Akhirnya aku berhenti di tempat dan pemandangan yang selalu menenangkan. Kafe dan gadis di gedung seberang.
11:17 p.m
Dia masih belum terlihat. Padahal biasanya dia akan terlihat duduk di depan laptopnya atau dia akan keluar ke balkon dengan kepulan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Tapi kali ini tidak.
Aku sedikit kecewa karena aku tak bisa melihat dia hari ini. Luke yang sedari tadi diam di hadapanku memandangku bingung. Dia memandangku dan melihat ke arah jendela dan memandangku lagi.
"Cal?!"
Aku hanya meliriknya dengan tatapan 'apa?'
"Mmm.. Ayo balik deh, udah malem juga."
"Bayi... Lo pulang aja sendiri." Jawabku dengan senyum sarkastik.
Dia diam sesaat dan menoleh ke arah jendela.
"Lo... Nungguin dia?"
Aku mengangkat wajahku dan menoleh ke arah gedung di seberang jalan.
Seulas senyum terukir di wajahku.
Akhirnya... Aku bisa melihatmu lagi.
Entah kenapa aku selalu merasa senang ketika melihat dia, meskipun aku tak mengenal bahkan tak tahu siapa dia. Aku merasa lega.
Dia berdiri di pinggir balkon mengenakan tank-top putih dan hotpants hitam tanpa rokok setianya. Rambutnya yang panjang di biarkan terbang diterpa angin malam. Dia hanya berdiri disana memandang ke atas. Mungkin dia sedang memperhatikan langit malam yang berhias bulan dan bintang.
Taukah kau? Kau lebih indah dari mereka nona.
Bahkan keindahanmu telah mengalahkan ribuan bintang yang menghiasi langit.
Aku tersenyum saat katakata itu muncul di kepalaku.
"Are you ok? Lo senyum-senyum sendiri, gue jadi khawatir." Luke tersenyum mengejek sambil menyeruput kopi di depannya.
Aku tersenyum, lagi, dan kembali memperhatikan gadis di gedung seberang.
Dia memegang sesuatu, tapi bukan rokok. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena jarak yang cukup jauh.
Dia meletakkan benda itu di atas tangan kirinya dan perlahan menariknya.
Aku terperanjat dan sadar apa yang dia pegang.
Razor blade.
Luke ikut cemas dan melihat keluar jendela.
"Lo kenapa Cal? Lo gak pa-pa kan?" Luke terlihat panik.
Dia seorang cutter.
Aku terduduk lemas di kursi yang aku duduki sedari tadi. Luke hanya duduk dan memandangku bingung.
Ari's POV
"ARIIII!"
Aku yang berbalut selimut langsung terduduk kaget setengah mati mendengar suara yang melengking di telingaku.
Aku mencoba mengatur nafas dan mengumpulkan nyawaku yang entah tercecer dimana-mana. Aku mengerjapkan mata dan mendapati Chloê dengan mata hijau dan seragam kerja lengkap di depanku.
"Ari? Kau baik-baik saja? Kau pucat sekali." Dia menarik wajahku dan menempelkan dahinya ke dahiku. "Ya ampun! Kau demam! Ya Tuhan!" Dia mulai panik. Aku diam saja menghadapi sikap Chloê yang di luar batas alay.
"Aku baik-baik saja Chloê, kau tenanglah."
"Apa yang harus kulakukan?" Gumamnya. "Apa aku harus menghubungi Tristan?"
Mataku terbelalak mendengar ucapannya. Sungguh Chloê benar-benar memiliki pemikiran yang cetek.
"What?! I'm going to kill you if you dare to do that Chloê!" Ancamku.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?!" Dia melayangkan tangannya ke udara. Aku hanya diam menatapnya datar.
"Baiklah. Ayo ke dokter!" Chloê menarik selimut yang membalut badanku.
Dia membelalakkan mata dan menutup mulut dengan kedua tangannya rapat-rapat. Dia seperti orang shock.
Aku butuh waktu beberapa detik untuk mencerna ekspresi Chloê yang tiba-tiba berubah.
"Ari... Kau..." Dia melepas kedua tangannya dan matanya lurus memperhatikan lenganku.
Apa aku bilang 'lenganku'?
What?!
Damn!!
Sadar bahwa Chloê tak pernah mengetahui hal ini. Aku segera menarik selimut dan menutupi lenganku. Menutupi bekas luka sayatan yang berbaris rapi di lengan kanan dan kiriku. Aku tak mau Chloê melihatnya. Apalagi ada tujuh luka baru yang aku buat tadi malam.
"Ari... Kenapa?!" Suara Chloê terdengar parau dan bergetar. Pasti sebentar lagi dia akan menangis.
Apa yang bisa kulakukan? Tidak ada.
Aku siap untuk menerima semua cacian yang akan dinyanyikan Chloê untukku.
Aku tak bermaksud untuk menyembunyikan semua ini. Aku hanya takut untuk membaginya. Aku bukan orang yang mudah percaya, meskipun pada temanku sendiri.
Sudah banyak hal yang aku ceritakan pada Chloê. Tentang semua masa laluku. Tidak termasuk hal ini dan Ca- dan orang yang tak ingin kuingat namanya.
Aku hanya memalingkan muka. Ini pertama kalinya aku tak berani membalas tatapan seseorang. Aku merasa, takut.
"Kenapa kau tak pernah menceritakannya padaku? Kau pikir kau siapa?" Chloê tertawa sarkastik. Lebih seperti orang gila. "Kau pikir kau hebat? Kau pikir kau bisa sembunyikan ini selamanya? Kau pikir kau bisa memikul bebanmu sendiri? Kau pikir kau bisa menahan kesedihanmu sendiri? Kau..." Dia mulai terisak. Dan itu membuat hatiku sakit. "Kau pikir kau hebat dengan cara seperti ini? Kau salah! Kau bodoh! Kau idiot Ari!"
Chloê terdiam sesaat.
"Kau rapuh Ari!!! Rapuh! Dan aku terasa gak berguna!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Smith (COMPLETE)
FanfictionMalam ini sangat sunyi dan dingin, tidak seperti biasanya. Sepanjang jalan juga terlihat hanya beberapa kendaraan yang beralu-lalang. Gadis itu masih terduduk di sudut kamarnya, dengan asap rokok dan tetesan darah dari beberapa goresan pisau cukur d...