2 - Senja dan Cilok

20 0 0
                                    

Ruang perpustakaan SMA Metropolitan itu lebih dari kata besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang perpustakaan SMA Metropolitan itu lebih dari kata besar. Terletak di lantai dua tepat di atas atap deretan kelas IPA XI. Perpustakaan yang memiliki luas setara besarnya ruang aula itu memuat ribuan macam buku keluaran terbaru, yang membuatnya bangunan ini begitu sayang untuk dilewatkan. Namun faktanya, murid-murid di SMA tersebut mempunyai minat baca yang rendah, sehingga perpustakaan lebih cenderung sepi setiap harinya.

Seperti saat ini. Di waktu senja, sebagian siswa pasti memilih untuk pulang dan beristirahat, atau main futsal bersama teman-temannya. Hampir tidak ada seorangpun yang mau naik untuk pergi ke ruang baca tersebut. Akan tetapi, Aruna menghampiri tempat itu, dimana ia sudah membuat janji kepada seseorang untuk bertemu.

Aruna mematung di depan pintu kayu yang sebagian permukaannya nyaris tertutup oleh poster 'Buku Jendela Dunia'. Ia termangu, ragu apakah harus tetap masuk atau lebih baik pulang saja. Ini sudah sangat sore, langit nyaris gelap, dan gerbang sekolah sudah tertutup separuh. Rasanya, sudah tidak mungkin ada murid yang duduk di dalam perpustakaan berlampu redup itu.

"Haduh, mana gue pulang telat banget. Tuh anak dah pulang belum, ya?" gumamnya sambil memandangi pintu perpustakaan yang sedikit terbuka. Ia ingin pulang, namun bagaimana jika anak itu masih menunggunya di dalam? Dengan langkah ragu, Aruna masuk dan menjelajahi setiap lorong perpustakaan.

@arunanana

dimana?

Lima menit, tak ada jawaban. Aruna membuat kesimpulan, mungkin anak itu sudah kembali ke rumahnya. Dirinya sudah hampir melangkah keluar sebelum akhirnya layar ponselnya kembali menyala, memunculkan sembulan notifikasi.

@****_***

di belakangmu

Aruna terkejut bukan main tatkala melihat seorang laki-laki berdiri tepat di belakangnya. Laki-laki dengan rambut semir coklat yang sudah mulai pudar itu tersenyum seolah tak merasa bersalah. Aruna sedikit mendongakkan kepalanya untuk melihat dengan jelas wajah siswa berseragam abu-putih itu.

"Ngagetin, tau!" seru Aruna tepat di depan wajahnya. Siswa itu tertawa pelan, menampilkan barisan gigi putih yang begitu rapi.

"Aruna, ya?" tanyanya, dibalas anggukan cepat dari Aruna. Tak lama kemudian, siswa itu langsung mengajaknya duduk di dekat ruang referensi.

"Sebelumnya kenalin, aku Maersa Gemintang. Aku dari kelas IPA 4," laki-laki itu langsung memperkenalkan diri tepat setelah mereka duduk di selembar karpet untuk lesehan. Tak lupa, ia juga mengulurkan tangan untuk melakukan jabatan.

Aruna menaikkan kedua alisnya. Sangat jarang dirinya menggunakan 'aku-kamu' di sekolah. Ia lalu membalas jabatan tangan itu dengan senyuman, kemudian balik memperkenalkan diri dengan bahasa yang sama. "Aku Aruna Kirana kelas IPA 1. Salam kenal ya, Maersa?" Aruna menyebut nama laki-laki itu denga ragu, berharap tak salah panggil.

Kehilangan [Cover Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang