Di jam 7 malam waktu USA, on Friday night, Rere dengan kelakuan ajaibnya mengirimkan rentetan photo dengan satu latar yang sama, seat dalam pesawat milik salah satu maskapai terbesar di Indonesia. Bersama dengan ibu yang entah disengaja atau tidak memakai pakaian dengan warna yang sama, navy. Saat ini, sabtu jam 8 pagi waktu Indonesia bagian Barat. Sesuai kesepakatan Rere akan menemani Ibu melaksanakan berbagai agenda yang sudah terjadwal di Solo, menggantikan gue –anaknya yang super sibuk, yang tiba-tiba dibombardir dengan dateline laporan.
Lihatlah sampai sekarang pun gue masih berteman dengan macbook yang masih menyala beserta berkas-berkas dan email yang hampir membuat gue –manusia paling kalem menurut Rere kehilangan kewarasan. Gue menikmati pekerjaan ini, sungguh 99% gue nggak bohong, gue tidak pernah menyesal dengan pilihan hidup yang gue pilih sejak tiga tahun lalu. Ini menjadi salah gue karena ingin mempercepat proses mutasi ke Jakarta, kontrak yang sudah gue tanda tangani di Jakarta, ternyata berbenturan dengan jadwal gue disini. Jadi beginilah yang terjadi. Untung saja pesan singkat dari Rere lebih dulu masuk sebelum gue sempat membenturkan kepala ke tembok apartemen dan membuat teman satu tim gue yang menginap di apart gue malam ini menelpon 911.
Rere (19.10 p.m): Kayaknya Ibu manepouse deh, sensitive banget. Dari tadi gue kena omel mulu.
Rere send a picture
Rere (19.11 p.m): Nih perkara kuku gue panjang aja langsung telpon orang pabriknya buat siapin gunting kuku.
Hal pertama yang gue lakukan saat membaca pesan nyeleneh itu, tentu saja tertawa sampai gegulingan. Bagaimana bisa dia mengirimkan pesan begitu disaat Ibu tepat berada disampingnya. Kalau bukan Rere siapa yang punya nyali senekat itu. Dan bagaimana gue nggak ketawa dengan kerandoman dua wanita beda masa itu. Gue bahkan bisa membayangkan bagaimana ekspresi Rere yang diam sambil cemberut, dan bagaimana Ibu yang mengomel dengan memasang ekspresi gemas ingin menjitak, jika isi pesan itu sampai ketahuan.
And dude, jangan lupakan juga bagaimana Damar yang saat ini menatap gue dengan ekspresi aneh dan takut. Takut-takut gue kesurupan atau gila karena mikir kerjaan, jadi ketawa sendiri nggak jelas.
Alga (19.13 p.m): Untung ibu mintanya gunting kuku, bukan gergaji.
Rere (19.14 p.m): Sekalian aja gue dirajam. Bahlul ye lu.
Alga (19.14 p.m): Dicambuk sih hukuman berbuat zina.
Rere sending an angry sticker.
Rere (19.15 p.m): Kalau nyolong dipotong tangannya sih.
Tau emot apa yang dikirimkan Rere? Sebuah tokoh kartun dalam serial We Bare Bear, yang gue tau bernama Ice, Ice yang sedang memegang kapak merah. Oh bagaimana gue tau nama tokoh kartun itu? tentu saja dari krucil-krucil keponakan gue yang nggak kalah rusuh dari Rere.
Masih dengan rentetan pesan galak dari wanita bersumbu pendek di seberang benua sana. Satu notifikasi panggilan masuk menghentikan gerakan tangan gue yang tadinya mengetikkan kalimat jail untuk membalas pesan Rere. Adalah Naresh yang pagi tadi mengatakan akan menginap di apartemen gue malam ini. Tanpa perlu mengangkat telponnya gue sudah tau teman masa SMA gue itu sudah ada di depan pintu.
"Hai bro, kusut amat muke lo." See, harusnya itu sapaan yang dilontarkan Naresh jika dia datang lima belas menit yang lalu. Tapi sekarang justru gue yang dengan songongnya melontarkan kalimat sapaan penuh ejekan itu.
"Gue bener-bener nggak bisa jauh dari Keara."
Buset ini si anying, perkara bucin bisa butek banget gitu tampangnya. Baru juga nyampe sini tadi pagi, masih ada lima hari lagi sampai dia bisa pulang ke Indo, dan batrenya seperti sudah terkuras habis. Parah.
![](https://img.wattpad.com/cover/332876357-288-k665828.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Okay, We're Married on July
General FictionAku tidak pernah merasa seputus asa ini sepanjang 29 tahun hidupku. Mungkin ini adalah alasan Tuhan menciptakan manusia bernama Mauren Tedjasukmana. You know, katanya apapun yang Tuhan ciptakan itu tidak ada yang sia-sia, semua punya tujuan. Bahkan...