Ketika jam istirahat, Yuri lebih memilih menghabiskan waktunya dengan menggulir layar ponsel di kelas ketimbang mengikuti Maudy ke kantin. Bibirnya tidak berhenti tersenyum melihat foto dirinya bersama Adrian. Posisi mereka begitu dekat dengan berbagai macam gaya salah satunya bergandengan tangan sambil menatap lurus ke kamera layaknya sepasang kekasih. Itu adalah foto favorit Yuri.
Momen kebersamaan mereka beberapa waktu lalu masih teringat jelas terutama bagaimana sikap penuh perhatian Adrian yang jarang ditujukkan padanya. Cinta sepihak yang selama ini Yuri rasa, sekarang seakan terbalas. Walau tanpa menyebutkan kata cinta, tetapi mengetahui lelaki itu tidak ingin Yuri menyerah pada perasaannya membuat ia merasa senang. Dia hanya perlu sedikit bersabar sampai Adrian benar-benar mencintainya.
"Wow, udah ada kemajuan ternyata."
Tiba-tiba suara Bastian terdengar di belakang telinga Yuri. Yuri terkejut dan langsung menoleh ke arah lelaki berbadan tinggi besar tersebut. Yuri tidak sadar akan kedatangan Bastian karena terlalu fokus menatap layar. Seingatnya, lelaki itu sudah keluar bersama Adrian setelah bel berbunyi. Tanpa diperintah, Bastian mengisi kursi kosong di sebelah Yuri.
"Fotonya bagus. Kenapa nggak taroh di medsos?" tanya Bastian dengan mata masih tertuju pada foto di layar ponsel milik Yuri.
"Gue nggak butuh saran lo." Yuri keluar dari galeri dan meletakkan ponselnya di meja.
Bastian tersenyum mengejek. "Bilang aja lo takut ketahuan sama Risa."
Yuri balas menatap Bastian dengan sorot mata tajam. Tersinggung dengan ucapan Bastian yang mengatakan dirinya takut pada adik kelas mereka. "Gue nggak pernah takut sama Risa. Lagian, kami nggak berteman di medsos."
"Terus kenapa nggak lo pamerin? Bukannya sayang, foto sebagus itu dilihat sendiri?"
Bastian mengambil ponsel Yuri. Akan tetapi, Yuri dengan cepat mengambilnya kembali dan memasukkan ke kantong baju. "Bukan urusan lo," jawab Yuri ketus.
Bukannya marah karena sikap kasar Yuri, Bastian malah tertawa keras hingga beberapa murid yang masih ada di kelas terkejut dan melihat ke arah mereka. Tidak suka menjadi perhatian, Bastian menggebrak meja dengan memasang ekspresi tegas. "Ngapain pada ngeliatin? Keluar sana!"
Sambil menggerutu, mereka keluar kelas disertai memberi lirikan tajam pada dua orang yang masih duduk di bangku. Bastian dan Yuri.
"Bukannya kita sekutu? Kenapa masih waspada sama gue? Mau lo posting atau enggak foto itu, yang dapet untung cuma lo. Semua temen lo pasti terkejut. Kalau pun Risa tau, dia bakal marah sama Adrian." Bastian sedikit mendekat, mereka saling bertatap muka kemudian berbisik, "Gue berharap mereka cepet putus."
Yuri memalingkan wajah ke depan. Mempertimbangkan saran Bastian yang cukup menggiurkan. "Tapi Adrian ngelarang gue buat kasih tau siapapun soal foto ini."
"Yah, itu sih terserah lo." Bastian mendorong kursi ke belakang lalu berdiri. Sekali lagi menoleh pada Yuri yang dilanda dilema. Menepuk bahunya sambil berkata, "Jangan lupa traktirannya kalo udah jadian."
Yuri merasa kesal karena Bastian pergi setelah membuatnya kebingungan. Jika dia menuruti saran Bastian, hanya menunggu waktu hingga hubungan Risa dan Adrian menjadi renggang. Namun, ia juga tidak berani mengambil risiko dibenci oleh Adrian setelah akhirnya mereka bisa lebih dekat. Apa yang harus dia lakukan?
~o0o~
"Yang sebelah sana jangan lupa disapu juga, Dit!"
Risa mengingatkan Radit yang saat itu sedang sama-sama membersihkan kelas di jam istirahat. Potongan kertas kecil-kecil serta krim kue yang menempel di lantai sisa pesta kejutan ulang tahun untuk wali kelas mereka membuat keduanya terpaksa piket ulang. Radit menyapu di bagian kiri sedangkan Risa di bagian kanan. Dibantu oleh Yasmin dan teman sekelas lainnya untuk mengepel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Hati
Teen FictionUntuk apa merasa sedih jika ada seseorang yang dengan sukarela mengobati luka hatimu. Risa, seorang adik kelas yang memiliki kepribadian tomboy dan kasar baru saja putus cinta karena diselingkuhi pacarnya. Namun, belum sempat merasakan patah hati, s...