5 - Night Street

17 2 2
                                    

"Keren banget!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Keren banget!"

Ayara tak henti menggoyangkan bahu sang pacar yang tengah beristirahat sambil menegak sebotol air. Sorot matanya berbinar, benar-benar melampiaskan rasa kagumnya atas band yang dipimpin laki-lakinya itu. Sabian tak merasa keberatan pula, sifat dasarnya yang terlampau pede, atau lebih tepat disebut 'kepedean' membuatnya sudah kebal dengan perkataan yang dilontarkan kawan-kawannya.

Sementara Aruna, disini, berdiri di ambang pintu ruangan kecil beratap terpal yang dihuni tujuh laki-laki. Ia mengamati sahabatnya sambil tersenyum, tak tau harus bereaksi bagaimana. Lima dari tujuh deretan laki-laki itu semuanya murid SMANSA, namun hampir semuanya tidak Aruna kenal. Tentu saja, ia hanya tau Maersa dan Sabian, tidak lebih dari mereka. Maersa pun tidak terlihat sejak tadi, entah kemana perginya anak itu.

Salah satu dari mereka, melemparkan pandangannya ke arah Aruna setelah perutnya terasa mulas melihat interaksi sang kapten dengan ibu negara. Itu Rafael. Dirinya menyadari kehadiran sosok perempuan yang tidak dianggap itu, kemudian mencoba berinteraksi karena merasa iba pada Aruna.

"Eh, si neng cantik. Masuk aja sini," tawarnya sambil menepuk kursi busa kosong di sebelahnya.

Aruna menggeleng pelan, "Nggak, makasih." tolaknya. Ia lebih memilih berdiri dan menunggu di sela pintu daripada harus duduk dan terjebak diantara beberapa orang yang tidak ia kenali. Rafael, suaranya cukup terkenal di grup. Kemampuannya nyaris mirip dengan Sabian, namun sifatnya selalu kemusuhan dengan orang itu.

"Ya ampun cari siapa? Udah sini aja, kesian amat ngemper depan pintu." Jevan menanggapi. Ia juga tidak tega melihat mimik Aruna layaknya anak kucing nyasar.

"Hooh, masuk aja, dek. Nggak ada yang larang," sautan laki-laki itu sukses mendapat lirikan maut dari sang puan. Bisa-bisanya laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan 'dek'.

"Gue seangkatan sama lo kalo lo lupa," ketus Aruna. Ia menatap sinis pada laki-laki bernama Chris, yang sejak tadi memandang dirinya dengan senyum yang.. meledek? Aruna tidak suka dengan pembawaannya yang kadang julid, kadang suka menjengkelkan pula. Rasanya ingin ia tampol anak yang sekarang tengah terkekeh di hadapannya.

Dehaman keras Aruna membuat semua orang di sana refleks menoleh ke arahnya. Ia jujur tidak peduli dengan tatapan-tatapan itu. Aruna lalu melanjutkan kalimatnya, "Ya, gue mau pulang. Tenang aja, gue bisa nyari ojol. Duluan ya," katanya tanpa basa-basi. Ia kemudian berbalik badan berjalan menuju luar tempat itu.

Sabian sudah hendak menahan langkah perempuan itu. Ia berkali-kali menyerukan namanya, namun Aruna sama sekali tidak berpaling. Sembari membiarkan kekasihnya yang sedang bingung harus bereaksi apa, Sabian berlari kecil menuju sisi lain ruangan di samping panggung. Di sana, terdapat Maersa beserta staff yang sedang mengecek kondisi tiap-tiap alat musik, sudah selesai sebetulnya, Maersa hanya mengetes gitar kesayangannya itu. Laki-laki itu langsung menengok ke ambang pintu tepat ketika Sabian tiba di sana.

Kehilangan [Cover Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang