Mohon maaf jika ada kesalahan tanda baca, typo, dsb. Revisi akan dilakukan jika sudah TAMAT. Terima kasih dan selamat membaca 😍
Aku memang bodoh. Percaya pada apa yang kurasa dan mengabaikan yang terlihat.
Keheningan sangat terasa di setiap koridor setelah bel pulang berbunyi setengah jam yang lalu. Sejauh mata memandang tidak terlihat satu murid pun di sekitar kelas. Beberapa diantaranya masih bisa ditemukan di lapangan, tempat parkir atau kantin. Meski begitu, bekas keberadaan mereka di kelas tetap ada seperti coretan di papan tulis atau bungkus makanan yang berserakan di lantai. Semua itu tidak luput dari pandangan Clarisa Angel. Gadis yang akrab dipanggil Risa itu sedang berjalan menuju gedung yang berseberangan dengan kelasnya berada.Salah satu murid kelas 11 MIPA 2 itu menaiki tangga menuju lantai dua. Rambut hitam sebahunya sedikit lepek oleh keringat sisa mengikuti pelajaran olahraga. Ujung seragam putihnya sudah berada di luar semenjak bel pulang berbunyi. Sementara tas merah muda tersampir di pundak kiri. Sepatu kets abu-abu miliknya tidak berhenti melangkah. Sama sekali tidak terganggu oleh keheningan yang begitu mencekam dari pintu-pintu kelas yang tertutup. Risa sudah terbiasa karena sering datang ke sana. Hal itu dikarenakan kekasihnya berada di salah satu ruangan tersebut.
Risa lebih mudah ditemukan di lantai anak-anak kelas 12 ketimbang kelasnya sendiri. Seakan sudah menjadi wilayahnya, dia tidak sungkan saat mondar-mandir di sana. Seperti sekarang, ia langsung membuka pintu kelas yang terletak di tengah hingga membuat dua orang di dalamnya tersentak dan menoleh bersamaan.
"Lo udah ngerasa kayak masuk kelas sendiri ya sekarang," sindir Yuri. Gadis berambut panjang, tinggi, dan memiliki bentuk tubuh seksi itu tersenyum sinis.
Yuri yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua kelas memang tidak terlalu akur dengan Risa. Hal itu dikarenakan kedekatannya dengan pacar Risa yakni Adrian Mahendra sekaligus ketua kelas. Ditambah situasi sekarang yang bisa membuat siapa saja salah paham. Mereka berduaan di ruangan tertutup. Adrian duduk di kursi sedangkan Yuri di meja berhadap-hadapan.
Risa benci melihat pemandangan itu. Terlebih ketika ekspresi keduanya tampak biasa-biasa saja seolah itu adalah hal wajar. Ingin sekali saat ini juga dia menarik rambut hitam Yuri yang tergerai.
"Apa salahnya? Sekolah juga udah bubar," balas Risa dingin. Berjalan mendekat tanpa melepaskan tatapannya pada Yuri. "Bukannya lebih aneh kalau masih ada orang di dalam tapi pintu malah ditutup? Apalagi berduaan sama pacar orang." Dia berhenti tepat di depan Yuri.
"Kami lagi diskusi buat rencana menghias kelas, jadi pintu ditutup biar nggak ada yang ganggu." Yuri pun tidak ingin repot dengan selalu bersikap baik pada Risa di depan Adrian. Dia sering membalas ucapan Risa dengan angkuh dan percaya diri.
"Berdua?" Tatapan mata Risa jatuh pada rok pendek Yuri yang sedikit tersingkap karena duduk di meja. "Sejak kapan menghias kelas jadi urusan dua orang? Apalagi sambil pamer paha."
"Terserah kalau lo nggak percaya."
Risa semakin geram. Padahal sudah jelas salah, tetapi sikap Yuri seolah tidak ada apa-apa. "Gue peringatin, jangan deketin Adrian atau kalau enggak--"
"Risa, cukup!" Adrian menengahi sebelum kedua gadis di depannya bertengkar lebih jauh. Kemudian menoleh pada Yuri. "Besok gue kasih tau anak-anak soal rencananya. Sekarang lo bisa pulang dulu."
Ekspresi Yuri seketika berubah saat menatap Adrian. Matanya berbinar dengan senyum manis di bibir. Berbanding terbalik jika sedang berbicara dengan Risa. "Kalau gitu gue bikin catatan apa aja yang mesti dibeli. Lo bisa kan temenin gue belanja?" Sambil turun dari meja.
"Bisa."
Yuri semakin kegirangan mendapat jawaban pasti dari Adrian. "Oke, hari Minggu kita pergi. Berdua."
Yuri sempat melemparkan lirikan tajam saat melewati Risa sebelum akhirnya meninggalkan kelas.
"Kenapa mesti diskusi sama Yuri, sih?" Suara tinggi Risa menggema memenuhi seisi ruangan yang sepi tersebut. Melampiaskan amarahnya pada Adrian setelah Yuri pergi. Meskipun adik kelas, tetapi dia selalu memanggil para seniornya hanya dengan sebutan nama. Tidak terkecuali Adrian.
"Dia wakilnya," jawab Adrian sambil mengerjakan PR yang baru saja diberikan.
"Apa nggak bisa diganti aja?"
Adrian menoleh. "Kamu kira aku bisa seenaknya aja ganti? Yuri menjabat jadi wakil itu karena pilihan satu kelas, bukan aku."
Bibir Risa mengerucut setelah tidak mendapat pembelaan dari Adrian. Akan tetapi, bukan Risa namanya jika menyerah begitu saja. Jika dia tidak bisa membujuk Adrian mencopot jabatan Yuri, ia bisa mengganti pasangan Adrian berbelanja pada hari Minggu.
Risa duduk di samping Adrian. Melihat sekilas soal-soal yang ada di buku sebelum pandangannya kembali tertuju pada sang pacar. "Akhir-akhir ini aku bosen di rumah. Gimana kalau Minggu besok kita kencan? Sekalian temenin kamu beli kebutuhan kelas."
"Nggak bisa. Aku nggak mau mencampur acara kencan sama urusan sekolah," tolak Adrian tegas.
"Tapi aku nggak keberatan, kok. Mau, ya," rengek Risa. Walau dia harus mengorbankan acara kencannya, tetapi menghalangi Adrian pergi berdua bersama Yuri adalah utama.
"Nggak bisa."
Risa mengembuskan napas. "Emangnya kenapa, sih? Toh cuma belanja aja. Apa salahnya kalau aku yang temenin?" teriaknya kehabisan kesabaran.
Adrian meletakkan pensilnya dengan sedikit keras. "Soalnya kamu bukan bagian dari kelas ini. Kamu nggak tahu apa yang betul-betul diperlukan dan aku butuh teman yang bisa diajak diskusi."
"Bilang aja kalau kamu mau berduaan aja sama Yuri, kan?"
"Risa," panggil Adrian dengan sedikit penekanan. Dia tidak tahu kenapa Risa selalu menyebut nama Yuri dalam pertengkaran mereka.
Risa menatap Adrian dengan sorot mata kecewa. Padahal dia sudah tidak mempermasalahkan soal Adrian berduaan dengan Yuri tadi. Walau Yuri sudah menjelaskan, tetapi tidak membenarkan mereka harus menutup pintunya dikala sudah tidak ada orang di kelas. Sekarang, Adrian juga bersikeras untuk pergi berdua dengan Yuri pada hari Minggu. Seakan memang tidak ingin diganggu.
Risa beranjak dari duduknya. "Hari ini aku nggak mau temenin kamu latihan." Kemudian keluar dari kelas.
~o0o~
Risa meninggalkan gedung kelas Xll dan menyusuri koridor dengan perasaan kesal. Padahal hari ini dia berniat menemani Adrian latihan sepakbola di lapangan. Akan tetapi, suasana hatinya malah sedang buruk.
Adrian adalah kapten sepakbola sejak tahun lalu. Sebagai kapten, dia berhasil membawa timnya sebagai juara dibeberapa pertandingan antar sekolah. Tidak ada yang tidak mengenal Adrian, bahkan gadis yang menjadi pacarnya.
Belum lagi paras tampan yang Adrian miliki. Itu sebabnya para gadis menaruh hati padahal tahu sudah punya pacar. Termasuk Yuri. Tanpa sadar Risa masuk ke sebuah gang buntu dekat gudang serta biasanya digunakan untuk membakar sampah. Tempat itu sepi, berada di antara gedung kelas Xll dan kelas X.
Kekesalan Risa bertambah karena salah jalan. Dia mengempaskan tasnya ke tanah kemudian berteriak, "Dasar cewek sialan! Nyebelin!"
Napas Risa memburu. Dia jongkok dengan kedua tangan memeluk lutut. Merasa sedikit lega setelah meluapkan emosinya. Akan tetapi, rasa takut kehilangan Adrian kembali muncul. "Gue cuma mau Adrian merhatiin gue," gumamnya.
"Hei."
Risa terkejut. Kepalanya spontan mendongak mengikuti arah suara. Di salah satu jendela bangunan yang ada di seberang, Daniel-salah satu teman Adrian-tersenyum lebar ke arahnya.
"Dasar cowok rese," umpat Risa dengan ekspresi kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Hati
Teen FictionUntuk apa merasa sedih jika ada seseorang yang dengan sukarela mengobati luka hatimu. Risa, seorang adik kelas yang memiliki kepribadian tomboy dan kasar baru saja putus cinta karena diselingkuhi pacarnya. Namun, belum sempat merasakan patah hati, s...