itu sedikit berjengit. Luna langsung tampak rileks ketika ia berbalik dan menemukan Draco berdiri di sana, tampak terpesona oleh kehadirannya. Ia tersenyum malu-malu, senang ia bisa mendapatkan respon sangat baik seperti itu dari Draco.

"Luna," akhirnya Draco berhasil berbicara, "Apa yang kau lakukan di sini, kukira kau menghabiskan Natal di rumah bersama ayahmu," tanyanya tak percaya.

"Ya," jawab Luna dengan suara yang lebih dalam dari biasanya, "Tapi aku tidak tahan membayangkanmu harus menghabiskan hari Natal ini sendirian di sini."

Draco bingung, ia tidak menyangka ini. Tiba-tiba denyut nadinya menjadi begitu cepat hingga mungkin lari yang paling bersemangat pun tidak dapat menandinginya.

Luna tampak khawatir kalau-kalau ia telah mengatakan hal yang salah, tapi perasaan itu lenyap saat Draco tersenyum dengan penuh kasih sayang padanya.

"Luna, aku tidak tahu harus berkata apa, kau sungguh luar biasa, tapi bagaimana dengan ayahmu, bukankah dia akan kesal?" tanya Draco tak enak.

Welcome Home | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang