Petunjuk [12]

667 84 9
                                    

Langit sore hari terbentang luas tanpa batas. Disebalik gunung kecil, kediaman  Xavier berdiri indah berlatarkan cahaya jingga sore hari. Cahaya yang mulai temaram, berbagai macam bangunan di kota menciptakan bayangan, terlukis indah bak sebuah siluet yang dipajang di sebuah museum karya seni. Bukanlah kota besar selayaknya pemukiman di ibu kota kerajaan yang sibuk setiap harinya hingga tengah malam, para penduduk disini telah nampak memadati rumah masing-masing sebelum senja benar-benar menguasai cakrawala.

Arcadia, sebuah kota yang tidak sebesar yang ada di pusat kerajaan , tapi juga tidak bisa disebut sebagai kota kecil. Sudah terhitung beberapa tahun sejak Viscount Xavier mulai menjadi penguasa kota ini. Tanah yang subur, pangan berlimpah, pendidikan juga sudah lebih maju, serta sumber daya lainnya juga dalam kondisi baik dan stabil. Tuan Viscout Xavier sudah menciptakan banyak kemajuan bagi desa ini diberbagai bidang sejak kepemimpinan nya di mulai. Tidak salah jika sang raja mempercayakan daerah ini untuk diperintah oleh kepala keluarga dari kediaman Xavier itu.

Bukan hanya penduduk yang harus menyudahi kegiatan mareka sebelum kegelapan benar-benar tiba, hal ini juga berlaku untuk seluruh bagian dari anggota keluarga Viscount Xavier.

Gerbang kediaman terbuka lebar agar kereta kuda bisa segera melanjutkan perjalanan nya dalam mengantarkan sang tuan muda. Tak lama, pintu kereta kuda terbuka. Sesosok anak laki-laki tampan menunjukkan parasnya dari balik pintu.

Halilintar menenteng tas hitamnya, lalu kembali melangkahkan kaki untuk pulang. Kelas tambahan memang selalu merepotkan saat ia harus pulang lebih lama dari hari biasanya... Melelahkan!

"Aku pulang..., " Suara yang terdengar lelah berhasil membangunkan api jiwa seseorang, orang itu berlari cepat namun masih terlihat anggun dan cantik. Ia mendekap Halilintar dengan erat, menggosokkan kedua pipi kecil nan chuby itu.

"Akhirnya anak mama pulang! Mama sangat merindukanmu, Hali!!" Halilintar mencoba memberontak, wajah seperti akan matinya itu terlihat cukup lucu.

"Sudahlah, Sarah. Halilintar akan kehabisan nafas jika kau terus seperti itu, " Dari arah lain, suara Viscount Xavier terdengar bersamaan dengan dentingan gelas porselen yang beradu dengan sendok perak. Ngopi sore dulu, seperti biasa.

Halilintar tersenyum lega, "Terima kasih, Ayahanda. Aku terselamatkan lagi, " Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, jujur saja pelukan Viscountees Xavier sangat mematikan.

Pelukan 1 jam = minum Baygon 1 Liter.

Sarah berjalan dengan lunglai kearah meja setelah gagal melancarkan serangan kasih sayang (pembunuhan) pada anaknya. Dia merungut kecil layaknya seorang anak yang kehilangan mainan.

Tak butuh waktu lama, bohlam kecil bercahaya terang, pertanda bahwa ide jenius telah lahir di benak wanita itu. Anak rambut merah terangnya bergoyang gembira. Dia tersenyum kecil, kemudian mendekati Halilintar.

"Yosh, Halilintar ayo mandi dulu, setelah itu segera istirahat ya, " Jiwa keibuan nyonya kediaman Xavier itu nampak mulai menguap ke udara. Viscount Xavier juga nampak lebih lega saat kehadiran Halilintar dirumah ini meskipun istrinya jadi terasa lebih jahil dari biasanya, begitupun para pelayan rumah yang sangat ceria sekali senyumannya.

"Atau, Hali ingin mandi bersama mama? Hmm? " Tambahnya dengan senyuman menggoda.

"Tidak!!!! " Dengan cepat Halilintar menolaknya. Gawat jika ini terjadi saat bahkan tidak ada hubungan darah diantara mereka dan lagi meski bertubuh anak-anak tapi jiwa Halilintar tetap adalah pria dewasa! Baca dengan jelas PRIA DEWASA!!!

Tidak ada yang dapat menebak apa yng akan terjadi beberapa waktu lagi kan, atau bahkan untuk beberapa tahun yang akan datang.

Sebaiknya Halilintar cari aman saja dan sekalian menjaga mata, dari pada harus berurusan dengan ayah nya karena permasalahan mandi dengan Ibu sendiri.

Reinkarnasi Boss Mafia [Halilintar] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang