Chapter 11

211 24 0
                                    

Ari's POV

Aku merasa perutku penuh dengan gelembung dan rasanya menyenangkan. Ini untuk kali pertamanya aku melupakan semua kepahitan hidup dan tersenyum. Seseorang akhirnya bisa mengembalikan senyumku.

Kini aku percaya bahwa masih ada orang yang peduli padaku. Nenek sampai heran melihat aku pulang dengan senyum yang masih tersungging di sudut bibirku. Mungkin ia berpikir bahwa aku menang lotere, atau memenangkan kontes kecantikan atau aku yang mendapatkan semua laki-laki telah bertekuk lutut di hadapanku. Tapi tidak. Senyumku ini terukir hanya karena seorang Calum.

Calum...

Dua minggu kemudian, aku tak pernah lagi melihatnya. Dia seolah lenyap diterpa angin. Itu mengingatkan aku pada sesuatu.

Mimpi itu... Dia adalah Calum...

------

Telingaku kembali berdenging, dan suara-suara itu kembali. Aku menutup telinga rapat-rapat agar suara itu tak terdengar lagi. Tapi suara itu datang dari dalam kepalaku. Setiap aku berusaha mengusirnya, suara itu makin keras dan berdengung. Aku hanya ingin mereka pergi.

"You suck!"
"Dumb!"
"Worthless."
"Ugly af."
"Kill yourself!"
"Kill them all!"

Hentikan!!!

Aku membenturkan kepalaku ke dinding kamar berharap mereka akan pergi. Seperti orang yang kesurupan, aku menabrak apapun yang ada di depanku. Terdengar suara pecahan gelas. Suara pecahan itu sedikit mengusir bisikan di kepalaku. Pecahan itu berkilau dan suara-suara itu datang.

"Take that piece. Take it!"
"Kill them!"

No!

"You deserve it!"
"You deserve to die."

I don't!

"Come on! What the fuck are you waiting for?!"
"Just take and get over it!"

I have a promised.

"You're weak."
"Hopeless."

He told me that I'm strong!

"He lied."

He cared about me.

"He doesn't. He just leave you here. Alone."

No... No!!!

"You with me now. Come on, just take and get over with."

I just... I just can't...
Calum... Sorry...

Aku memungut pecahan itu. Memandanginya sejenak. Berkilau dan memanggil. Mengingatkan aku pada pisau buah. Ia memantulkan bayanganku. Aku seperti berhalusinasi, karena saat aku memandang bayanganku, ia seolah berbicara padaku.

"Cut them. Cut them all. It would be better. They will gone, I promise you."

Entahlah untuk yang keberapa kalinya aku menangis. Aku meletakkan pecahan itu di atas kulitku. Aku bisa merasakan denyut nadiku diantara bisikan-bisikan jahat itu.

Matilah kalian semua!

Kupejamkan mata dan mulai menggores kulitku.

Darah segar perlahan mengalir dari jejak sayatan yang aku buat. Hangat dan aku merasa... Entahlah. Aku merasa, lebih baik.

Suara itu perlahan pergi, namun datang kembali saat aku berhenti menyayat kulitku. Aku melakukannya lagi, dan lagi. Jantungku berdebar dan suara itu perlahan hilang dan aku merasa lebih baik.

I need this.

Lima luka sayatan berbaris dilengan kiriku. Darah mengalir dan berceceran di lantai. Darah itu membentuk sebuah pola seperti bunga mawar. Aku menyukainya. Caranya keluar dari luka yang terbuka, mengalir, terjatuh dan pola-pola ini.

Indah...

Hampir 10 menit aku membiarkan lukaku terbuka hingga darah mulai membeku. Lenganku terasa berdenyut-denyut dan perih dan sakit. Kepalaku berputar.

"Ari, kau di dalam?"

Nenek mengetuk pintu perlahan dan memutar kenopnya.

"Jangan dibuka!! Aku sedang... Eng... Aku telanjang!"
"Oh. Baiklah. Segeralah turun, kita makan malam."
"Baik!"

Aku bisa mendengar suara langkah kakinya menjauh.

Aku segera bangkit dan mengambil sebanyak mungkin tisu di atas meja belajar dan membersihkan semuanya kemudian membalut lukaku dengan perban, mengenakan t-shirt baseball hitam lengan panjang dan turun ke bawah.

"Ari!"
"Coming!"

The Golden Smith (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang