happy reading luvv
"Ayo, Run!"
Ayara berdiri, berkacak pinggang di ambang pintu sambil berulang kali memanggil nama sahabatnya itu dari kejauhan. Siswi yang dimaksud masih sibuk merapikan alat tulis yang berserakan di mejanya. Kasus pencurian pulpen dan lainnya kian meninggi setiap harinya, terutama yang berada di atas meja dan terlihat secara gamblang. Aruna memasukkan beberapa alat tulis ke dalam kotak pensilnya, lalu mendorong kotak pensil itu untuk masuk ke dalam laci. Setelah itu, barulah dia menghampiri sahabatnya yang sudah berdecak sejak tadi. Ia berjalan melenggang menuju Ayara, dengan senyum yang mungkin tak bisa ia pudarkan.
"Kertasnya mana?" tanya Ayara begitu siswi itu sampai.
Aruna dengan cepat mengubah ekspresi wajah senangnya menjadi bingung. "Loh, dikasih TU kan?"
"Oh iya," Aya mengoreksi pertanyaannya. "Pulpen?"
Aruna menyeringai ke arah sahabatnya itu, kemudian tersenyum menampakkan barisan giginya, "Pinjem punya lo aja ya nanti."
Ayara refleks memicingkan matanya, lalu mengedikkan bahunya. Ia menggait lengan Aruna itu untuk berjalan bersama. Mereka berjalan menghampiri pintu kelas IPA 3. Disana, ada dua sejoli yang langsung saling menyapa begitu bertemu. Ayara tanpa ragu langsung masuk ke dalam ruang kelas itu, melewati beberapa relung insan yang sepertinya sedang membahas sesuatu menuju salah satu bangku di ujung belakang. Aruna menatap pemandangan itu dari ambang pintu dengan malas. Ia kemudian merogoh sakunya untuk mengambil ponsel, lalu menyalakan dan membaca notifikasi yang ditampilkan di layar. Menayangkan pop-up pesan dari seseorang.
Ia memainkan jarinya di permukaan layar, membalas pesan itu dengan cekatan.
Tak lama, dua sejoli itu berjalan bersama keluar dari kelas IPA 3 menuju ke hadapan Aruna. Ayara kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, berusaha mencari keberadaan seseorang.
"Mana si anak baru itu?" tanyanya sambil terus mengamati sekeliling.
"Nih barusan nge-chat. Katanya lagi jalan,"
Sosok yang dimaksud berjalan dari IPA 4 menuju ke tempat mereka bertiga berdiri kini. Anak itu langsung menghampiri orang pertama yang ia kenal, Aruna.
"Hai, Run." sapanya. Aruna melemparkan senyum yang dibalas senyuman pula dari laki-laki itu.
"Woi, lo Maersa?" sontak semua langsung menoleh ke sumber suara. Laki-laki yang berdiri di samping Ayara itu mengungkap tak percaya.
"Lah, Sabian?" Maersa—orang yang dimaksud—juga menunjukkan ekspresi terkejutnya.
"Kalian saling kenal?" tanya Ayara sambil bolak-balik mengamati keduanya.
"Dia mah anggota band SMA anying," papar Sabian.
Aruna refleks membuka mulutnya lebar-lebar untuk menunjukkan ekspresi herannya. "Hah? Kok bisa?" Siapa sangka, Maersa yang notabene anak baru sudah tergabung di grup band SMA? Sedikit tidak masuk akal, pasalnya selama ini setiap band itu mengadakan konser, tak pernah laki-laki itu Nampak di atas panggung. Maersa hanya terkekeh geli melihat ketiga orang dihadapannya itu kebingungan.
"Ya.. Aku memang udah gabung di grup musik SMA lumayan lama. Nggak jarang ikut manggung juga kok." Maersa kemudian menceritakan bagaimana dirinya bisa mendapat posisi disana bahkan sebelum dirinya pindah sekolah.
Laki-laki itu mengatakan bahwa dirinya sudah menjadi gitaris di Swantas Band alias perkumpulan musisi SMANSA itu tepat setelah Sabian menjabat sebagai leader di grup tersebut, tak lama setelah band itu dibentuk. Tidak juga sepertinya, karena Swantas ini turun temurun. Lebih tepatnya setelah angkatan lama lulus dan digantikan oleh siswa angkatan baru. Konon katanya, mereka satu SMP. Maersa adalah siswa yang baru saja pindah saat pertengahan kelas VIII. Secara kebetulan, ia menempati kelas yang sama seperti Sabian, dan terjalinlah pertemanan diantara mereka.
"Tapi gue ngga nyangka lo satu sekolah lagi sama gue, sebagai anak pindahan lagi dan baru dateng di pertengahan kelas," tutur sang leader.
Pemimpin sekaligus vokalis band itu memaparkan pula bahwa dirinya berani mengambil resiko telah merekrut Maersa sebagai gitaris sekalipun siswa itu tidak satu SMA dengannya. Sebetulnya hal seperti ini tidak diperbolehkan, dikhawatirkan akan memicu kericuhan dari salah satu pihak SMA karena pada dasarnya sekolah mereka berbeda. Namun, dengan tegas Sabian mengatakan bahwa Maersa akan tetap menjadi gitaris di grupnya, karena kemampuan yang laki-laki itu miliki sangat sayang untuk dilewatkan.
"Kok malah jadi ajang reunian gini?" Ayara menggaruk pelipisnya setelah menyimak cerita yang diungkapkan kedua laki-laki itu.
Sabian terkekeh pelan, lalu mengatakan sesuatu lagi. "Nah kan kita berempat udah saling kenal, jadi satu kelompok aja, mau?"
"Jadi ceritanya ini double date gitu tiap belajar bareng?" tanya kekasihnya dengan wajah tanpa dosa.
"Tanyain tuh pasangan sebelah. Ngomong-ngomong kalian udah kenal sejak kapan?" kini pertanyaan itu tertuju pada Aruna dan Maersa. Mereka hanya diam saling memandangi satu sama lain.
Aruna akhirnya membuka suara, menjawab pertanyaan dari pacar sahabatnya itu. "Kemarin sore,"
"DEMI?" sontak suara Sabian menggema di sepanjang lorong XI IPA, membuat setiap pasang mata yang awalnya sibuk dengan urusannya masing-masing refleks menoleh ke arah mereka berempat.
"Kirain udah lama anjir.." sambungnya namun dengan intonasi yang lebih pelan. Ayara hanya menggeleng melihat kelakuan pacarnya yang setiap hari sama saja.
"Sudahlah, yuk ke TU. Keburu jam masuk," Ayara akhirnya menengahi obrolan yang tidak terlalu urgent itu. Ketiga kawannya membututinya untuk bersama menuju ruang tata usaha. Tak jauh dari tempat mereka berdiri kini, jarak dari IPA 3 menuju ruang TU tak sampai memakan waktu lama. Setibanya di sana, Ayara sebagai perwakilan langsung masuk dan meminta kertas formulir dari petugas di dalam.
"Fix 'kan ini kita berempat aja?" Aruna menekan salah satu ujung pulpen milik sahabatnya, kemudian segera mencari alas untuk menulis. Dirinya-lah yang dinilai memiliki tulisan paling rapi diantara semuanya, oleh karenanya, ia yang kali ini bertugas menuliskan daftar nama mereka.
"Mau nambah siapa lagi emang?" pertanyaan yang dilemparkan Ayara dibalas gelengan cepat dari siswi itu. Aruna kemudian segera menuliskan nama mereka berempat pada secarik kertas yang baru saja mereka dapatkan di TU.
1. Aruna Kirana (IPA 1)
2. Ayara Nazua (IPA 1)
3. Sabian Kusuma (IPA 3)
4. Maersa Gemintang (IPA 4)
Koordinator : ...
Terdapat satu bagian yang belum terisi. Diantara mereka, belum ada yang menentukan siapa yang akan menjadi koordinator. Tugasnya tidak berat, nyaris sama saja seperti anggota lainnya. Namun tak ada satupun yang mengajukan dirinya sendiri. Setelah perdebatan silang secara singkat itu, akhirnya Sabian mulai mencetuskan kalimat penuh penekanan, "Lo aja lah, Sa."
Maersa menggeleng dengan cepat. Ia cukup memahami posisi dirinya sebagai siswa baru, yang belum mengenal seluk beluk sekolah ini. "Siapa yang setuju Sabian cung," ia mengangkat tangannya, diikuti Aruna dan Ayara yang melakukan gerakan serupa. Tiga suara memilih Sabian. Terdengar helaan napas panjang dari laki-laki itu, kemudian dirinya pasrah. Dengan cepat Ayara menuliskan namanya di baris coordinator, sebelum kekasihnya itu berubah pikiran.
Usai menuliskan barisan nama terakhir itu, Ayara masuk kembali ke dalam ruang TU untuk mengumpulkan lembaran kertas tersebut. Tidak berlangsung lama, selang beberapa saat, siswi itu keluar menenteng sebuah map merah yang di depannya bertuliskan nama anggota kelompok mereka. Map itu berisi beberapa lembar kertas folio bergaris, tempat dimana mereka akan melaporkan kegiatan belajar mereka.
"So, kapan kita bisa mulai doubledate?"
.
.
.
vote komennya sayang sayangkuu
baca versi AU ada di instagram @ pocongmahal
c uu
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehilangan [Cover Sementara]
FantasíaTentang berapa lama masa kita akan habis bersama orang itu. Saat hitungan mundur itu tiba, semuanya akan menghilang dan serpihan kenangan tak tersisa sekeping pun. Bukankah suatu keajaiban jika memori itu tidak hilang? Namun bagaimana jika 'dia' ada...