Part X: Out of Control

45 6 0
                                    

"Nggak bisa tidur, Re?" Mas Janu datang dengan dua cup minuman hangat yang aku tebak adalah kopi instan. Dan tebakanku benar begitu pria itu memberikan salah satu cup ditangannya padaku. Sorry for TMI, aku memanggil Janu dengan sebutan 'mas' dan bukan lagi 'pak' sejak akhirnya kami mendatangi rumah Dina minggu lalu.

"Tadi udah sempat tidur sebentar mas. Langit disini sayang kalau diabaikan."

"Di Jakarta bintang-bintang tidak terlihat sebanyak dan sedekat ini memang." Mas Janu mengambil duduk di sebelahku, ikut menengadahkan wajahnya menghadap langit. Ya, kami beruntung karena hari ini langit sangat cerah, meskipun anginnya cukup menusuk tulang.

"Mas, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Ini tentang temen aku. Dia udah temenan lama dengan seseorang, bahkan berteman sejak kecil. Mungkin nggak mas kalau mereka tanpa sadar menyimpan perasaan 'lebih dari sekedar teman'?"

Mas Janu tampak berpikir. "Mungkin. Kalau berteman sejak kecil bahkan sampai dewasa kita bisa asumsikan sudah seperti keluarga sendiri saking dekatnya. Jadi ya cukup sulit buat ngebedain sebuah action yang dilakukan itu karena sebuah ketertarikan lawan jenis atau karena murni rasa pertemanan."

Yap, aku sedang membicarakan diriku sendiri. Tahun depan aku sudah memasuki usia 30 tahun, diusia itu aku berjanji pada oma opa untuk mulai masuk dan mengambil peran di corporate. Dan hal yang aku pikirkan tentang Alga belakangan ini berkaitan dengan yang satu ini.

Rasanya aku sudah tidak lagi mencari pun memikirkan tentang perasaan cinta, tentang pasanganku haruslah orang yang aku cintai. Karena bersama satu orang for the rest of my life is more than that. Lagipula makna kata 'cinta' terlalu universal dan ambigu untukku. The most important thing its about compromising, compromise about everything. Seseorang yang akan selalu ada disampingku, seseorang yang bersamanya aku merasa bisa terus melangkah dengan percaya diri, itu sudah lebih dari cukup.

Selain itu, pernah dengar tentang pemuka agama yang mengatakan kalau kata 'Cinta' yang sebenarkan diciptakan untuk menunjukkan kebesaran kasih Allah pada ciptaannya? Kata Cinta tidak bisa disandingkan dengan perasaan dua manusia. Feel free if you're agree or not. But we as humans could never love like Allah do. Only Allah loves us unconditionally. What keeps a relationship strong is right and responsibilities and forgiving one another for their shortcomings, flaws, and faults. And that is why the word 'Mercy' is used.

"Mas Janu sendiri sudah punya pacar?"

"Tiba-tiba."

"Hah?" Ini salahkah pertanyaan aku.

"Tiba-tiba nanya begitu."

Aku hanya tersenyum dan menggedikan bahu, "Belum sih kayaknya."

"Kok udah nyimpulin gitu."

"Banyak anak-anak yang jodohin saya sama mas Janu."

Mas Janu menggeser duduknya menghadapku. "Kamu nggak suka dijodohin sama saya?"

Waduh ada apa nih, perlu dijawab nggak, atau dialihkan aja topik pembicaraannya. "Bu Rere." Belum sempat aku mengambil keputusan, panggilan Alya yang berlari kecil ke arahku menghentikan obrolan yang mulai tidak nyaman ini. Dia tidak sendiri, di belakangnya ada Firli yang ikut berlari menyusul Alya. Oh wait, ini masih jam 4.30 pagi, dan kenapa mereka sudah bermain lari-larian.

"I know that I can't control your feeling. But, saran saya jangan pernah jatuh cinta ke saya." Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku sebelum Alya dan Firli akhirnya sampai di depanku.

"Bu, Dina nggak ada di tenda." Ujar Alya sembari aku melirik mas Janu yang sepertinya cukup terkejut dengan ucapanku barusan, atau mungkin terkejut akan informasi dari Alya.

Okay, We're Married on JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang