Selasa pagi, bukanlah waktu yang lazim untuk mengadakan upacara bendera. Maka dari itu, sekolah hanya mengadakan apel pagi untuk mengumpulkan seluruh siswa-siswinya di tengah lapangan. Setidaknya, sudah hampir setengah jam mereka mendengarkan evaluasi dari kesiswaan terkait kelompok belajar. Salah seorang guru anggota kesiswaan telah menyampaikan keluh kesahnya di atas mimbar, terkait tentang program Study Challenge yang belum berjalan selama hampir seminggu ini. Setelahnya, barulah tim kesiswaan lain mulai turun ke lapangan dan mengecek para siswa kelas XI.
Tiap satu guru, didampingi satu anggota OSIS diberi tugas untuk mencatat tiap kelas yang sudah mengumpulkan daftar anggota kelompok belajarnya. Terpasang raut wajah yang berbeda dari tiap-tiap murid yang kini tengah duduk di tepi lapangan. Beberapa diantaranya berhamburan masuk ke dalam kelas untuk mengambil beberapa lembar kertas yang diperlukan, salah satunya Aruna.
Aruna berlari dengan terburu usai anggota OSIS penanggung jawab kelasnya—yang ia yakini adalah kakak kelas—mulai menghitung dengan suara lantang. Ia mengobrak-abrik isi tasnya sendiri, untuk mengambil catatan hasil belajar kelompoknya semalam yang sudah Aruna print out.
"Nah, ketemu!" serunya usai mendapati beberapa lembar kertas yang kini berada di tangannya.
"Ada nggak, Run?" Ayara berhenti di ambang pintu kelas dengan napas tersengal, setelah berlari dari lapangan menuju kelasnya menututi Aruna.
"Ada, nih." Aruna memajukan tangannya. "Gue kira lo bakal ikut ngurusin ini, Ya. Ternyata engga?"
Ayara menggeleng pelan, "Kan ini program kelas sebelas, masa' OSIS kelas sebelas harus ikut juga? Bisa-bisa kosong itu lapangan," ujarnya diselingi tawa. Aruna pula hanya mengangguk sambil terkekeh pelan. Terlalu banyak anggota OSIS kelas sebelas, padahal angkatan mereka-lah yang sedang dicek.
Mereka berdua kembali menuju barisan, kemudian menunggu giliran mereka untuk dicek. Begitu semua selesai, mereka dapat tersenyum lega karena nama mereka telah tercatat. Usainya, semua siswa kembali masuk ke kelasnya masing-masing untuk melanjutkan pembelajaran.
Ruang kelas IPA 1 dipenuhi wajah-wajah suram para penghuni kelas, setelah dibagikannya soal ulangan fisika hari ini. Dari sekian banyak soal yang tertera, separuh diantaranya bukanlah materi yang pernah mereka pelajari sebelumnya. Kini, rata-rata penduduk kelas itu tengah membenamkan wajahnya di lengan karena tak sanggup berpikir.
Daftar siswa ambis di kelas itu mulai mengeluh kepada guru wanita pengampu mapel fisika tersebut, namun tak lama mereka juga mampu mengerjakannya. Empat puluh lima menit mereka gunakan untuk mengerjakan dua puluh lima soal, sampai tiba bel istirahat berbunyi.
Aruna menghambur ke luar kelas bersamaan dengan anak-anak lainnya. Di depan pintu kelasnya, Aruna mendapati Maersa berdiri menunggunya sembari menyedot segelas es teh. Maersa memajukan badannya beberapa langkah untuk mendekat ke arah Aruna.
"Hai, Na!" sapanya. "Gimana ulangan tadi? Aman?"
Berharap mendapat jawaban, yang Maersa dapat malah isakan pelan Aruna yang mulai tertunduk di hadapannya. Dengan panik, Maersa mengangkat pundak Aruna untui menyejajarkan wajahnya. "Kenapa, Aruna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehilangan [Cover Sementara]
FantasyTentang berapa lama masa kita akan habis bersama orang itu. Saat hitungan mundur itu tiba, semuanya akan menghilang dan serpihan kenangan tak tersisa sekeping pun. Bukankah suatu keajaiban jika memori itu tidak hilang? Namun bagaimana jika 'dia' ada...