Halilintar POV [20]

307 61 18
                                    

Malam itu....

Apa yang Thorn bisikkan padaku yaa??....

Thorn menggenggam ujung lengan bajuku, lalu menggoyangkan tanganku dengan pelan. Lambat laun, ekspresi nya berubah, tak lagi ceria seperti biasanya. Manik Emerald nya meredup, menatapku dengan pandangan sayu.

Tiba-tiba saja dia mendekatiku, membisikkan sebuah kalimat rahasia.

Kenapa aku tidak bisa mengingat kalimat itu??? Thorn, apa yang kau katakan??

Kemudian ia tersenyum kegirangan, tertawa keras sambil menunjuk wajahku. Seolah ada hal lucu yang menempel dini sana, saudara lain ikut tertawa. Bahkan Gempa dan Ice juga menertawakan ku, apa ada yang salah dengan wajah ku?

Apa yang terjadi?? Kenapa kalian tertawa?

"Hahaha, abang Alin aneh! " Teriak Blaze sambil tertawa, begitu pula dengan yang lain.

Taufan mendekat dan berbisik "Dasar bang Alin bodoh, berlagak ingin mati seperti pahlawan tapi malah menangis... Benar-benar tidak rela ya.... "

Me-menangis? Aku... menangis? ....

Dia kembali tertawa, telunjuknya mengarah tepat di pipi. Taufan tersenyum lebar, membawa perasaan rindu kembali menyapa.

Apa ini???... Kenapa aku menangis?? Kenapa?!!

Ku sentuh pipi ku saat sadar akan kode itu, entah sejak kapan air mata membasahi pipi ku yang memanas. Aku menangis, tanpa tau bagaimana cara untuk berhenti.

Dadaku sesak! Aku tidak tahan lagi... Aku tidak sanggup menanggung rasa bersalah ini lagi....

Masih berteman kan tawa dan senyum, mereka perlahan mengambil langkah lebih dekat. Kulit yang hangat menyentuh jari-jemari ku yang pucat, begitu dingin. Kehangatan perlahan terbagi dalam kasih kala jarak tersapu rindu nan tak tertahan.

"Maaf... Alin bukan abang yang baik, tidak bisa melindungi kalian... Maaf... Gempa, Taufan, Blaze, Ice, Thorn, Solar... Abang yang salah!... Semuanya salah abang, membuat kalian pergi tuk selamanya... Maaf... Maafkan abang..., " ucapku sambil menangis, seluruh sesal nan memberatkan hati ku tuangkan dalam tiap tetes air mata ini. Berharap semua kan berembun bersama alunan angin.

"Seharusnya saat itu, abang tidak melibatkan kalian didunia bawah yang gelap dan kejam. Kalian berhak untuk mendapatkan hidup bahagia tanpa bergelimang darah, tanpa rasa takut akan dosa yang tak terhitung jumlahnya. Kalian berhak mendapat cahaya-"

"-lalu meninggalkan abang sendirian? Aku muak melihatmu yang sok jadi pahlawan yang berkorban untuk kami. Kamu bukan tuhan, bukan malaikat, juga bukan dewa yang maha baik. Sadar diri lah, kamu juga hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan lelah, takut, dan juga bisa egois. Itu hak mu sebagai manusia. Sama halnya seperti kami, " dengan cepat Solar memotong perkataan ku, ucapan nya selalu tak pernah berubah, ketus dan blak-blakan.

"Hidup dalam gemerlap cahaya tanpa bang Alin, tidak ada gunanya. Kemanapun abang melangkah, kami akan selalu mengikuti jejakmu. Bahkan, meski kami melangkah menuju kematian pun, tidak masalah, " ucap Gempa sambil menepuk bahu ku. Manik Honey nya selalu menatapku dengan lembut, tatapan yang membuat orang rindu.

"Ya!! Dunia tanpa bang Alin sangat membosankan! " seru Taufan antusias.

"Nyatanya, kita hanyalah gelandangan tanpa rumah yang menyelami dalamnya dunia bawah nan kotor. Tapi, setidaknya dimanapun bang Alin berada, akan selalu menjadi tempat kami untuk kembali," Ice berucap pelan, beberapa kalimat bahkan tak terucap dengan begitu jelas. Terdengar seperti orang yang mengigau dalam tidurnya. Ice hampir terlelap, ia memeluk lenganku, bersandar dengan nyaman. Untuk beberapa saat, suaranya tak lagi terdengar.

Reinkarnasi Boss Mafia [Halilintar] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang