10-Belum Dimulai

11 0 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tunggu! Kau gila? Kau terlalu terburu-buru, Max."

Seseorang yang baru saja dipanggil Max itu spontan menutupi kedua daun telinganya. Matanya mengerjap pelan usai mendengar suara yang ia rasa melebihi jangkauan lima oktaf Mariah Carey. Benar saja, kupingnya ia rasa mulai pengang sekarang. Ia membalikkan kondisinya seperti semula, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan seorang wanita di hadapannya itu.

"Ya, Nix. Aku telah merencanakannya matang-matang. Dan aku akan melaksanakannya besok," ujarnya.

"Dasar bodoh. Aku tahu, kau itu memang anak yang sulit diatur dan gegabah. Namun, pikirkan lagi. Waktumu bersama manusia-manusia itu masih cukup panjang!"

Max menyeringai mendengarnya, "Tentu saja. Aku akan melakukannya dengan cepat. Jadi, aku masih ada waktu menikmati hariku di bumi."

"Max.." wanita muda dengan selisih 3 tahun di atas Max itu menurunkan volume bicaranya. "Ya.. kau boleh. Bersenang-senanglah di bumi hingga kau siap kembali. Aku mengerti perasaanmu,"

Ada kalanya Nix bersikap lembut seperti itu, yang membuat laki-laki itu cukup senang dan terharu. Ia kemudian berbaring di atas ranjang bernuansa putihnya sembari menatap sekeliling. Ia akui, pengalaman kali ini berbeda dari sebelumnya. Max tidak pernah merasa 'ingin' menyelesaikan semuanya dengan cepat, atau bahkan menikmati waktu bersama targetnya.

Tentu saja, memori itu masih membekas. Kebanyakan targetnya perempuan, dan mereka-mereka yang kesepian. Sejauh ia menjadi 'budak misi', belum pernah sama sekali ia merasakan sesuatu tiap kali menatap targetnya. Matanya terus berputar dengan cepat, bahkan nyaris tak menyadari waktu telah berlalu. Lima, hingga sepuluh tahun, bukanlah waktu yang lama baginya. Tidak peduli bagaimana tamatnya, sesaat setelah hitung mundur tiba, ia akan melepas semuanya.


***


"...Apa?"

Seorang laki-laki yang kini duduk di hadapannya itu menatapnya dengan aneh. Mendapatkan picingan mata darinya, laki-laki itu malah tertawa dibuatnya. "Apa sih, Er?" serunya geram.

Maersa—orang yang dimaksud—semakin mengeraskan tawanya. Di akhir dirinya membuka mulut, ia memutuskan untuk mengatakan sesuatu. "Ya, ya, Na. Kita pacaran, ya?" katanya, dengan raut wajah tengilnya yang ia maksudkan untuk flirting.

"Nggak mau," tukas Aruna. "Gini ya, Er. Pertama, aku nggak expect secepet ini. Kita baru kenal berapa bulan coba? Kedua, KENAPA DI DEPAN KHALAYAK SIH GILA?" Dirinya benar-benar muntab sekarang. Setelah kejadian yang belum setengah jam lalu terjadi itu, ia benar-benar marah besar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kehilangan [Cover Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang